Senin, 21 Desember 2015
[FF] Obsession
Title: Obsession
Author: Han Rae Hwa
Rating: PG
Genre: Romance, Friendship, Songfic (Boyfriend - Obsession)
Main Cast:
Lee Jeongmin
Choi Ha Soo (OC)
Other Cast
Shim Hyunseong
Kabut seakan meyelimuti wajahku. Aku tidak bisa menyembunyikannya. Semuanya terlihat jelas. Bahkan aku tak dapat menyangkalnya. Air mata dengan begitu saja mengalir di pipiku. Aku tak bisa lagi menjadi ragu untuk mengatakannya padamu. Kau membuat tangan lembut ini menjadi basah.
Aku terpaku di sebuah taman pada malam yang sepi dan dingin dengan guyuran hujan yang menerpa tubuhku. Aku terpaku dalam lamunan panjang yang tiada akhir. Tak peduli pada komentar beberapa orang yang tengah berteduh di area taman. Juga sama sekali tak peduli dengan keadaanku sendiri. Sakitpun aku tak mengapa. Karena sejujurnya sakit di hatiku jauh lebih terasa menyiksa dibandingkan dengan sakit demam karena kehujanan.
***
Aku menghela napas panjang dan menghembuskannya dengan berat. Kupandangi terus seorang yeoja di hadapanku yang tengah terbaring lemah dengan selang oksigen yang terpasang di hidungnya juga infusan yang menempel di tangan kirinya. Dengan perban yang menuupi sebagian kepalanya. serta perban yang juga melingkari kakinya yang patah. Sudah tiga hari ia terus seperti itu, tanpa sedikitpun ada tanda-tanda ia akan membuka kedua matanya.
Aku benar-benar terhenyak saat eomma Ha Soo mengabariku kalau anak perempuannya itu masuk rumah sakit. Ha Soo mencoba bunuh diri dengan melompat dari balkon lantai dua rumahnya. Orang tuanya lekas membawa Ha Soo ke Rumah Sakit terdekat. Dokter mengatakan kalau salah satu kakinya patah dan tidak ada jaminan untuk bisa sembuh. Sementara itu ia mengalami pendarahan di otak yang membuat keadaannya kritis. Aku tau alasan kenapa Ha Soo mencoba untuk bunuh diri. Itu semua pasti karena Jae Ah. Dia yang telah membuat Ha Soo terluka sepeti ini. Tidak hanya batinnya saja, tetapi juga fisiknya ikut terluka. Hatiku bagai teriris, begitu sakit dan terluka.
Choi Ha Soo. Dia adalah seseorang yang telah merubah segalanya. Setelah kehidupanku yang mulai tak lagi berwarna dan semakin berlalu dengan tidak jelas. Semenjak kedua orang tuaku memilih untuk berpisah juga aku harus kehilangan yeo-dongsaengku yang tidak terima akan keputusan perceraian itu. Ia kabur dari rumah dan tak lama setelah itu tiba-tiba saja aku mendapat kabar kalau Yoo Ri, yeo-dongsaengku telah pergi meninggalkanku ke surga. Di saat itu aku benar-benar sangat terpukul. Hidupku seakan tak ada gunanya lagi. Juga di saat aku harus memilih, bersama siapa aku harus tinggal. Karena perceraian itu adalah akibat dari perbuatan Appa yang berselingkuh di belakang Eomma dan mulai memperlakukan kami dengan kasar, akhirnya aku memutuskan untuk tinggal bersama Eomma. Karena hanya aku yang bisa menjaga malaikat tanpa sayap yang telah melahirkanku ke muka bumi ini.
Ha Soo membuat hidupku kembali berwarna dan menghilangkan warna kelabu itu. Ia yang selalu memberiku dorongan, dukungan serta semangat untuk tetap melanjutkan hidup dengan baik. Demi eomma, aku mampu bertahan di keluarga kecil kami. Meski tanpa sosok seorang Appa juga Yoo Ri yang telah hidup dengan damai di alam yang berbeda dengan kami. Ha Soo juga yang telah membuat Eomma jauh lebih kuat menerima semua kenyataan ini. Aku tidak bisa membayangkan jika saat itu Ha Soo tidak datang di kehidupanku. Entah apa aku bisa berdiri menjalani perusahaan yang kubangun sendiri dengan jerih payahku selama ini. Mungkin saja aku dan Eomma sudah mati karena aku tidak berusaha untuk bangkit dari keterpurukan.
