Karena
merasa bersalah, Hyunseong akhirnya mengajak Hye Sang untuk menikmati indahnya
pemandangan kota Seoul pada malam hari di atap apartemen milik orang tuanya.
Hye Sang begitu antusias.
“Aku
tidak tau tempat bagus mana lagi selain ini. Sebuah atap dari apartemen milik
orang tuaku, yang bebas kudatangi kapan saja. Aku selalu menghabiskan waktu
disini jika aku merasa bosan. Disinilah tempatku membagi cerita pada
bintang-bintang di langit. Aku juga bisa melihat pemandangan bagus kota Seoul
pada malam hari dari atas sini. Dan kau, orang pertama yang ku ajak kesini.”
Hye
Sang sontak langsung menoleh ke arah Hyunseong yang sedang memandang indahnya
pemandangan kota Seoul dengan senyumnya yang merekah.
“Apa
kau menyukainya?” Hyunseong menoleh.
Hye
Sang mengangguk cepat. “Gomapta..” Pandangannya beralih ke depan sambil terus
menyunggingkan senyum. “Terkadang seseorang sepertinya memiliki tempat
persembunyian ya!?”
Hyunseong
tertawa kecil, “Mungkin seperti itu. Tepatnya sebuah tempat yang membuatnya
bisa merasa nyaman dan jauh dari keramaian. Begitu kan maksudmu!?” Ujar
Hyunseong membetulkan perkataan Hye Sang.
Hye
Sang kembali mengangguk sambil senyum tersipu malu.
Yeoja
bertubuh mungil itu memeluk dirinya sendiri karena udara malam yang kian
menusuk ke tulang rusuknya. Hyunseong yang menyadari hal itu langsung melepas
sweater miliknya lalu memakaikannya ke tubuh Hye Sang.
“Mianhae..
Sebaiknya kita pulang. Udara malam tidak baik untuk kesehatan yeoja cantik
sepertimu.”
“Juga
tidak baik untuk kesehatanmu.” Hye Sang menimpali lalu tersenyum.
Akhirnya
mereka memutuskan untuk pulang.
*
Esoknya,
Hye Sang menepati janjinya pada Jeongmin. Tentunya ia tidak akan menolak ajakan
dari namja yang ia sukai itu. Ia memakai sebuah dress santai yang panjangnya
selutut dengan warna kuning muda. Di bagian dadanya ada renda berwarna putih
yang mempercantik dress itu. Hye Sang menyisir rambutnya lalu memakaikan
bandana di kepalanya. Kemudian ia memoleskan lipgloss berwarna merah muda yang
terdapat sedikit glitter pada bibirnya.
“Huuhh,
aku sangat deg-degan. Apa pakaian ini pantas untuk bertemu dengannya? Semoga
saja ia tidak mengajakku ke tempat yang aneh-aneh. Heh? Tunggu sebentar.. Saat
Hyunseong mengajakku pergi, aku tidak sebegitu khawatirnya mengenai
penampilanku. Apapun yang kurasa nyaman, aku pakai untuk bertemu dengannya.
Tapi kenapa sekarang sangat berbeda ya? Atau mungkin karena Jeongmin adalah
namja yang kusuka? Huaahh, semoga tidak terjadi hal-hal yang memalukan!”
Ujarnya pada bayangannya di cermin kamarnya. Kemudian ia menghela napas
panjang, lalu mengambil tas selempang kecilnya di tempat tidur dan bergegas
pergi. Ia tidak ingin Jeongmin menunggunya lama.
Jantungnya
berdegup sangat kencang. Jauh didalam hatinya, ia merasakan kebahagiaan yang
luar biasa. Inilah yang sudah lama ia tunggu. Menunggu Jeongmin untuk melirik
ke arahnya. Walaupun pada akhirnya mereka akan hanya sebagai teman, setidaknya
Hye Sang bisa dekat dengan Jeongmin. Itulah yang selalu Hye Sang harapkan.
Ia
merapikan rambutnya lalu menghampiri Jeongmin yang berdiri membelakanginya
dengan sebuah sepeda disisi kirinya.
“Jeongmin-ah..”
Jeongmin
menoleh sambil tersenyum. Kemudian ia langsung menaiki sepedanya, “Kaja!”
“Heh!?
M-mau kemana?” Hye Sang mengerutkan keningnya.
“Ayo
cepat naik!”
