Title: Caffeine (Spesial untuk ulang tahun Bora Sistar)
Author: Han Rae Hwa
Genre: Romance, Hurt/?, Songfic (Yang Yoseob - Caffeine)
Rating: T
Length: Oneshoot
Main Cast: Jo Youngmin, Yoon Bora
Other Cast: Hyolyn, Soyou, and Dasom
Author POV
Showcase berakhir dengan tepukan tangan yang sangat meriah dari para Star1 –sebutan untuk para fans Sistar. Hyolyn cs sukses membawakan lima buah lagu yang terdapat di album terbarunya. Terutama lagu andalannya yang berjudul Shake It. Mereka senang karena antusias para Star1 sangat besar terhadap showcase ini.
Keempat member Sistar itu membungkukan badan, memberi tanda hormat seraya mengucapkan terimakasih kepada Star1. Setelah itu mereka turun dari atas panggung dan berbaur dengan para Star1. Semua Star1 yang datang menyaksikan showcase mereka memberikan ucapan selamat atas perilisan mini album baru keempat yeoja cantik nan seksi itu. Tak sedikit juga yang membawa buah tangan. Entah itu sebuah hadiah, kue tart, atau makanan lainnya sebagai tanda dukungan dan rasa kasih sayang mereka terhadap Sistar.
Hyolyn, Dasom, dan Soyou tengah asik bercengkrama dengan para Star1, begitu juga dengan Bora. Tapi sesaat pandangan Bora justru langsung beralih pada seorang namja yang tengah berdiri memperhatikan layar kameranya di belakang kerumunan para Star1. Ia berjalan menjauh dari para Star1 dengan menyipitkan kedua matanya, memfokuskan pandangan pada namja itu. Langkahnya begitu pelan seperti orang yang sedang mengendap-endap. Hingga langkahnya berhenti dengan tiba-tiba ketika sorot matanya begitu jelas melihat siapa sosok namja yang kini berdiri di hadapannya itu.
“Y-Youngmin?!”
Namja itu mengalihkan pandangan dari kameranya kepada Bora.
“Bora.. Apa kabar?” Sapa orang bernama Youngmin itu.
“A-aku baik. Kau sendiri?”
“Aku baik.” Youngmin tersenyum kecil. Senyuman yang selalu dirindukan oleh Bora. Senyuman yang dulu pernah menjadi senjata andalan ketika rasa lelah, sedih, takut tengah melandanya.
“Sudah lama sekali kita tidak bertemu.”
Bora mengangguk dengan gerakan kepala yang kaku, mengiyakan perkataan Youngmin.
“Kau.. Sedang apa di sini?” tanya Bora dengan gugup.
Youngmin memberikan tanda pengenalnya sebagai photographer di salah satu stasiun televisi ternama. Senyumnya kembali merekah. Bora pun ikut tersenyum ketika melihat tanda pengenal yang ditunjukan oleh Youngmin.
“Jadi keinginanmu menjadi seorang photographer sudah terwujud?”
Youngmin mengangguk dengan senyuman yang belum hilang dari wajah tampannya. Raut wajahnya menampakan kebanggaannya dengan pekerjaannya itu.
“Dan kau juga sudah meraih mimpimu sebagai seorang penyanyi terkenal.”
“Aaa… Aku seorang rapper, bukan penyanyi.” Ralat Bora. Sementara Youngmin hanya tersenyum malu sambil mengangguk membenarkan.
Author POV end
Bora POV
Sudah lama sekali aku dan Youngmin tidak pernah bertemu. Mungkin sudah hampir lima tahun sejak aku dipilllih untuk mengisi posisi sebagai rapper di Sistar. Rasanya canggung sekali bertemu lagi dengannya saat ini. Pertemuan yang tak pernah kusangka sebelumnya. Bahkan aku juga belum siap untuk bertemu dengannya lagi sejak lima tahun terakhir ketika sosoknya menghilang begitu saja.