Meskipun pada saat itu aku masih belum bisa untuk memiliki Ha Soo seutuhnya. Setidaknya tali persahabatanlah yang dapat menyatukan kami. Tapi tak bisa kupungkiri kalau perasaanku padanya tidak bisa berhenti pada sebuah status persahabatan.
***
Beberapa hari yang lalu…
Sebuah malam di mana Ha Soo datang ke rumahku dengan air mata yang bercucuran. Wajahnya merah disertai isakan tangis yang membuatku semakin kalut dengan keadaannya. Ia menatapku sejenak kemudian memelukku dengan erat dan menangis sejadinya dalam pelukanku. Aku mengernyitkan kening, sambil merentangkan tangan untuk membalas pelukannya. Kuusap punggungnya beberapa kali dengan mencoba meredakan tangisnya.
“Ada apa?” Tanyaku penasaran juga penuh kekhawatiran. Ha Soo tidak menjawab pertanyaanku. Ia justru terus melanjutkan tangisnya, “Jawab pertanyaanku Ha Soo! Ada apa? Apa yang terjadi padamu?”
Perlahan Ha Soo melepaskan pelukannya dari tubuhku. Tanpa mengusap wajahnya yang basah, ia terus terisak. Tak peduli dengan aku yang terus bertanya padanya. Malam makin larut dan udara semakin dingin, terlebih akibat hujan yang turun tadi sore dan baru berhenti sekitar pukul tujuh malam. Aku mengajaknya masuk ke dalam rumah dan memberikan ia sekotak tisu juga teh hangat. Ia menyeruput teh itu sedikit lalu menaruh gelasnya dimeja.
“Jelaskan padaku. Ada apa? Apa yang sebenarnya terjadi?”
“Aku habis dari gedung agensi Jae Ah.”
Aku mengernitkan kening, “Untuk apa?”
Ha Soo menunduk. Aku bisa merasakan helaan napas panjangnya. Ia mengambil ponsel dari saku blazernya lalu memberikannya padaku. Ia menatapku dengan nanar. Aku mengernyit, menerima ponsel miliknya yang aku sendiri tidak tahu apa yang akan ia tunjukan padaku.
Mataku terbelalak dan menutup mulut dengan sebelah tanganku. Aku terkejut saat melihat beberapa foto yang terdapat di sebuah galeri foto yang ada di ponsel Ha Soo. Seorang namja yang sangat familiar di mataku tengah berpelukan mesra dengan seorang yeoja di sebuah rumah sakit ternama di kota Seoul. Mereka begitu menampakan kemesraannya tanpa tahu ada seorang paparazzi yang tengah memotretnya secara diam-diam. Dan aku tidak mengenal siapa yeoja itu. Aku tahu pasti kalau inilah sebabnya mengapa Ha Soo mendatangiku malam-malam begini diiringi isakan tangisannya.
“Siapa yeoja ini? Apa kau mengenalnya?” tanyaku dengan hati-hati. Takut menyinggung perasaan Ha Soo.
Ha Soo mengangguk pelan, “Dia anak dari CEO di agensi di mana Jae Ah bernaung. Aku tidak tau sudah berapa lama mereka berhubungan di belakangku seperti itu. Tapi Jae Ah bilang ia hanya ingin menarik perhatian yeoja itu agar CEO-nya mau mendebutkannya di Amerika..” ujarnya dengan suara yang parau. Itu membuat hatiku terhenyak dan sakit.
“Kau bertemu dengan Jae Ah? Kapan?”
“Tadi setelah aku mengambil foto-foto itu. Jae Ah melihatku dan menarikku menjauh dari yeoja itu. Saat kutanyakan siapa yeoja itu, jawaban yang kubilang tadilah yang kudapat darinya. Aku tidak percaya Jeongmin-ah! Akhir-akhir ini juga banyak sekali teman-temanku yang memergoki mereka tengah berduaan di tempat umum. Lalu.. Salah satu temanku tak sengaja melihat mereka memasuki sebuah hotel..” jelasnya dengan wajah yang semakin terlihat sendu.
“Aku tidak tahu apa yang mereka lakukan di hotel itu.. Aku.. Aku…”
Ha Soo menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Air matanya kembali berlinang di balik kedua tangannya. Ia kembali menangis tersedu hingga terisak. Aku benar-benar tidak kuat melihatnya seperti ini.