Dengan
gugup, Hye Sang menaiki sepeda itu. Ia duduk di bagian belakang dengan duduk
menyamping.
“Pegangan!”
Ujar Jeongmin sebelum ia mengayuh sepedanya dengan agak kencang.
Hye
Sang memejamkan kedua matanya sejenak, kemudian ia membuka matanya. Menikmati
sejuknya udara di taman. Tepatnya menikmati kebersamaannya bersama Jeongmin. Ia
terus menyunggingkan senyumnya sembari mengeratkan pegangannya di pinggang
Jeongmin. Jeongmin yang tengah mengayuh sepedanya, menatap lengan Hye Sang yang
melingkar di pinggangnya. Ia tersenyum kecil lalu mengalihkan pandangannya ke
depan. Berusaha fokus mengayuh sepedanya. Agar tidak terjadi sesuatu yang tidak
diinginkan. Jauh dilubuk hatinya, ia tidak ingin yeoja yang diboncenginya
terluka. Sedikitpun ia tidak mau.
‘Untung saja pakaian yang kupakai cocok
dengan situasinya. Jeongmin pun hanya memakai celana jeans yang pendeknya
selutut dengan kaos dan kemeja yang dibiarkan tidak terkancing satu pun. Aigoo,
namja ini bahkan terlihat tambah tampan.’ Batin Hye Sang.
Sampai
di sisi danau, Jeongmin menghentikan kayuhan sepedanya. Mereka turun dari
sepeda dan menuntun sepeda itu sambil menikmati pemandangan indah di sekitar
taman.
“Aku
tidak pernah membawa yeoja manapun ke tempat ini. Bagiku tempat ini adalah
tempat ternyaman yang pernah kudatangi selama hidupku.”
“Geurae?
Hyunseong pun mengatakan hal yang tak jauh berbeda denganmu saat mengajakku
pergi.”
Jeongmin
menoleh sembari mengerutkan keningnya, “Hyunseong mengajakmu pergi?”
Hye
Sang mengangguk dengan cepat, “Kemarin Hyunseong mengajakku ke tempat yang
membuatnya selalu merasa nyaman. Dan, dia tidak pernah mengajak siapapun
kesana. Kecuali aku.” Senyumnya merekah.
“Kecuali
kau? Aish, aku melakukan hal yang sama dengannya.” Jeongmin menunjukkan raut
wajah yang sedikit kecewa.
Hye
Sang hanya tersenyum. Lalu pandangan keduanya beralih ke bunga Cherry yang
jatuh bermekaran lalu terbang terbawa angin. Satu diantaranya jatuh di telapak
tangan keduanya yang sedari tadi mengadah. Mengharapkan bunga itu jatuh di tangan
mereka. Senyum merekah di kedua wajah mereka, sambil menunjukkan bunga Cherry
yang mereka dapat. Kini senyuman mereka melebar lalu saling tertawa kecil satu
sama lain.
Jeongmin
dengan jail mengambil bunga Cherry di tangan Hye Sang dan berlari menjauh
darinya, membiarkan sepedanya jatuh tergeletak di jalanan. Sementara Hye Sang
berlari mengejar Jeongmin.
Sepertinya
kebahagiaan tak hanya dirasakan oleh Hye Sang. Tapi dirasakan juga oleh
Jeongmin yang diam-diam sangat menikmati kebersamaannya bersama Hye Sang siang
itu.
Mereka
merebahkan tubuh ke hamparan rumput hijau setelah lelah berlarian di sekitar
danau.
“Aku
baru merasakan lagi kebahagiaan yang sempat hilang dari kehidupanku. Apa
karenamu ya!?”
Hye
Sang menoleh, “Baru merasakan lagi kebahagiaan yang sempat hilang?” Ia mencoba mengeja
lagi kata-kata namja itu.
Jeongmin
menghela napas panjang, “Setelah eomma dan appa memutuskan untuk bercerai, aku
sama sekali tidak bisa merasakan sebuah kebahagiaan. Terlebih saat appa menikah
lagi. Hidupku seakan hancur.”
‘Apa? Kenapa aku baru mengetahuinya
sekarang? Apa para penggemarnya sudah tau tentang kehidupan seorang Lee
Jeongmin? Tak pernah kukira sebelumnya. Aigoo..’ Gumam Hye Sang dalam hati.