Setelah aku debut bersama Sistar, Youngmin yang saat itu masih menjadi seorang trainee di Starship memilih untuk meninggalkan agensi yang sama-sama menaungi kami. Aku pernah mendengar kalau Youngmin berhenti menjadi trainee karena ingin menggapai mimpinya yang lain, bukan menjadi seorang penyanyi melainkan menjadi seorang photographer. Youngmin juga pernah bilang padaku kalau mimpi terbesarnya adalah menjadi serang photographer handal yang terkenal. Aku ingat betul saat aku memutuskan untuk melepasnya dari hatiku demi karir yang selama ini kukejar. Setelah itu Youngmin menghilang begitu saja dan tidak pernah sedikitpun menampakan dirinya di depanku. Dan entah kenapa aku justru merasa menyesal dan kecewa pada diriku sendiri. Aku merasa bodoh karena telah melepasnya begitu saja dari hatiku. Rasanya aneh ketika dia menghilang dari kehidupanku.
Entah kenapa pendingin ruangan menjadi sangat ‘ganas’setelah aku turun dari atas panggung. Bayangkan saja, lagi-lagi aku harus mengenakan T-Shirt ketat tanpa lengan yang panjangnya hanya di bawah dada dengan celana super pendek. Seharusnya aku terlebih dahulu mengambil blazerku sebelum turun dan menyapa para Star1. Akhirnya aku berusaha mendekap tubuhku sendiri, mencari secuil kehangatan. Namun Youngmin segera melepaskan tuksedo hitamnya dan memberikannya padaku.
“Pakailah… Kau bisa sakit jika terus memakai pakaian seperti ini di ruangan yang ber-AC.”
“Terimakasih…” Ujarku sambil mengambil tuksedo milik Youngmin dari tangannya, “Ini sudah menjadi kebiasaan dalam pekerjaanku.” Lanjutku lalu langsung mengenakannya di tubuhku. Rasanya hangat. Harum aroma tubuhnya tercium begitu jelas lewat indera penciumanku. Aku sangat rindu aroma tubuhnya.
“Jha… Karena pekerjaanku sudah selesai, aku harus kembali ke kantor untuk mengerjakan pekerjaan yang lain.” Ujarnya sambil memasukan kamera miliknya ke dalam tas.
“Sampai jumpa.”
“Tunggu,” Aku segera menggenggam lengannya sebelum ia pergi, “Tidak bisakah kita minum cappuccino sebentar?”
“Kurasa para Star1 masih ingin bercengkrama denganmu. Sampai jumpa Yoon Bora,” dan Youngmin pun pergi tanpa bisa kucegah.
Aku cukup kecewa dengan pertemuan yang cukup singkat ini. Seandainya saja aku bisa menghentikan waktu, aku akan hentikan waktu yang tengah berjalan walau hanya satu detik. Karena belum tentu aku bisa bertemu dengannya lagi seperti sekebetulan tadi. Tapi…
Aku mendelik ke tuksedo yang kukenakan, “Tuksedo ini yang akan menggantikan keberadaanmu Youngmin.”
“Ya! Bora! Kemarilah! Kita befoto bersama para Star1!” seru Hyolyn dari atas panggung, dan aku pun segera menghampiri mereka.
***
Hentakan jarum jam terdengar begitu nyaring. Ternyata sudah menunjukan pukul 01.00 dini hari. Sudah seharusnya aku tertidur nyenyak. Bahkan aku sudah menghitung semua domba di kepalaku. Entah bagaimana caranya lagi agar aku bisa tertidur. Ku ubah posisi tidurku yang tadinya menghadap ke samping kanan, kini menjadi terlentang. Kutatap langit-langit atap kamarku yang terlihat gelap dan mencoba menggambarkan wajahnya.
Dalam benakku, aku masih belum bisa menghapus sosoknya. Terlebih ketika pertemuan singkat tadi. Sikapnya menjadi berubah padaku, yang dulunya sangat hangat sekarang sedang bermertamorfosis menjadi dingin. Yaa, mungkin sebentar lagi sikapnya padaku akan sedingin bongkahan es di musim dingin. Bahkan dia menolak tawaranku untuk minum cappuccino. Padahal dulu Youngmin tak pernah menolak ajakanku minum cappuccino dan menghabiskan senja besama-sama. Dulu, yaa dulu. Mungkin sekarang keadaannya sudah berubah. Atau mungkin Youngmin sudah memiliki seorang kekasih?!
“Andwae!!” ringisku di tengah kehampaan malam.
Aku mencoba untuk memejamkan mataku lagi. Tapi ketika aku memejamkan mata, sebuah kenangan akan masa lalu seakan terekam jelas. Terekam seperti sebuah film kisah cinta yang romantis dari sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta. Dulu kami masih sangat muda untuk menjalin cinta yang terjalin selama tiga tahun saat masih sama-sama menjadi trainee. Tapi rasanya begitu indah. Mungkinkah karena itu adalah cinta pertama yang kurasakan di dalam hidupku? Entahlah…
‘Bahkan lima tahun lamanya sejak kepergianmu, kau menyiksaku seperti ini.’
Cinta yang dulu tertanam bahkan belum terkikis sama sekali. Karena keegoisanku, kini cintaku pergi dan hilang. Mungkin Youngmin hanya melihatku dengan setitik luka yang berbekas karena aku yang melepasnya. Hanya karena aku tidak ingin terlibat scandal ketika awal-awal aku debut bersama Sistar. Tapi dia tidak tahu saja bahwa aku juga memendam luka begitu banyak. Aku yang memutuskan hubungan berpacaran yang diawali dengan pernyataan cintanya. Apa mungkin itu alasan mengapa Youngmin pergi meninggalkanku? Apa yang kulakukan salah? Ya. Yang kulakukan memang suatu kesalahan terbesar dalam hidupku. Padahal yang kuingin adalah hanya memutuskan hubungan berpacarannya saja, tapi tidak bermaksud untuk memutuskan cintaku padanya ataupun sebaliknya. Tuhan… Bagaimana aku bisa menjadi menyedihkan seperti ini?
Tanpa terasa pipiku sudah basah karena air mata yang mengalir begitu saja tanpa kuperintahi. Kupejamkan mataku dengan semakin erat, dan mencoba untuk melupakan semuanya yang ada di pikiranku saat ini. Selamat malam.
***
Lima bulan berlalu dengan begitu cepat, menyisakan kenangan baru yang masih belum terlampau oleh ingatan. Lima bulan yang telah kulalui dengan penuh kebohongan serta terlalu seringnya aku memakai topeng. Tidak. Tidak hanya lima bulan ini saja. Melainkan aku sudah memakai topeng dan melakukan kebohongan itu selama lima tahun lamanya sejak aku debut. Aku selalu memakai topeng yang penuh dengan keceriaan, tawa sana tawa sini, senyum sana senyum sini. Berpura-pura untuk merasa senang dan bahagia di depan seluruh orang yang pernah kutemui. Bahkan aku juga telah membohongi perasaanku sendiri. Jujur aku memang senang dan bahagia bila sedang bersama dengan orang-orang yang kusayangi dan menyayangiku. Tapi rasanya masih ada yang mengganjal di hatiku. Ada ruang kosong di hatiku yang mungkin sudah usang. Sosok yang mengisi ruang kosong itu telah pergi karena kebodohanku sendiri. Yeoja yang hidup dunia entertainment macam apa aku ini? Apa hanya aku saja yang seperti itu? Sampai sekarang aku belum menemukan orang yang seperti diriku.
Di tengah musim dingin seperti ini aku butuh kehangatan. Kehangatan yang bisa membuatku merasa nyaman dan tetap tinggal. Tapi di mana aku menemukan secuil kehangatan itu? Haruskah aku membakar perasaanku agar bisa terasa hangat? Tidak mungkin.
Langkahku di tengah kota dengan berusaha bersembunyi di balik kaca mata hitam yang besar dan tebal dari kerumunan orang, terhenti di sebuah café. Aku memaki kedua kakiku sendiri karena bisa-bisanya menghentikan langkahnya di depan café ini. Café di mana aku dan Youngmin selalu menghabiskan senja bersama. Memandangi langit berwarna jingga di tengah riuh suara burung gereja yang kembali ke peraduannya. Meminum secangkir cappuccino hangat saat musim dingin, dan menyeruput segarnya cappuccino ice saat musim semi. Menu sederhana untuk dua sejoli yang menemukan kebahagiaannya dalam kesederhanaan.
‘Aku jadi rindu.’ Gumamku dalam hati.
Aku tersenyum kecil dan melangkah masuk ke daam café yang masih belum terlalu ramai. Biasanya akan ramai saat jam pulang kerja, atau sekitar pukul 16.30 KST. Aku memilih duduk di sudut ruangan yang jauh dari keramaian anak-anak berseragam sekolah di dekat pintu maupun di tengah ruangan. Biasanya tempatku dan Youngmin singgah berada di lantai dua. Tapi aku sedang malas untuk naik ke lantai dua. Pada pukul segini banyak anak sekolah yang mendominasi lantai dua.
Seperti biasa –saat aku masih bersama Youngmin, aku memesan cappuccino hangat dengan toping irisan cokelat batangan yang rasanya tidak terlalu manis, pada seorang pelayan. Suasana di café ini masih sehangat seperti dulu. Ornamennya tidak ada yang berubah, tapi hanya ditambahkan beberapa wallpaper dan pajangan dinding. Pelayannya juga tetap sama, tapi ada beberapa pelayan baru yang turut bekerja di café ini. Aku sudah lama sekali tidak ke sini. Mungkin setelah aku putus dengan Youngmin. Karena setelah itu aku tidak ingin menggali kenangan akan masa laluku bersamanya. Tapi lagi-lagi aku harus membohongi perasaanku sendiri. Bahwa aku masih tetap mengingatnya, di manapun, kapanpun dan sedang bersama siapapun aku berada.
“Bora-shi, maukah kau bernyanyi untuk memeriahkan café ini? Kau senang bernyanyi di sini saat belum debut bukan?! Kau sering ke sini bersama kekasihmu.” Sapa seseorang yang suaranya sangat kukenal. Tuan Kim, manajer di café ini. Ia tiba-tiba datang saat aku sedang sedikit bernostalgia. Tuan Kim juga yang membawakan pesananku. Ia kembali mengingatkanku pada sosok Youngmin.
Sebetulnya aku sedang tidak mood untuk melakukan apapun selain bersantai di sini. Aku tidak enak hati sampai menolak tawarannya. Tuan Kim sudah mengenalku dengan baik ketika aku belum debut, dan dia juga adalah sosok yang sangat baik.
Aku tersenyum dan beranjak menuju panggung kecil tanpa menyentuh cangkir berisi cappuccino hangat pesananku. Suaraku memang lebih pas untuk rapp, tapi jangan pernah meragukan suaraku untuk bernyanyi. Karena Youngmin sering sekali memberikan dua jempolnya untukku ketika aku bernyanyi. Ya, Youngmin.
Tuan Kim menyediakan sebuah kursi untuk aku mendudukinya ketika bernyanyi nanti. Setelah mengetes apakah microfonnya menyala atau tidak, alunan musik pun terdengar dari pengeras suara dan aku mulai menyanyi lagu yang sedang ingin kunyanyikan. Mungkin lagu ini adalah lagu yang pas dengan perasaan yang kurasakan saat ini.
“…Uriga wae ibyeoringeonjido moreuneunde… Cause you’re caffeine, nan bamsae jam mot deulgo. Simjangeun gyesok twwigo geureodaga tto niga neomu mipgo. Like caffeine, meolliharyeogo haedo, ijeoboryeogo haedo.. Geureol suga, eojjeo suga eobtjanha…
You’re bad to me, so bad to me, oh boy you’re like caffeine
You’re bad to me, so bad to me, oh boy you’re like caffeine
You’re bad to me, so bad to me, oh boy you’re like caffeine
You’re bad to me, so bad to me, so bad to me, yeah…”
Tepukan tangan yang meriah kudapatkan ketika lagu yang kunyanyikan telah usai. Seusai seperti perjalanan cintaku dengan Youngmin. Sebuah lagu yang dibawakan oleh Yang Yoseob berjudul Caffeine dengan sedikit kuubah di beberapa bagian liriknya. Oh, mianhae Yoseob-shi.
Tuan Kim membungkukan tubuh, memberi hormat seraya berterimakasih banyak padaku karena telah menyanyi di cafénya. Ia berjanji akan memberikan diskon jika aku mau bernyanyi lagi di sini. Dan pesanan cappuccino-ku hari ini juga digratiskan. Aku cukup senang.
Aku beranjak menuju meja di mana cappuccino milikku belum kusentuh sama sekali. Tapi ada seorang namja yang duduk di salah satu kursinya. Seorang namja yang…
“Youngmin?!”
Belum sempat aku menyapanya karena jarak antara kami berjauhan, ia beranjak pergi dengan membawa kameranya dalam genggaman dan meninggalkan secarik kertas di atas meja. Aku menghampiri meja itu dan mengambil secarik kertas yang ia tinggalkan.
‘Cause You’re Like Caffeine…’
Tanpa kembali menyentuh cangkir cappuccino itu, akubergegas pergi, mencoba mengikutinya. Hingga keluar dari café pandanganku terus menyapu ke sekitarku, mencari sosok Youngmin yang langkah kakinya begitu cepat. Saat sorot mataku telah menemukan sosoknya yang tengah menyebrang jalan, aku segera menyusulnya dengan berlari sekuat tenaga. Kulepas wedges yang menyultkanku untuk berjalan dan membawanya sambil terus berlari.
“Youngmin, tunggu! Youngmin!!” teriakku di tengah keramaian. Menarik perhatian pejalan kaki yang ada di sekitarku. Tapi aku tidak mempedulikannya. Aku terus berteriak memanggil nama Youngmin. Sementara orang yang aku panggil tidak mendengarnya sama sekali.
Lampu lalu lintas yang tadinya merah dengan cepat berganti warna menjadi kuning lalu hijau. Beberapa mobil membunyikan klaksonnya padaku. Aku baru sadar kalau pejalan kaki yang sedang menyebrang hanya aku seorang saja. Dengan berhati-hati dan tetap bergegas, aku melawan beberapa kendaraan yang lewat.
“Youngmin!! Jo Youngmin!!”
Tiiiiinnn… Ciiiittt… Braakkk…
***
Aku tidak ingat apa yang terjadi sebelum aku membuka kedua mataku. Kusentuh kepalaku yang terasa sangat sakit dan berdenyut-denyut, rasanya seakan mau pecah –pantas saja diperban. Pandanganku yang tadinya kabur sekarang sudah lebih jelas. Ruangan di mana tempatku berada dominan berwarna putih. Bau obat-obatan menyengat indera penciumanku. Saat aku mencoba untuk mengubah posisiku, rasanya seluruh tulang persendian yang ada ditubuhku menjadi linu. Pergelangan kaki kiriku juga sakit bukan main. Kulirik punggung tangan kiriku yang terasa lebih linu karena ternyata sebuah jarum infusan menusuk kulitku. Aku benar-benar lupa apa yang sebenarnya terjadi padaku. Yang aku ingat hanya… Aku sedang berlari mengejar Youngmin.
“Youngmin?! Youngmin-ah… Kau di mana? Apa kau ada di sini? Di tempat yang sama bersamaku?” tanyaku pada udara hampa yang memenuhi ruangan. Tidak ada siapa-siapa di ruangan ini selain aku.
Cklekk…
Aku menoleh ke arah pintu. Hyolyn, Soyou, dan Dasom datang bersamaan masuk ke dalam ruangan ini. Aku tersenyum menyambut mereka. Tapi senyumku langsung pudar ketika memandang raut wajah mereka yang sendu dan menampakan kesedihan. Aku hanya bisa mengernyitkan kening tanpa tak tahu harus berkata apa. Padahal sejujurnya di kepalaku sudah banyak pertanyaan yang bersarang yang ingin kutanyakan pada mereka.
Hyolyn yang berjalan mendekat langsung memelukku dengan erat kemudian menangis terisak. Soyou dan Dasom juga saling berpelukan dan tak kuasa menahan tangisnya yang memecah keheningan ruangan ini.
“Ya! Ada apa Hyolyn, Soyou, Dasom? Kenapa kalian menangis? Apa yang terjadi?” tanyaku pada mereka sambil membalas pelukan Hyolyn.
Hingga mungkin hampir lima menit mereka tetap menangis tanpa menjawab pertanyaanku. Tapi tiba-tiba Hyolyn melepaskan pelukannya dariku. Soyou dan Dasom juga berjalan mendekatiku. Hyolyn menggenggam kedua tanganku dengan begitu erat. Tapi masih bungkam dan tak bersuara selain suara tangisnya.
Aku semakin dibuat bingung sekaligus khawatir. Aku tidak memikirkan kondisi tubuhku sendiri, yang kupikirkan adalah mereka bertiga yang tiba-tiba saja datang dengan menghadiahiku sebuah tangisan. Tanda tanya semakin bersarang di kepalaku.
“Ya! Jawablah! Ada apa? Apa yang sebenarnya terjadi eoh? Jawab Hyolyn, Soyou, Dasom!!” gertakku yang tak mampu menyembunyikan rasa penasaranku.
Perlahan Hyolyn merenggangkan genggaman tangannya dari tanganku lalu mengeluarkan sebuah kotak berukuran tidak begitu besar dari dalam tasnya dan memberikannya padaku. Aku mengernyitkan kening, tanpa menjawab apa-apa Hyolyn justru memberikanku kotak berwarna merah muda polos ini padaku. Aku memandang Hyolyn, berharap sedikit saja sesuatu yang ia ucapkan padaku. Tapi tetap saja, ia tetap bungkam. Ia justru menisyaraanku untuk membuka kotak yang kini ada di kedua tanganku. Aku beralih pandang darinya pada kotak ini dan membukanya dengan perlahan.
Entah kenapa jantungku berdeta lebih cepat dan tak berirama. Tanganku gemetar saat kotak itu sudah sepenuhnya terbuka. Di dalam kotaknya terdapat sebuah kamera yang 45% rusak. Sepertinya karena terjatuh dan terbentur aspal atau lantai. Tapi masih bisa digunakan. Di beberapa sisinya terdaapt bercak darah yang tidak kuketahui darah siapa. Aku mengambilnya dan melihat apa yang ada di dalam kamera itu. Sebelumnya aku sempat memandangi Hyolyn, Soyou dan Dasom sejenak. Mereka masih terisak tanpa berani membalas pandanganku.
Sebuah video berdurasi … terdapat di dalam kamera ini.
“Annyeong Yoon Bora… Yeoja dalam sejarah kehidupanku yang paling indah. Selamat ulang tahun… Ya! Kau semakin tua sekarang… Tapi kau masih terlihat begitu cantik di mataku. Bukan dari fisikmu yang seksi dan selalu memakai pakaian yang terbuka dan memperlihatkan kemolekan tubuhmu di depan kamera. Melainkan cantik karena hatimu yang tak pernah mengkhianati cintaku. *Youngmin senyum malu-malu*
Aku minta maaf karena tidak sempat menemuimu. Tapi lewat video ini, setidaknya kau sudah melihat dan mendengar suaraku bukan?!
Aku tidak tahu kenapa aku tidak bisa menemuimu lagi sejak showcase Sistar lima bulan yang lalu. Saat mengabadikan showcase Sistar lewat kameraku, itu juga sebelumnya aku tidak tahu kalau girl group yang sedang showcase itu adalah Sistar. Percayalah, ketika kau berjalan ke arahku, jantungku mulai berdetak tak karuan. Aku gugup bukan main. Tapi acting-ku untuk menutupinya darimu bagus kan?! Hahaha… Itu yang membuatku menolak saat kau mengajakku minum cappuccino. Aku rindu minum cappuccino denganmu di café.
Bora… Di usiamu yang tidak lagi muda ini, aku mohon dengan sangat padamu.. Hiduplah dengan baik meskipun tanpa adanya sosok diriku di dalam hidupmu maupun di dalam benakm yang selama ini menghantuimu selama lima tahun terakhir. Simpanlah semua kenangan kita dengan baik di lubuk hatimu yang paling dalam. Temukan pendamping hidup yang bisa membahagiakanmu. Yang bisa menggantikan posisiku di hatimu. Isilah ruang kosong itu dengan sosok yang pantas untukmu. *Senyum tulus*
Percaya padaku kalau aku tidak akan melupakanmu seumur hidupku. Hingga aku mati pun namamu tetap bersemayam dalam hati dan relung jiwaku. Setiap kali aku bernapas, aku merindukanmu. Ketika aku berpikir bahwa kita sedang hidup di bawah langit yang sama, aku menjadi gila. Meskipun aku seperti ini, aku tidak bisa membiarkan kamu pergi. Ketika aku berpikir tentang saat-saat kita bersama-sama, aku tersenyum. Tapi ketika aku melihat beberapa pasangan yang bertengkar, mereka tampak seperti kita di masa lalu dan air mata menggenang tiba-tiba saja menggenang.
Jha! Setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Dan tidak ada perpisahan yang bisa memutuskan sebuah cinta. Seperti perpisahan kita yang tidak akan pernah memutuskan rasa cintaku padamu. Kuharap begitu juga sebaliknya denganmu. Jaga hatiku baik-baik.
Because… You’re like caffeine… In my life… Saranghae Yoon Bora.”
“A-apa ini?” tanyaku pada Hyolyn tanpa reaksi apa-apa ketika setelah melihat video yang dibuat oleh Youngmin. Seperti dugaanku, Hyolyn masih tetap bungkam. Wajahnya sudah merah seperti tengah memakai masker dari buah tomat.
Setelah melihat video, ada sebuah fotoku dengan bergaya candid di showcase Sistar lima bulan yang lalu. Juga ada foto candid Youngmin yang membuatku semakin merindukannya. Setelah memindahkan kamera itu dari tanganku ke sisi tempat tidur, aku menemukan sebuah kotak kecil berwarna merah. Isinya sebuah lionton.
“YB? Indah sekali… Inisial namaku. Yoon Bora. Atau bisa juga inisial namaku dan Youngmin. Youngmin Bora.” Ujarku sumringah. Aku senang Youngmin masih ingat dengan hari ulang tahunku. Tapi apa yang ditangisi oleh Hyolyn, Soyou dan Dasom?
Hyolyn kembali memelukku ketika aku tidak tahu apa maksud dari tangisan mereka. Tangis Hyolyn kali ini tidak terdengar. Mungkin kesedihannya sudah berada di tingkat yang paling atas. Dasom menggenggam tanganku dan Soyou menautkan keningnya di keningku sambil mendekap kepalaku.
“Youngmin meninggal…”
Jantungku rasanya mau copot ketika tiba-tiba saja Hyolyn bersuara. Aku berusaha mencerna perkataannya yang sama sekali tak bisa kupahami.
“Youngmin meninggal Bora… Youngmin meninggal…” Ujar Hyolyn lagi di tengah tangisannya.
“M-maksudmu apa eoh? Y-Youngmin belum meninggal… Bahkan dia membuat video ini untukku. Dia hanya gugup ketika hendak bertemu denganku lagi!”
Air mata tiba-tiba saja jatuh berlinang dari sudut mataku. Aku mendelik ke arah kamera di sisi kananku.
“K-kamera… Bercak darah ini… K-kamera Y-Youngmin?! Darah Youngmin?!” ujarku terbata-bata. Napasku tersengal-sengal seakan oksigen di ruangan ini menipis.
“Youngmin meninggal setelah menyelamatkanmu ketika kau kecelakaan kemarin sore Bora…” Sambung Soyou ketika ia menjauhkan keningnya dari keningku.
Bora POV end
Autor POV
Bora menggelengkan kepalanya beberapa kali, “Andwae… Andwae!! Youngmin masih hidup! Youngmin belum meninggal!! Andwae……!!” Jerit Bora di tengah pelukan Hyolyn.
“Katakan padaku kalau Youngmin masih hidup Hyolyn, katakan padaku!! Soyou, Dasom, bilang padaku kalau Youngmin belum meninggal kan?! Iya kan?! Jawab Soyou, Dasom, jawab!!” jeritnya lagi, hingga wajahnya memerah dan urat nadi di lehernya terlihat begitu jelas.
“Y-Youngmin… Youngmin mendonorkan hatinya padamu. Karena kecelakaan itu telah membuat kerusakan pada hatimu Bora…”
Bora kembali menggelengkan kepalanya beberapa kali, tidak percaya dengan apa yang ia dengar baru saja dari mulut Dasom.
“Tidak, tidak mungkin! Kau pasti bohong Dasom! Kau pasti bohong padaku, iya kan!?”
Dasom yang menyesali perkataannya hanya bisa mempererat genggaman tangannya pada tangan Bora.
“Lihat aku! Jangan hanya menangis! Jangan hanya memelukku!! Lihat aku!!” Jeritan Bora semakin histeris. Hingga beberapa perawat dan seorang dokter datang dan membantu Bora untuk menenangkannya.
“Youngmin… Jo Youngmin……!!”
Soyou dan Dasom ikut memeluk Bora yang terlebih dahulu dipeluk oleh Hyolyn. Mereka menangis bersama-sama dalam kesedihan dan kepedihan yang mendalam.
***
Hari, minggu, bulan, dan tahun telah terganti. Berbagai musim telah Bora lewati, kembali dengan keobohongan yang tak pernah ada habisnya. Dimulai dari putusnya hubungan antara dirinya dengan Youngmin, hingga kali ini ia harus benar-benar kehilangan sosok yang masih setia mengisi kekosongan relung jiwanya. Meski hanya sebuah nama juga kenangan.
Tapi saat ini ia tidak bisa membohongi perasaan sakit di hatinya. Ketika hanya sebuah nama yang terukir di sebuah tempat persemayaman terakhir namja tinggi dengan kedua bola matanya yang besar.
“Lihatlah aku… Bagaimana aku melihatmu sekarang ini? Penuh kesedihan dan kepedihan yang mendalam… Tak bisakah kau memberiku kesempatan untuk menggenggam tanganmu? Mencium sebentar saja pipimu…” Lirihnya dengan nada yang tercekat. Kedua matanya yang perih kembali mengeluarkan tetesan bening yang membasahi pipinya.
“Kukira pertemuan kita di showcase itu adalah pertemuan yang ditakdirkan Tuhan untuk kita melanjutkan kembali hubungan kisah cinta kita yang sempat berakhir… Nyatanya…” Bora mengangkat kepalanya, menahan agar air matanya tidak jatuh.
“Hubungan kita bukan sesuatu yang bisa berakhir begitu mudah… Bahkan ketika aku berusaha untuk melupakanmu, rasanya sakit dan itu semakin menyiksaku… Atau aku yang salah? Mengapa kita bahkan berpisah dengan cara seperti ini? Mengapa kau berpamitan padaku dengan cara seperti ini? Hhhhh…”
Bora menghela napas panjang dan menghembuskannya dengan berat.
“Aku mencoba untuk melupakanmu, tapi aku tidak bisa melakukannya. Aku tidak pernah bisa untuk menahan kesedihan yang mendalam seperti ini Jo Youngmin… Mungkin hatiku berkata kalau aku tidak ingin melupakanmu. Ya, aku tidak ingin melupakanmu. Aku ingin menghargaimu dalam kenangan. Namja dalam sejarah kehidupanku… Cause you’re like caffeine…”
Bora menyeka air matanya yang hendak jatuh lagi lalu berusaha untuk menarik kedua sudut bibirnya dan membentuk sebuah senyuman. Meski ia masih tak kuasa membendung air matanya.
“Aku janji untuk hidup lebih baik lagi… Meski tanpamu… Dan aku tidak akan pernah mengucapkan selamat tinggal padamu. Kau akan selalu berada bersamaku. Karena hatimu ada padaku. Terimakasih atas cinta dan hati yang sepenuhnya kau berikan padaku. Saranghae…”
Ia melangkahkan kakinya mundur kemudian berbalik badan dan meninggalka tempat peristirahatan Youngmin yang terakhir. Hingga langkahnya terhenti ketika ia melihat bayangan Youngmin di udara yang tengah menunjukan senyum tulus padanya. Bora membalas senyuman Youngmin, dan bayangan itu dengan sekejap menghilang.
The end…………………

Tidak ada komentar:
Posting Komentar