Kupeluk Ha Soo dan benar-benar mendekapnya dengan erat. Benar-benar kejam sekali namja bernama Jae Ah itu hingga membuat yeoja sebaik Ha Soo tersakiti seperti ini.
“Hentikan tangisanmu Ha Soo-ya! Aku akan kembalikan semua keadaan seperti semula! Sebelum kau tersakiti seperti ini.. Aku tidak bisa menahannya lagi!” tukasku.
“Jangan menyakitinya! Jebal…” lirihnya ketika tubuhnya terlepas dari dekapanku.
“Aku katakan yang sesungguhnya.. Kau terlalu baik untuknya! Mengapa kau harus hancur hanya untuk lelaki sepertinya?” gerutuku.
‘Aku ingin untuk terus melindungimu.. Memelukmu dengan erat Ha Soo..’
“Dia tidak mengerti apa-apa tentangmu! Dia tidak tahu betapa berharaganya dirimu! Dengarkan aku… Semua ini bukan cinta!”
Ku usap wajahnya dengan kedua tanganku seraya menatapnya dengan lekat, “Aku akan membalaskannya untukmu.. Tenanglah Ha Soo.. Kau tau?! Air matamu yang mengalir membuat hatiku sakit… Mengapa kau seperti ini? Lihatlah aku! Aku tidak bisa membiarkanmu seperti ini Ha Soo!”
‘Buang semua itu dan lihatlah dirimu. Semua ilusi bodoh ini, mengapa kau begitu keras kepala? Mengapa kau harus mengalami semua ini Apa yang terjadi padamu?’
Kembali kupeluk Ha Soo yang langsung dibalas olehnya. Setidaknya Ha Soo bisa meredakan tangisnya saat bersamaku. Itu sudah cukup membuatku bahagia. Diam-diam, di dalam hatiku, aku berjanji untuk bisa memilikinya. Seutuhya.
‘Aku hancur melihatmu seperti ini! ingat Ha Soo.. Aku akan selalu disini, disetiap kau membutuhkanku. Kau tidak perlu merasa takut lagi..’
‘Kau membingungkan, perempuan sepertimu.. Kau menakjubkan, perempuan sepertimu.. Kau membuatku lelah, perempuan sepertimu.. Kau bahkan tidak tahu apa yang akan kau katakan lagi… Mengapa kau terus bersamanya? Bahkan setelah semua sakit ini, kau masih bisa memeluknya.’
***
Aku menyesal karena sampai saat ini aku belum bisa membalas luka Ha Soo pada Jae Ah. Dia menghilang setelah Ha Soo masuk rumah sakit. Aku baru tahu kalau ternyata Jae Ah diam-diam melakukan pernikahan dengan yeoja anak dari CEO di agensi yang menaunginya itu. Setelah itu mereka tidak ada kabar. Pasti itu penyebab kenapa Ha Soo melakukan bunuh diri. Sungguh, benar-benar keji namja seperti Jae Ah. Ha Soo benar-benar salah memilih seseorang untuk dijadikan kekasihnya. Ha Soo telah dibutakan oleh cintanya.
Aku terduduk di kursi yang posisinya berada tepat di samping ranjang tempat Ha Soo di rawat. Mataku terasa perih. Mungkin bengkak akibat tangisku semalam. Ah, aku jadi ingat tentang mimpiku tadi malam. Mimpi yang membuatku tak hentinya menangis mungkin hingga berjam-jam lamanya. Ha Soo datang ke dalam mimpiku. Ia mengatakan kalau ia tak akan bisa bertemu denganku lagi karena jalan yang kita pilih berbeda. Selama dalam tangisan itu aku mencoba berpikir. Bahkan aku mencoba mengaitkannya dengan kenyataan yang sebenarnya, dan aku paham. Aku tidak tahu Ha Soo akan bertahan berapa lama lagi. Mengingat keadaannya yang masih kritis. Yang kutahu kemungkinannya untuk bisa sembuh sangat kecil.
Kugenggam tangan sebelah kanan Ha Soo, mengelusnya beberapa kali. Rasanya masih tetap sama seperti sebelum-sebelumnya. Kutarik sudut bibirku hingga menyimpulkan sebuah senyum tipis. Hingga tak terasa air mataku mulai jatuh berlinang. Pandanganku menjadi agak buram dan tidak jelas akibat air mata yang mengumpul di seluruh bagian mataku. Aku berusaha menajamkan penglihatanku pada Ha Soo. Entah hingga berapa lama lagi aku masih bisa memandang wajahnya yang cantik dan menawan.
Tiba-tiba saja aku melihat Ha Soo menggerakkan kelopak matanya. Apa itu hanya halusinasiku saja, karena penglihatanku agak buram? Ataukah Ha Soo benar-benar hendak membuka kedua matanya setelah tak sadarkan diri dari tiga hari yang lalu?
“H-ha Soo?!” Jantungku berdebar sangat kencang.
“Jeongmin…”
Tak salah lagi. Ha Soo memanggil namaku walaupun dengan suaranya yang sangat pelan. Tapi aku yakin kalau itu adalah suara Ha Soo. Ha Soo sudah siuman.
Kutepis air mata yang akan jatuh dan mengusap habis seluruh air mata dipipiku.
“Ha Soo, kau sudah siuman!?” Tanyaku memastikan.
Ia tersenyum tipis, “Apa kau menungguku disini?”
Aku mengangguk sambil memperlihatkan senyumku untuk Ha Soo.
“Mianhae Jeongmin-ah, aku selalu merepotkanmu. Aku selalu menyusahkanmu ya?”
“Aniya! Kau sama sekali tidak merepotkan, atau bahkan menyusahkanku sedikitpun. Kau lupa ya, kita kan bersahabat. Aku akan melakukan apa saja untukmu Ha Soo…”
“Maka dari itu aku ingin meminta maaf padamu,” Ia tertegun sebentar lalu kembali memandangku dengan tersenyum. Senyumnya sangat manis. Senyum yang selalu kurindukan setiap saat. Jujur aku sangat takut untuk kehilangan senyuman itu.
“Terimakasih banyak karena selama ini kau selalu ada disisiku. Hingga kau rela bermalam selama berhari-hari di Rumah Sakit untukku.”
“Itulah gunanya sahabat,” kataku getir. Jujur aku tidak suka mengatakan kata-kata itu padanya. Jauh di lubuk hatiku, ada sesuatu yang mengganjal, yang membuatnya sakit.
“Ha Soo..”
“Ne!?”
Ada beberapa hal yang ingin kukatakan pada Ha Soo. Mungkin banyak sekali yang ingin ku ungkapkan. Tapi seperti ada permen karet tebal yang sangat lengket, yang menempel di tenggorokkanku. Menahan semua kalimat yang ingin ku utarakan padanya. Tuhan, aku ingin ia tau perasaanku, bahwa aku sangat mencintainya. Bantu aku agar aku bisa mengutarakan semuanya.
“A.. Aku.. Aku..”
Aku tidak berani untuk menatap kedua matanya. Dadaku terasa sesak. Sesaat napasku menjadi agak susah dan tak beraturan. Seketika ia menarik tangan kanannya yang berada dalam genggamanku. Ia juga mengangkat tangan kirinya dan mendaratkan ke kepalanya, hingga kini kedua tangannya berada tepat di kepalanya. Matanya terpejam. Aku membaca dari ekspresi wajahnya, ia nampak merasa kesakitan. Aku menyimpulkan, sepertinya rasa sakit itu hinggap kembali.
“H-ha Soo?!”
Aku benar-benar tidak tega melihatnya seperti itu. Aku tidak sanggup tiap kali melihat ia merasa kesakitan seperti sekarang.
Dengan tangan yang gemetar, aku segera memencet sebuah tombol yang gunanya untuk memanggil suster ataupun dokter tanpa harus keluar ruangan terlebih dahulu.
Kusentuh pundaknya dan mengelusnya beberapa kali. Seraya terus memandangnya dengan penuh kecemasan.
“Bertahanlah Ha Soo.. Kumohon.. Bertahanlah..”
Tak berapa lama seorang perawat datang dan menghampiriku sambil bertanya padaku, ‘ada perlu apa aku memanggilnya’. Kujelaskan tentang keadaan Ha Soo dan menyuruhnya untuk melihatnya sendiri. Ia memeriksanya sebentar lalu berlari keluar ruangan. Ia bilang, ia akan kembali bersama dokter.
“Ha Soo..” gumamku pelan. Kudekap tubuhnya dengan erat. Tak peduli ia sedang merasa kesakitan. Aku terus mendekapnya. Berusaha memberikan rasa nyaman untuknya. Ha Soo terus meringis kesakitan. Sepertinya rasa sakitnya sudah berada di tingkat paling atas. Tangisku makin menjadi.
Suster yang tadi datang kembali dengan seorang dokter dan seorang perawat lainnya, diikuti kedua orang tua Ha Soo dan oppa-nya dari belakang. Raut wajah mereka dihiasai dengan penuh rasa kekhawatiran.
“Tolong menjauhlah dari pasien. Kami akan memeriksanya!” perintah dokter.
Tanganku masih berada di tubuh Ha Soo, masih mendekapnya. Kakiku benar-benar tidak bisa bergerak. Tapi Hyunseong hyung -oppa-nya Ha Soo- menarik tubuhku untuk menjauh dari Ha Soo, seperti apa yang disuruh oleh dokter. Kini dokter dan kedua perawat itu memeriksa keadaan Ha Soo tanpa meminta kami untuk keluar ruangan.
“Apa Ha Soo akan baik-baik saja dok?” Tanyaku pada dokter yang tengah sibuk dengan beberapa alat yang berada tak jauh darinya. “Dokter jawab pertanyaanku!” Kataku sedikit membentak. Namun tak ada yang peduli dengan pertanyaanku, meskipun aku tau kalau kedua orang tua Ha Soo dan juga Hyunseong hyung akan menanyakan pertanyaan yang sama, atau sekedar hanya ingin tau jawabannya.
Belum pernah aku sekalut ini. Belum pernah aku setakut ini. Selama persahabatan kami, yang kutahu kami akan selalu bersama-sama tanpa takut akan kehilangan satu sama lain. Meskipun Saat itu Ha Soo telah memiliki seorang kekasih, tapi tak membuatku takut akan kehilangan sosoknya. Tidak seperti saat ini. Semuanya nampak sangat berbeda.
“Apa Ha Soo akan baik-baik saja, hyung?” ujarku pelan.
Hyunseong hyung menggelengka kepala, “Aku tidak tahu… Doakan saja yang terbaik untuknya. Semoga Ha Soo bisa melewati semua ini.”
Aku agak kecewa dengan jawabannya. Aku hanya ingin ia menjawab kalau Ha Soo akan baik-baik saja. Aku juga ingin dokter itu pun mengatakan hal yang sama padaku. Mungkin aku egois. Tapi hanya itu yang dapat membuatku jauh lebih tenang.
Tapi sepertinya yang dikatakan oleh Hyunseong hyung benar. Ha Soo pasti mampu melewati semuanya. Aku bisa mengatakan seperti itu karena Ha Soo telah meyakinkanku akan perkataan Hyunseong hyung. Ha Soo terdiam. Tak ada lagi suara ringis kesakitannya seperti tadi. Kedua matanya terpejam. Bibirnya tertutup rapat. Alat yang menunjukkan detak jantung Ha Soo kini hanya terlihat garis lurus yang terus berjalan. Raut wajah dokter dan kedua perawat itu seperti mengisyaratkan akan sesuatu. Aku tau apa yang mereka isyaratkan lewat raut wajah itu. Sebuah penyesalan. Yaa… Tak ada lagi selain rasa penyesalan seorang dokter ketika pasien yang ia tangani harus menemui ajalnya. Menemui kehidupan barunya di alam yang lain.
“Kami benar-benar minta maaf.. Dan kami benar-benar menyesal. Kami sudah berusaha semampu yang kami bisa. Namun kehendak Tuhan lebih kuat dari apa yang telah kami usahakan. Sekali lagi kami minta maaf yang sebesar-besarnya,” Dokter dan kedua perawat itu membungkukkan tubuhnya di hadapan kami.
Aku menoleh ke arah Ahjumma dan Ahjussi yang tengah menangis, saling berpelukan menerima kenyataan kalau anak bungsunya harus pergi di usia yang masih terbilang remaja. Bahkan sudah mendahului mereka menemui ajalnya.
Aku tau mereka tak akan pernah menuntut dokter itu untuk mengembalikan nyawa Ha Soo. Kalaupun bisa, dokter itu pun akan langsung melakukannya tanpa perlu diminta oleh orang tua Ha Soo terlebih dahulu.
Saat ini seluruh panca inderaku seakan mati rasa.
“Ha Soo..” desisku lemah sambil melepaskan dekapanku dari Hyunseong dan berjalan dengan menyeret kedua kakiku, menghampiri Ha Soo yang tengah ditutupi selimut putih oleh dua perawat itu. Aku menepis tangan salah seorang perawat. Kudekap Ha Soo, dengan selimut yang hampir menutupi wajahnya.
TBC~
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
My Strength

Tidak ada komentar:
Posting Komentar