“Kau
tau tidak, alasan mengapa aku selalu menghabiskan waktu istirahatku di taman,
di bawah pohon Cherry? Eomma ku sangat senang dengan bunga Cherry sepertimu.
Bahkan ia sama cantiknya seperti Cherry Blossom. Kami memilikinya saat di rumah
kami yang lama. Tapi setelah bercerai, appa justru mengajakku untuk pindah. Dan
aku sama sekali tidak pernah diizinkan untuk tinggal bahkan hanya bertemu
dengan eomma ku. Kejam sekali orang itu.”
“Mungkin
appa mu memiliki sebuah alasan mengapa kau tidak diizinkan untuk bertemu dengan
eomma mu lagi.” Hye Sang berusaha memberi pendapat.
“Bagaimana
bisa seorang appa harus memisahkan anaknya dengan eomma kandungnya sendiri.
Jinjja! Maka dari itu aku selalu menghindar dari mereka. Bahkan untuk melihat
wajah mereka pun aku enggan. Aku sangat merindukan eomma ku. Dari semenjak
mereka bercerai, hinga detik ini pun aku belum melihat lagi sosok eomma ku.”
“Orang
dewasa selalu memiliki alasan atas segala keputusan yang mereka buat. Aku
yakin, suatu hari nanti kau bisa bertemu dengan eomma kandungmu. Dan bisa
merasakan kembali kebahagiaan yang kau bilang sempat hilang itu, Jeongmin-ah..”
Hye Sang tersenyum.
Jeongmin
menoleh.
“Percaya
tidak dengan kata-kata ‘Bahagia itu sederhana’?”
“Apa
kau sendiri mempercayainya?” Jeongmin berbalik tanya.
“Secara
tidak langsung mungkin iya. Karena aku selalu merasakannya. Kau tau? Saat kau
tersenyum manis padaku di depan kelas, setelah kau membantuku membawakan box
susu. Itu membuatku merasa sangat bahagia. Bahkan hanya melihat senyummu atau
tawamu yang kau persembahkan untuk orang lain saja, aku sudah merasa bahagia.”
“Geurae?
Aish, senyumanku saja bisa membuatmu sebahagia itu.” Ujar Jeongmin mengalihkan
pandangannya dari Hye Sang sembari tertawa kecil.
“Yaa,
begitulah..” Hye Sang memandang wajah Jeongmin meskipun hanya dari samping.
‘Ya, mungkin kata-kata itu bisa kugunakan
untukku saat ini. Bahagia itu sederhana. Ketika memandangmu dari dekat seperti
ini. Aku merasa bahagia sekali. Kau harus bisa merasakannya Jeongmin-ah..
Harus!’ Batin Hye Sang. Ia mengalihkan pandangannya dari Jeongmin.
Kini
keduanya menikmati siang menjelang sore itu. Menatap langit biru dengan awan
yang bertebaran luas. Kicauan burung tak ada hentinya meramaikan taman. Semilir
angin berhembus membuat udara semakin sejuk. Mereka pun sepertinya enggan untuk
berpaling dari tempat itu.
Author POV end
*
Hye Sang POV
Aku
menyisir rambut seraya bercermin. Seketika senyumku mengembang saat tiba-tiba
pikiranku tertuju pada Jeongmin. Terlebih saat aku menghabiskan akhir pekan
bersamanya kemarin. Aish.. Jinjja! Aku seperti di buat gila karenanya. Ya, gila
karena cinta maksudku. Hihi..
Drrtt..
Drrtt..
Handphone
yang bergetar membuatku membuyarkan lamunanku. Aku segera meraih handphone-ku
lalu menatap layarnya. Sebuah nomor tak di kenal menelponku. Kira-kira siapa
ya? Tanpa menunggu lama, aku segera mengangkat telepon itu. Siapa tau saja
penting.
“Yeoboseyo..”
Sapaku dengan sopan.
“Hye
Sang, tolong aku! Aku butuh bantuanmu! Cepat datang ke gedung olahraga sekolah
sekarang!” Ujar seseorang dari seberang telepon seperti sedang diburu oleh
sesuatu. Kepanikan dan ketakutan seakan bercampur menjadi satu saat ku dengar
dari nada suaranya.
Suara
itu.. Aku sangat mengenal suara itu. “Jeongmin-ah..” Seketika jantungku
berdegup sangat kencang. Rasa khawatir pun merasuki hatiku. “A-apa kau
baik-baik saja? Jeongmin-ah, jawab aku! Jeongmin-ah!” Sahutku setengah
berteriak. Namun tak ada jawaban. Lalu teleponnya terputus begitu saja.
Khawatir.
Satu kata yang terus memburuku agar aku harus segera datang menemui Jeongmin.
Aku segera menyambar tas dan mantel. Juga kusambar payung kecil di dalam laci.
Karena hujan tak hentinya mengguyur kota Seoul sejak sore tadi. Kemudian aku
pun bergegas pergi.
Hatiku
benar-benar sangat tidak tenang. Sungguh, rasanya aku ingin cepat sampai. Tapi
entah mengapa langkah kakiku terasa sangat lama.
“Ayolah
Hye Sang! Jangan membuat Jeongmin menunggu!” Ujarku pada diriku sendiri.
Napasku
terengah-engah karena aku mempercepat jalanku. Meskipun aku harus tetap
berhati-hati karena jalanan yang licin akibat turunnya hujan. Keringat mulai
bercucuran membasahi wajahku. Sesampainya di sekolah, tepatnya di depan gedung
olahraga indoor, dengan refleks aku membuang payung yang ada di genggamanku ke
sisi pintu. Kemudian menyambar pintu dan masuk ke dalam.
“Jeongmin-ah..”
Ctek!
Seketika
ruang olahraga menjadi terang. Seseorang menyalakan lampunya. Tapi bukan lampu
yang biasa di nyalakan pada saat gedung di pakai. Melainkan lampu berwarna
warni di sekitar dinding. Dan.. Ada banyak lilin dalam wadah kaca bening
membentuk kata I <3 U dengan bunga Cherry yang bertebaran di lapangan.
Jeongmin. Ia sedang berdiri di tengah lambang <3 sambil tersenyum ke arahku.
Omo!
Apa yang tengah ia lakukan?
“Ya!
Lee Jeongmin! Kau.. Aish, jinjja! Keterlaluan!” Ujarku dengan kesal.
Jeongmin
tidak menggubris, melainkan hanya terus menatapku. Aku berjalan menghampirinya
dengan cepat. Rasanya ingin mengacak-acak rambutnya. Tapi siapa aku yang berani
melakukan itu padanya!?
“Apa
kau sedang mempermainkanku, eoh!?” Gerutuku.
“Mwoya!?
Kau ini bicara apa!? Datang-datang langsung memarahiku seperti itu.”
Benar-benar!
Dia tidak mengerti kalau sebenarnya akus angat mengkhawatirkan dirinya saat ia
meminta tolong seperti di telepon tadi.
“Ya!
Aku sangat mengkhawatirkanmu Lee Jeongmin!” Ujarku berusaha mengungkapkan
perasaanku yang sebenarnya.
“Jadi..
Kau, mengkhawatirkanku!?” Mata Jeongmin membulat.
“Tentu
saja, pabo!” Ketusku.
Bukannya
merasa bersalah, Jeongmin justru terseyum lebar. Aku tak mengerti apa maksud
dari sneyumnya itu. Yang jelas, aku masih kesal.
“Ya!
Kim Hye Sang! Sebenarnya bukan ini yang kuharapkan.. Aish, kau menghancurkan
rencanaku!”
“Heh?”
Hye Sang POV end
Author POV
Jeongmin
menarik lengan Hye Sang lalu memeluknya.
“Saranghae..”
Deg..
Jantung Hye Sang seakan berhenti berdetak saat mendengarkan sebuah kata yang
membuatnya terperangah. Ia tidak bisa mengendalikan perasaan dan emosinya saat
ini. Kedua matanya kini mulai
berkaca-kaca.
Jeongmin
memperhatikan minatur piano yang ada di genggamannya, hadiah yang di berikan
oleh Hye Sang di hari ulang tahunnya. Perlahan alunan suara merdu dari
miniature piano itu terdengar.
“Kau
tau.. Dari sekian banyak hadiah, aku hanya menyukai hadiah darimu. Mengakunya sebagai
fans ku. Tapi bahkan mereka tidak mengerti apa yang aku suka. Mereka bodoh
ya!?” Ujar Jeongmin di selingi tawa kecilnya lalu melepaskan pelukkannya. Ia
menatap Hye Sang dengan lembut sambil tersenyum.
“Padahal
aku ingin memberimu kejutan. Tapi akhirnya jadi seperti ini. Mianhae.. Aku
tidak bermaksud untuk membuatmu khawatir. Aku hanya ingin segera mengutarakan
perasaanku padamu. Hanya itu. Tapi mungkin aku menggunakan cara yang salah ya?
Sampai membuatmu menangis seperti ini.” Jeongmin menyeka air mata yang hendak
jatuh, di pipi Hye Sang. Kemudian memberikan minatur piano itu pada Hye Sang.
Hye
Sang merekahkan senyumnya. Mata yang tengah berkaca-kaca itu membalas tatapan
mata Jeongmin dengan teduh.
Prriiiittt…
Bunyi peluit mengagetkan kedua sejoli yang tengah dirundung kebahagiaan itu.
Seseorang tengah berdiri di salah satu pintu yang berbeda dari pintu yang tadi
di lewati oleh Hye Sang, sembari menyilangkan kedua tangannya. Ia menatap kedua
pasangan yang sedang di mabuk cinta dengan tatapan yang sinis.
“Ya
ya! Sedang apa kalian disana?” Tanya orang itu setengah berteriak.
Jeongmin
dan Hye Sang menoleh. Mereka terkejut saat melihat seseorang yang tengah
berdiri di ambang pintu itu sangat familiar di mata keduanya.
“Kaja!”
Jeongmin meraih tangan Hye Sang dan menggenggamnya. Kemudian mereka berdua
berlari keluar dari gedung olahraga, mejauh dari lingkungan sekolah.
“Ya
ya! Aish, jinjja!” Seseorang di ambang pintu yang ternyata adalah seorang guru
olahraga mereka di sekolah. Ia memperhatikan ke seluruh lapangan basket yang
penuh dengan lilin dan bunga Cherry yang bertebaran dimana-mana. “Anak-anak itu
hanya bisa mengotori lingkungan sekolah saja! Kalau begini kan aku yang repot!”
Ujarnya lalu menghampiri lapangan basket kemudian mulai membersihkannya.
“Kenapa
kau berbohong padaku?” Tanya Hye Sang dengan memasang raut wajah yang marah,
namun justru terlihat lucu.
“Mwo?”
Jeongmin menoleh, “Aku tidak berbohong! Aku memang akan berada dalam bahaya,
jika kau tidak segera datang menemuiku untuk menerima cintaku.” Jeongmin
menghentikan langkahnya, di ikuti Hye Sang di sisi kirinya.
“Heh?”
“Kau
tau kan, kalau seseorang yang sangat mengharapkan cinta dari seseorang lainnya,
lalu ternyata cintanya tidak diterima!?”
“Apa
kau akan melakukan percobaan bunuh diri? Seperti berdiri di tengah jalan raya
dengan motor dan mobil yang berlalulalang? Atau berdiri di tengah rel kereta?
Atau bahkan kau akan menceburkan diri ke laut lepas agar tubuhmu langsung
mejadi santapan hiu yang sedang kelaparan!?” Ujar Hye Sang dengan membara.
“Ya
ya! Kau memang benar-benar mengharapkanku untuk mati, eoh? Baru kali ini aku
melihatmu semarah itu.” Jeongmin menatap Hye Sang dengan jahil, “Tapi itulah
yang membuatmu terlihat sangat lucu.” Jeongmin mencubit hidung Hye Sang.
“Aww..”
Hye Sang meringis kesakitan. Sementara Jeongmin melepaskan genggaman tangannya
dari tangan Hye Sang lalu berlari menjauh sambil tertawa.
“Ya!
Lee Jeongmin! Awas kau ya!” Hye Sang pun berlari mengejar Jeongmin. Tawanya
begitu lepas tanpa mempedulikan orang-orang yang ada di sekitar mereka.
Malam
ini menjadi malam yang sangat indah bagi mereka berdua.
*
Jeongmin
membelikan ice cream rasa cokelat
kesukaan Hye Sang lalu mengajaknya ke taman untuk memakan ice cream itu bersamaan. Udara taman pada siang hari cukup sejuk,
dengan banyaknya pepohonan rindang yang bertebaran di sudut-sudut taman.
Membuat taman terasa sangat nyaman. Mungkin lebih nyaman jika di sambangi
bersama orang-orang terkasih. Seperti halnya dengan Jeongmin dan Hye Sang. Mereka
memilih duduk di sebuah kursi taman panjang, di bawah pohon Cherry yang rindang
dengan pemandangan yang langsung berhadapan dengan danau.
Hye
Sang memakan ice cream itu dengan
sangat gembira, seperti anak kecil yang baru dibelikan ice cream setelah menangis. Jeongmin memperhatikan Hye Sang sambil
tertawa saat melihat tingkah yeoja-chingunya itu. Hye Sang yang tersadar tengah
di tatap oleh Jeongmin pun menoleh, “Kenapa melihatku seperti itu?”
“Kau
itu lucu sekali Hye Sang.. Kau terlihat polos dan.. bahagia.”
“Geuraeyo?”
Hye Sang menjauhkan ice cream dari
bibirnya.
Jeongmin
tersenyum lebar lalu mendekatkan wajahnya pada wajah Hye Sang.
Chu~
Ia
mengecup bibir Hye Sang yang di penuhi dengan ice cream manis rasa cokelat. Hingga ice cream yang bersarang di bibir Hye Sang pun seketika lenyap. Hye
Sang terbelalak. Jantungnya berdegup sangat kencang dan ia hanya mampu terdiam.
Tak lama Jeongmin melepaskan bibirnya dari bibir Hye Sang. Seketika suasana
menjadi penuh dengan kecanggungan.
Jeongmin
dan Hye Sang terdiam di tengah keramaian taman yang lumayan ramai. Kicauan
burung dan suara desir angin tak menghiraukan keduanya. Hingga ice cream di
kedua tangan mereka pun hampir meleleh.
“Mianhae..”
Gumam Jeongmin memecah keheningan, “Aku
hanya ingin membersihkan ice cream di
bibirmu. Apa kau baik-baik saja?” Jeongmin menoleh setelah menanyakan keadaan
Hye Sang atas perbuatannya.
Yeoja-chingunya
itu hanya mengangguk pelan. Kemudian mengulum lagi ice cream miliknya yang hampir meleleh.
“Sudah
sore. Sebaiknya kita pulang.” Jeongmin beranjak dari kursi yang ia duduki, di
ikuti Hye Sang. Lalu mereka berjalan beriringan meninggalkan taman.
Kedua
sepasang kekasih itu kembali terdiam saat di perjalanan pulang. Tak satupun
dari mereka yang mau bersuara. Sementara Hye Sang sendiri masih asik mengulum ice cream nya yang tak kunjung habis.
Hingga mereka sampai di depan halaman rumah Hye Sang yang cukup besar.
“Sudah
sampai.” Jeongmin sambil menghentikan langkahnya. Hye Sang pun menghentikan
langkahnya juga.
“Gomapta.”
Gumam Hye Sang dengan senyum kecilnya yang manis.
“Kalau
begitu aku pulang dulu. Jangan lupa untuk mandi, makan malam dan jangan tidur
larut malam. Arraseo!? Aku pulang dulu.” Ujar Jeongmin sembari mengelus kepala
yeoja-chingunya dengan penuh kelembutan. Senyumnya merekah seperti seorang
malaikat. Begitu manis dan tulus. “Sampai jumpa besok.” Sambungnya, lalu ia
beranjak pergi.
“Jeongmin-ah..”
Jeongmin
menoleh saat mendengar Hye Sang menyerukan namanya. Ia membalik tubuhnya hingga
dapat melihat yeoja-chinggunya dengan jelas. Ia menaikkan sebelah alisnya
seakan bertanya ‘ada apa?’.
Hye
Sang tersenyum lagi, kemudian ia berlari kecil mendekati Jeongmin.
Chu~
Yeoja
itu mencium pipi Jeongmin dengan lembut dan cukup lama. Desir angin dan warna
jingga di langit sore mempererat kecupan hangat itu.
Hye
Sang menjauhkan wajahnya dari wajah Jeongmin, “Sampai jumpa besok.” Senyumnya
melebar lalu ia bergegas berlari menjauh dari Jeongmin, masuk ke dalam
rumahnya.
Jeongmin
terperangah dengan kejutan kecil yang di berikan oleh kekasihnya itu. Senyumnya
merekah hebat sembari mengelus lembut pipi yang baru saja di kecup oleh Hye
Sang. Bahkan masih ada sedikit sisa ice
cream di pipinya setelah dikecup oleh Hye Sang. Ia pun berjalan menjauh
dari rumah Hye Sang, dan bergegas pulang.
TBC~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar