Title: Jatuh Cinta Diam-Diam
Author: Han Rae Hwa
Rating: T
Genre: Romance, School, Friendship
Main cast: Aurel, Rifa, Mifta
Aku menyukainya secara diam2. Mengaguminya dari kejauhan. Mencintainya secara diam2.
Namanya Rifa. Dia adalah salah satu temanku dikelas. Tidak bisa dikatakan sebagai cowok populer sih. Dia hanya cowok biasa yang tidak terlalu pintar dalam akademik. Namun dia sangat pintar memikat hatiku hingga aku bisa jatuh cinta padanya. Hehehe.. Suatu ketika aku tak sengaja melihat dan memperhatikannya. Dia agak mirip dengan mantan terakhirku. Sejak saat itu aku mulai menyukainya. Awalnya, aku hanya menganggap perasaanku biasa saja. Tapi lama kelamaan, perasaanku padanya semakin dalam.
Sekarang aku sudah menginjak kelas 3 SMA. Dan rasa sukaku padanya mulai berkembang. Aku selalu berusaha untuk menutupinya dari semua teman-temanku termasuk dia. Dikelas, aku hanya bisa memperhatikannya secara diam-diam. Aku tidak berusaha untuk mencari perhatiannya dengan cara yang lebay seperti yang dilakukan remaja jaman sekarang ini. Aku hanya melakukan pertemanan dengan sewajarnya. Dia termasuk orang yang baik kepadaku. Tak jarang ia memberikanku contekan tugas jika aku belum mengerjakan / ada soal yg belum aku isi. Aku juga sering memberikan catatan bahkan contekan pr Bahasa Jepang untuknya. Saat itu dia sangat senang saat aku mengisikan jawaban dibuku tugasnya.
Hari ini aku membawa bekal dari rumah. Tak lupa aku membaginya ke tiga sahabatku. Saat kami sedang menyantapnya, Rifa yang baru datang langsung mengambil roti yang masih tersisa dikotak bekalku.
"Sisanya buat gue yaa.." dia tersenyum sangat manis lalu berlalu dari kami dan bergabung bersama teman-temannya. Aku hanya tersenyum membalasnya.
"Sisanya buat gue yaa.." dia tersenyum sangat manis lalu berlalu dari kami dan bergabung bersama teman-temannya. Aku hanya tersenyum membalasnya.
Rifa sering sekali mengambil sedikit dari bekal yang aku bawa. Maka dari itu, hari ini aku membawa 2 bekal. Tentu saja yang satu untuk Rifa. Dia menerimanya dengan sangat gembira. Aku tau jika itu adalah makanan kesukaannya. Dia membawa kotak bekal itu ke meja salah satu teman perempuanku. Rifa duduk disebelahnya lalu membuka kotak bekalnya dan mengajak teman perempuanku itu makan berdua. Hatiku terasa sangat sakit. Rifa memang menghargai makanan yang aku berikan untuknya. Namun, dia berbagi makanan yang aku bawa dengan teman perempuan yg lain. Aku tidak bisa berkata apa-apa saat ini. Kuusap dadaku yg terasa sedikit sesak. Mencoba tersenyum walaupun hatiku masih terasa sakit.
***
Hari ini ada pr matematika yang tidak terlalu sulit. Aku mencoba mengerjakannya semalam dirumah, dan pr itu terselesaikan. Tdk seperti biasanya Rifa meminta tolong padaku untuk mengerjakan pr matematika nya. Dia bilang bukunya tertinggal dirumah dan sekarang juga ia ditunggu di ruang guru untuk bertemu dengan salah satu guru BK. Aku selalu mengiyakan yan ia katakan. Aku mengeluarkan tempat pensilku lalu mengerjakannya. Ketiga sahabatku datang saat aku selesai menyelesaikan pr milik Rifa.
"Lo bukannya udah ngerjain pr matematika ya Rel?"
"Iya emg udah. Ini punya Rifa. Tadi dia minta tolong ke gue buat nyalin pr nya. Buku tugasnya ketinggalan dirumah katanya."
"Loh terus ngapain lo capek2 nulisin buat dia. Kenapa gak dia aja yang nulis?"
"Dia lagi dipanggil sama guru BK di ruang guru."
Aku melihat dengan heran ke arah tiga sahabatku yg saling berpandangan itu.
"Jadi dia bohongin lo?"
"Maksud lo apa sih? Gue ga ngerti." Tanyaku dengan tampang polos
"Kita bertiga liat dengan mata kepala kita sendiri kalo Rifa lagi dikantin berduaan sama Mifta."
Aku mengerutkan kedua alisku. Tidak mungkin Rifa membohongiku. Tapi aku tidak bisa untuk tidak percaya dengan ketiga sahabatku ini.
***
Hari ini ada pr matematika yang tidak terlalu sulit. Aku mencoba mengerjakannya semalam dirumah, dan pr itu terselesaikan. Tdk seperti biasanya Rifa meminta tolong padaku untuk mengerjakan pr matematika nya. Dia bilang bukunya tertinggal dirumah dan sekarang juga ia ditunggu di ruang guru untuk bertemu dengan salah satu guru BK. Aku selalu mengiyakan yan ia katakan. Aku mengeluarkan tempat pensilku lalu mengerjakannya. Ketiga sahabatku datang saat aku selesai menyelesaikan pr milik Rifa.
"Lo bukannya udah ngerjain pr matematika ya Rel?"
"Iya emg udah. Ini punya Rifa. Tadi dia minta tolong ke gue buat nyalin pr nya. Buku tugasnya ketinggalan dirumah katanya."
"Loh terus ngapain lo capek2 nulisin buat dia. Kenapa gak dia aja yang nulis?"
"Dia lagi dipanggil sama guru BK di ruang guru."
Aku melihat dengan heran ke arah tiga sahabatku yg saling berpandangan itu.
"Jadi dia bohongin lo?"
"Maksud lo apa sih? Gue ga ngerti." Tanyaku dengan tampang polos
"Kita bertiga liat dengan mata kepala kita sendiri kalo Rifa lagi dikantin berduaan sama Mifta."
Aku mengerutkan kedua alisku. Tidak mungkin Rifa membohongiku. Tapi aku tidak bisa untuk tidak percaya dengan ketiga sahabatku ini.
Rifa masuk berbarengan dengan Mifta. Ia menghampiri mejaku lalu menanyakan pr nya yang baru saja aku salin. Aku hanya tersenyum lalu memberikan bukunya. Ia mengulurkan tangannya dan mengambilnya.
"Thank you ya Rel. Lo tuh emang baik banget sama gue." Rifa tersenyum lalu mengelus kepalaku dengan lembut dan berlalu. Aku hanya mengangguk dan membalas senyumannya.
"Thank you ya Rel. Lo tuh emang baik banget sama gue." Rifa tersenyum lalu mengelus kepalaku dengan lembut dan berlalu. Aku hanya mengangguk dan membalas senyumannya.
Hatiku kembali merasakan sakit -lagi- saat melihat Rifa yg sedang menghampiri meja Mifta dan memberikan buku itu untuknya. Buku yang baru saja aku salin pr matematika ku untuknya. Tapi ternyata itu buat Mifta, bukan utk nya. Aku tidak mengerti kenapa dia melakukan hal itu. Dan sepertinya yang dikatakan oleh ketiga sahabatku benar. Aku kecewa dengannya.
***
Sepulang sekolah aku dan yang lain bergegas kerumah salah satu teman kami di pereumahan yang lerataknya tidak jauh dari sekolah. Rifa yang satu kelompok dengan ku memboncengku, karna dia tau jika aku tidak ada tebengan untuk pergi kesana. Cuaca siang ini terlihat mendung. Perlahan hujan mulai mengguyur tubuh kami hingga lumayan basah kuyup. Rifa meminggirkan motornya disalah satu ruko usang yang sudah tak terpakai.
"Neduh disini dulu ya? Gak apa-apa kan? Kasian kalo lo nanti keujanan."
Aku mengangguk pelan, "Iya Fa gak apa-apa kok."
10 menit, 15 menit hujan tak kunjung reda. Aku mulai menggigil kedinginan.
***
Sepulang sekolah aku dan yang lain bergegas kerumah salah satu teman kami di pereumahan yang lerataknya tidak jauh dari sekolah. Rifa yang satu kelompok dengan ku memboncengku, karna dia tau jika aku tidak ada tebengan untuk pergi kesana. Cuaca siang ini terlihat mendung. Perlahan hujan mulai mengguyur tubuh kami hingga lumayan basah kuyup. Rifa meminggirkan motornya disalah satu ruko usang yang sudah tak terpakai.
"Neduh disini dulu ya? Gak apa-apa kan? Kasian kalo lo nanti keujanan."
Aku mengangguk pelan, "Iya Fa gak apa-apa kok."
10 menit, 15 menit hujan tak kunjung reda. Aku mulai menggigil kedinginan.
Aku lihat Rifa yg sedang melihatku denga tatapan kekhawatiran. Perlahan ia membuka sweater yang ada ditubuhnya lalu memakaikannya padaku.
"Nih lo pake sweater gue aja ya. Kasian lo udah kedinginan bgt."
"Tapi lo gimana? Lo juga pasti kedinginan kan?"
"Gue kan cowok, jadi fisiknya harus kuat gak boleh lemah." Rifa tersenyum dan mengelus kepalaku -lagi-.
Aku tersenyum melihatnya. Rifa ternyata msh peduli padaku meski harus mengorbankan dirinya sendiri.
Hujan mulai reda pada menit ke 30. Rifa meminta persetujuanku untuk melanjutkan perjalanan menuju rumah teman ku.
Seperti biasa, aku membuka buku pelajaran yg akan aku pelajari dihari esok. Dengan aluna beberapa lagu milik BoyFriend yang aku putar lewat mp3 handphone ku.
1 Pesan Masuk Dari Rifa
Jangan lupa mandi terus keramas, kan tadi lo kehujanan. Abis itu jangan lupa makan, kan tadi kerja kelompok kita ga dikasih makan. Hahahah
Aku tersenyum membaca sms dari Rifa. Aku senang dia peduli padaku.
Hari ini aku harus datang lebih pagi mengingat tugas piket yg sudah dijadwalkan sebelumnya. Dikelas, aku sudah melihat pemandangan yang tak mengenakkan hatiku. Rifa dan Mifta sedang bercanda tawa ditempat duduk Mifta. Aku berusaha menghiraukannya walapun dadaku terasa sesak. Kusimpan tas ku lalu kuambil sapu dan menyapu ruangan kelas.
"Eh Aurel, sapuin lantai tempat duduk gue yaa, yg bersih. Hahaha.."
Aku mengangguk pelan dan mencoba untuk tersenyum.
"Iya Fa.. Tapi bayar yaa. Hahaha." Aku berusaha mencairkan suasana hatiku
"Nanti uangnya gue transfer. 10 juta cukup kan? Hahaha.." aku menyukai tawanya yang renyah itu. Aku hanya tertawa kecil diikuti dengan tawanya Mifta.
Aku kembali menyapu kelas yang msh kotor. Rifa mengikuti langkahku hingga depan kelas. Ia mengambil sapu dan ikut menyapu kelas bersamaku.
"Gue lupa. Kan hari ini gue piket juga. Hahaha.."
"Yaah gajadi dapet transferan 10 juta nya dong? Hahaha.."
"Tetep gue transfer kok. Uang gue di bank kan segunung. Hahaha.."
Aku dan Rifa tertawa bersama sambil menyapu. Aku senang masih bisa bercanda dan tertawa bersama Rifa.
"Fa, malam promnight nanti dateng sama siapa?"
Rifa terdiam sejenak.
"Ng.. Masih bingung sih. Sama lo juga boleh hehe.."
"..." Aku tidak bisa berkata apapun selain terdiam. Rifa mendekatkan tubuhnya ke hadapanku. Ia mengayunkan tangannya yg mendarat tepat dikepalaku. Dielusnya beberapa kali dengan lembut dan tersenyum.
"Insya Allah gue dateng sama lo nanti. Siapin aja segala sesuatunya."
Benar-benar diluar dugaan, Rifa akan berkata seperti itu padaku. Sepertinya wajahku ini mulai merah merona. Aku hanya mengangguk dan membalas senyumannya.
Akhir-akhir ini aku sering melihat Rifa berduaan dengan Mifta. Aku tau sebenarnya mereka sama sekali tidak punya hubungan satu sama lain, hanya sebatas teman biasa dan tak lebih. Namun yang aku lihat, Rifa terlihat sangat bahagia ketika ia berada dekat dengan Mifta. Aku tidak tau Mifta sudah putus atau belum dengan pacar nya.
Yang kudengar Mifta memang sudah memiliki kekasih. Tapi entahlah mereka masih menjalin hubungan atau tidak.
Rifa dan Mifta sudah dekat saat kami masih kelas 2 SMA. Ada panggilan khusus yang dibuat Mifta untuk Rifa dikelas. Dan setiap Mifta memanggil Rifa dengan panggilan itu, hatiku terasa sakit.
"Aurel.." Rifa datang dan langsung duduk disampingku.
"Kenapa Fa?" Aku meliriknya sebentar
"Nanti siang anterin gue beli buku yuk."
Aku menatapnya. Agak heran sih, karena sebelumnya Rifa sama sekali tidak pernah mengajakku pergi kemanapun 'berdua'.
"Ke toko buku? Nanti sore? Berdua?"
Rifa mengangguk.
"Tumben banget lo ngajak gue."
"Lah emangnya kenapa? Gapapa dong. Lo kan temen terbaik gue. Bisa kan? Nanti gue jemput dirumah lo jam 2 ya." Rifa mengelus kepalaku lalu pergi berlalu.
Yaa, walaupun Rifa hanya menganggapku sebagai teman terbaiknya, tapi aku masih tetap bisa bersamanya. Menurutku ini tidak terlalu buruk.
Benar saja, Rifa menjemputku tepat jam 2. Rifa mengajakku ke salah satu mall ternama di daerah Bekasi. Ia menggenggam tanganku sambil terus menyusuri kerumunan orang.
Di toko buku, Rifa melihat-lihat buku latihan UN keluaran terbaru. Awalnya aku tertarik, tapi di beberapa rak buku ada banyak novel yang menjadi daya tarik utamaku. Wajar saja, namanya juga anak perempuan. Hehehe.
"Lo ada disini!? Gue nyariin lo kemana-mana tau. Gue pikir lo diculik orang."
"Emangnya kalo gue diculik orang, lo bakalan peduli sama gue?"
"Ya peduli lah. Lo kan tadi berangkat sama gue. Jadi kalo lo diculik, gue harus bilang apa orang tua lo. Jadi, gue mesti tanggung jawab atas lo sekarang ini. Sampe lo pulang sama gue dengan selamat."
"Ah elo bisa aja. Eh, udah ketemu buku yang lo cari? Gue mau juga dong."
"Udah. Nih buat lo. Sengaja gue ambil dua. Yaa siapa tau aja lo mau. Bagus kok bukunya. Tapi bayar sendiri yaa hehe.."
"Hahaha iya gue bayar sendiri kok. Sini bukunya." Aku meraih sebuah buku dari tangan Rifa, lalu kusimpan lagi di rak buku sebuah novel yang kupegang
"Loh kok ditaro lagi? Gak jadi beli?"
"Gak usah lah, kapan-kapan aja. Lagian juga lebih penting buku ini. Tadi kan cuma novel. Yaudah yuk bayar."
Aku dan Rifa pergi beriringan menuju kasir.
Setelah membeli buku, Rifa mentraktirku makan ice cream.
"Kenapa lo gak pergi sama Mifta? Biasanya juga lo berduaan terus sama dia."
"Kenapa emangnya kalo gue berduaan terus sama Mifta? Lo cemburu yaa? Hahaha.." Rifa menatapku dengan jail
Aku berusaha menutupi rasa dalah tingkah ku didepannya, "Ih apaan sih lo pede banget.."
"Yaa kan kirain. Lagi pula Mifta mau nonton pacarnya main futsal. Dan siapa juga yang mau ngajak dia. Kalo gue jalan sama dia terus tiba-tiba pacarnya mergokin gue lagi berduaan sama Mifta, bisa abis gue ditangan pacarnya itu."
"Ohh gitu.." Jawabku singkat sambil terus makan ice cream.
Rifa mendekatkan wajahnya ke wajahku. Perlahan tangannya meraih bibirku. Jantungku berdetak lebih kencang dari yang sebelumnya.
"Bibir lo kotor kena ice cream." Rifa menjauhkan wajahnya dan kembali makan ice cream. Aku hanya bisa terdiam lalu tersenyum dan melanjutkan makan ice cream ku.
***
Hujan turun sejak tadi pagi. Hongga menjelang bel istitahat, hujan tak kunjung berhenti. Semua teman-temanku memandang keluar, menatapi langit yang masih hujan. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang menggerutu karena hujan membuat semua murid malas keluar kelas untuk membeli makanan dikantin.
"Rel.. Lo kan temen gue yang paling baik. Bisa tolong nggak? Beliin makanan dong dikantin. Gue laper banget nih,tadi pagi juga nggak sempet sarapan. Mana belom ngerjain pr Agama." Tampang Rifa memelas
"Gimana ya Fa? Diluar hujan gede banget. Mana gue gak bawa payung."
Awalnya aku sempat ingin menolak. Tapi melihat tampang Rifa yang memelas, aku jadi tidak tega.
"Yaudah deh, tunggu bentar yaa.."
Dengan perjuangan yang cukup berat, aku menuju ke kantin dan menerjang hujan deras. Kubeli beberapa makanan dan minuman lalu kembali ke kelas dengan menerjang hujan lagi.
"Nih Fa makanannya."
"Thanks banget yaa Rel. Maaf banget gue jadi ngerepotin lo dan bikin lo sampe basah kayak gitu "
"Gak apa-apa kok." Aku tersenyum.
***
Jam dinding sudah menunjukkan pukul 19.00 malam namun Rifa tak kunjung dtg menjemputku.
Dirumah Mifta.
"Hai Rifa. Lo keren banget nalem ini. Gue aja sampe pangling liat lo." Mifta menepuk pundak Rifa
"Ah lo bisa aja Mif. Lo juga cantik bgt malem ini. Beda dari biasanya."
"Hahaha iyalah, masa iya gue ke sklh harus dandan kayak begini. Dikira sekolah model kali hahaha."
"Hahaha iya juga sih. Yaudah yuk berangkat sekarang."
Aku gelisah, Rifa belum juga datang. Apa aku hanya terlalu berharap saja yaa kalau Rifa akan ke pesta promnight bersamaku malam ini. Lagi pula kan Rifa nggak pernah janjiin akan pergi berdua bersamaku.
"Mau kakak anter aja?"
Sekali lagi aku melirik jam dinding yang ada diruang tamu. Memastikan jarum jam yang aku lihat tidak salah. Aku mengangguk mengiyakan ajakan Youngmin.
Aku naik kedalam mobil Youngmin yang terparkir dihalaman. Mobil Youngmin melaju dengan perlahan dan meninggalkan halaman rumah.
"Have fun yaaa.."
"Thanks ya kak.."
Aku membuka pintu dan turun dari mobil, tak lupa kuberikan Youngmin sebuah senyuman.
Dari balik pagar aku melihat Rifa dan Mifta yang sedang mengobrol berdua didepan loby sekolahh. Aku berusaha bersembunyi dan mencoba menguping pembicaraan mereka.
Rifa menggenggam kedua tangan Mifta dengan lembut.
"Mif mungkin ini waktu yang tepat buat gue ngomongin hal ini ke lo."
"Emg nya lo mau ngomong apa Fa? Kayanya serius bgt."
"Gue suka sama lo Mif. Dari dulu gue memendam perasaan ini ke lo. Cuma selama ini gue msh blm berani buat ungkapinnya ke lo."
"Apa? Lo becanda kan Fa? Mana mungkin lo bisa suka sama gue? Gak mungkin banget!"
"Ga ada yg ga mgkn Mif. Buktinya sekarang gue suka sama lo, gue sayang sama lo Mif.." Rifa menatap mata Mifta
"Tapi kenapa? Kenapa lo harus suka sama gue? Selama ini gue udah nganggep lo sebagai kakak gue sendiri Fa."
"Tapi waktu itu lo pernah bilang kan sama gue kalo lo sayang sama gue?"
"Gue emg sayang sama lo Fa. Tapi sayang sebagai temen biasa. Gue bukannya ga suka sama lo, siapa gitu kan yang ga suka sama orang sebaik lo. Maka dari itu lo udah gue anggep sebagai kakak gue sendiri. Maaf Fa, gue gak bisa terima cinta lo. Ya, emg gue baru putus sama Fendy. Tapi bukan berarti gue bisa terima cinta lo Fa.."
Rifa melepas genggaman tangan Mifta.
"Lo sadar gak Fa? Selama ini ada cewek yang bener-bener sayang sama lo, tulus sayang sama lo Fa. Dia selalu berharap bisa deket sana lo kaya lo deket sama gue. Dia selalu menanti itu dari dulu Fa. Emang nya lo gak sadar? Selama ini Aurel suka sama lo, dia sayang sama lo melebihi seorang temab!!"
"Gak mungkin!!"
"Gak ada yg gak mungkin!!"
"Tapi kenapa bisa dia suka sama gue? Gue gak percaya! Lo pasti bohong kan sama gue?"
"Itu karna lo gak pernah sadar dan gak pernah peka sama Aurel. Kalo dia gak sayang sama lo, buat apa waktu itu dia bela-belain ke kantin pas lagi hujan cuma buat beliin lo makanan. Buat apa dia capek-capek nyalin pr nya buat lo, dan ternyata pr yang dia salin ke buku lo itu lo kasih buat gue? Dan saat itu lo tega boongin dia kan? Buat apa dia masakin bekel buat lo tapi akhirnya bekel itu lo kasih ke gue? Gue ngerti banget perasaannya Aurel Fa. Gue bisa rasain yg dia rasain. Lo seharusnya bisa rasain itu!!"
Rifa tdk menyangka jika pr perempuan yang selama ini sdh ia anggap sebagai sahabatnya sendiri menyukai bahkan diam-diam menyayanginya. Menyayanginya lebih dari seorang sahabat. Rifa tidak tau harus bagaimana. Walau hatinya menyetujui apa yang dikatakan oleh Mifta baru saja.
'Selama ini Aurel memang baik kepadaku. Apapun yang aku minta pasti selalu dilakukan oleh Aurel. Tapi aku sama sekali tidak pernah memikirkan tentang bagaimana perasaan yang sesungguhnya kepadaku seperti apa.' Batin Rifa.
Aku tak kuasa menahan tangis. Air mata membanjiri kedua pipiku.
Rifa menoleh ke arahku yg sedang berdiri tepat dihadapannya dan Mifta.
"Aurel.."
"Gue udh duga Fa, selama ini lo suka sama Mifta. Gue emang sayang sama lo. Gue emang peduli sama lo.. Tapi nggak gini Fa. Sakit banget Fa rasanya. Tapi gue gak mungkin juga buat pakasain lo untuk cinta sama gue, sayang sama gue. Gue cuma pengen lo tau aja kok Fa." Aku menyeka air mataku dan berusaha untuk berhenti memangis.
"Gue minta maaf Rel.. Gue tau gue salah. Gue gak pernah ngertiin perasaan lo kayak gimana."
"Udah cukup Fa. Selama ini gue udah berusaha untuk gak nangis didepan lo. Tapi sekarang ga bisa. Udah ya, mungkin sampai kapan pun gue ga akan pernah bisa untuk milikin lo. Gue pergi..."
Aku membalikkan badan dan berjalan menjauhi mereka.
"Kejar Aurel Fa! Kejar!!"
Rifa berusaha mengejarku yang sudah terlalu jauh berjalan. Ia menghentikan langkah kakinya. Melihat sahabatnya -aku- yang sudah ada di tengah jalan raya.
Matanya terbelalak, jantungnya berdegup lebih kencang dari sebelumnya. Rifa berusaha berlari lagi untuk mengejar perempuan yang mulai ia cintai, aku.
Aku berada tepat ditengah jalan yang sedang lengah. Namun sebuah cahaya membuat mataku silau. Aku berusaha menutupi mataku dengan kedua telapak tanganku.
Kejadian itu begitu cepat. Sebuah besi besar menghantam tubuhku didepan sebuah mesjid yg ada ditepi jalan. Tubuhku tergeletak tak berdaya dengan darah yg mulai bercucuran. Bau darah ini sangat menyengat dihidungku. Aku berusaha menahan sakit disekujur tubuhku. Mob yang baru saja menabrakku berusaha pergi.
"Rifa... Rifa..."
Rifa berlari menghampiriku, didekapnya tubuhku yang penuh luka dan darah. Ia menangis sambil terus mendekap tubuhku.
"Gue mohon Rel jangan tinggalin gue.. Bangun Rel. Jangan pergi!!!"
"Sampai kapan pun, gue tetap sayang dan cinta sama lo Fa. Walaupun lo sama sekali gak pernah mencintai dan menyayangi gue.." kataku dengan sisa tenaga yang kumiliki.
Rifa menggelengkan kepalanya, "Nggak Rel nggak!! Gue cinta sama lo. Gue sayang sama lo. Gue mohon jangan pergi. Jangan pernah tinggalin gue Rel.. Gue mohon!!"
Aku mengusap air matanya yang berlinang diwajahnya. Lalu aku berusaha tersenyum untuknya.
"Jangan nangis lagi Fa. Gue gak mau liat lo sedih. Janji, jaga diri lo baik-baik. Gue.. Gue per..gi.."
"Aure....l...... Jangan pergi!! Jangan pergi!!"
***
Proses pemakaman berjalan diringin semilir angin yang membuat sejuk. Rifa tak henti menitihkan air matanya didepan makan sahabatnya.
"Maafin gue Rel.. Gue yang salah.. Gue yang gak pernah peka dan gak pernah ngertiin lo. Gue sadar ternyata selama ini gue sayang sama lo. Sayangnya gue gak pernah menyadari itu. Dan sekarang gue udah terlambat. Gue udah kehilangan lo selama-lamanya. Hhh..." Rifa menghapus air matanya
"Gue janji, akan jaga diri gue baik-baik untuk lo, demi lo. Lo juga yang tenang yaa Rel disana. Janji, jangan pernah lupain gue. Gue sayang sama lo.." Rifa bangun dan menatap makan Aurel sembari berusaha tersenyum. Ia membalikkan badannya.
Matanya terbelalak saat melihat seorang perempuan memakai baju serba putih berdiri dihadapannya sembari tersenyum kepada Rifa.
"A.. Aurel!?"
The end......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar