Selasa, 12 Mei 2015

[FF] Love Blossom part 4

[FF] Love Blossom part 4 (ending)



      Hari ini, ditemani oleh Hyuseong, aku kembali menjenguk Jeongmin. Sudah lima hari ia terus berbaring di tempat tidur rumah sakit. Semakin aku melihatnya, semakin aku tidak tega dengan keadaannya yang hingga saat ini belum ada kemajuan yang signifikan. Dan rasa penyesalan pun semakin berkembang di dalam hatiku.
      “Jeongmin-ah.. Sampai kapan kau mau seperti ini terus? Tidakkah kau merindukanku?” Kataku sembari menggenggam erat salah satu tangannya. Dadaku rasanya sesak karena menahan perasaanku sendiri. Juga menahan air mata ini agar tidak kembali jatuh di depan Jeongmin.
      Semalam aku memimpikannya. Ia bilang padaku untuk tidak lagi menangis di depannya. Dan aku harus menjadi yeoja yang lebih kuat. Yang membuat air mataku kembali jatuh, saat aku mengingat kata-kata yang diucapkan oleh Jeongmin dalam mimpiku, ‘Bertahanlah meskipun aku tidak lagi disisimu.’ Apa maksud dari kata-kata itu? Tidakkah ia ingin tetap bersamku? Akankah ia pergi meningalkanku? Tuhan.. Kuatkan aku jika memang terjadi sesuatu pada Jeongmin.
      Aku terkejut saat mendapati tangan Jeongmin bergerak. Apakah ini suatu kemajuan? Aku segera memberi isyarat pada Hyunseong. Ia pun mengerti apa yang telah ku isyaratkan. Hyunseong mengangguk lalu keluar untuk memanggil dokter.
      “Eomma.. Appa..” Desisnya.
      Rasa keterkejutanku semakin meningkat setelah Jeongmin menggumamkan sebutan eomma dan appa dari bibirnya. Tuhan, terimakasih telah mengembalikan Jeongmin-ku.
      “Jeongmin-ah.. Ini aku, Hye Sang.. Jeongmin-ah..”
      Perlahan Jeongmin mulai membuka kedua matanya. Aku segera menghapus air mataku dan mengembangkan senyum.
      “Jeongmin-ah.. Ini aku Hye Sang.. Syukurlah kau sudah sadar.”
      Kedua matanya meyipit, terus memperhatikanku, “Kau siapa?”
      Pertanyaan Jeongmin bagai tamparan kencang yang didaratkan di pipiku. Senyumku menghilang bak disapu ombak besar yang menerjang. Apa-apaan ini? Apa ini sebuah lelucon untukku? Apa lagi ini?
      “Dimana eomma dan appa ku? Dan, apa aku mengenalmu? Kenapa kau menangis? Apa kau baik-baik saja?” Segelintir pertanyaan yang bahkan tak dapat aku jawab.
      Ya, aku kembali menangis. Mianhae, Jeongmin. Aku sudah ingkar janji untuk tidak menangis lagi di depanmu. Tapi bagaimana aku tidak menangis, jika keadaannya seperti ini!? Aku memang menunggunya untuk kembali sadar. Jeongmin memang sudah sadar. Tapi, kenapa ia tidak ingat denganku? Apa ia mengalami amnesia? Tuhan, apa kau kembali menguji ketegaranku? Menguji kesabaranku?
Hye Sang POV end

Hyunseong POV
      Aku, dokter dan seorang suster masuk ke dalam ruang rawat Jeongmin. Mereka memeriksa kembali kondisi Jeongmin. Sementara aku merangkul Hye Sang dan membawanya keluar. Saat di ambang pintu, orang tua Jeongmin datang. Mereka menyapa kami dengan tersenyum kemudian masuk ke dalam.
      “Mereka orang tua Jeongmin.” Gumamku pelan.
      Hye Sang tak bergeming. Kulihat air matanya sudah tidak mengalir lagi. Baru kali ini aku melihat yeoja setegar Hye Sang. Walaupun air mata yang hangat itu tetap mengalir dari pelupuk matanya yang sipit, tapi yeoja mungil ini masih tetap bertahan meski ia tau akan hidup sebatang kara. Aku takluk dengan perjuangannya melawan rasa sakit yang datang bertubi-tubi itu.
      “Tunggu disini sebentar.. Aku ingin masuk lagi. Kumohon jangan kemana-mana.” Tuturku padanya. Ia hanya mengangguk. Aku meninggalkannya sebentar di luar ruang rawat Jeongmin, sementara aku kembali masuk ke dalam. Diam-diam aku mendengarkan percakapan antara dokter dengan kedua orang tua Jeongmin. Aku hanya menunduk ketika dokter itu mengatakan tentang kondisi Jeongmin yang sebenarnya. Aku tersenyum getir, kemudian meninggalkan ruangan.

      Aku membawa Hye Sang menjauh dari ruang rawat Jeongmin dan mendudukkannya di kursi lobi rumah sakit. Kubiarkan ia berada jauh dari kamar rawat Jeongmin agar tidak terlalu mengkhawatirkan keadaannya. Aku ikut duduk di sebelahnya. Bahkan aku sendiri bingung harus bagaimana di depannya. Berusaha tegar? Sudah dari jauh hari aku melakukannya, karena aku tau Hye Sang sangat butuh diriku dengan keadaan yang seperti ini. meskipun sebenarnya hatiku telah larut dalam kesedihan. Bukan karena Hye Sang yang lebih memilih Jeongmin. Melainkan menangis karena kini sahabat dan juga pacar sahabatku dirundung kesedihan yang amat mendalam. Kejadian yang tak pernah terduga terjadi begitu saja. Hye Sang yang mengetahui tentang taruhan itu, Jeongmin yang sekarang masih terbaring di rumah sakit karena berusaha menyelamatkan Hye Sang, kepergian orang tua Hye Sang untuk selama-lamanya, dan kini Jeongmin mengalami amnesia. Aku tau Hye Sang pasti sangat terpukul dengan semua ini. Jika ide taruhan itu tidak terceletuk dari bibirku, semua ini pasti tidak akan terjadi. Ini semua memang salahku. Dan karenaku Jeongmin juga Hye Sang jadi menderita.
      “Aku minta maaf..” Desisku memecah keheningan. “Kau tidak perlu merasa bersalah.. Karena yang paling bersalah disini adalah aku.”
      “Wae?” Gumam Hye Sang pelan.
      “Boleh aku memelukmu?” Entah kenapa kata-kata itu langsung terucap begitu saja dari bibirku.
      Tanpa menunggu jawaban, aku langsung memeluk erat tubuh Hye Sang. Tidak peduli ia akan marah atau tidak padaku.
      “Aku menyayangi kalian berdua. Aku menyayangi Jeongmin. Juga menyayangimu Hye Sang. Aku tidak apa-apa kau tidak bersamaku. Aku baik-baik saja selama kau berada dalam dekapan hangat Jeongmin. Tapi kali ini, izinkan aku untuk bersamamu. Kau dapat membagi semua rasa sakit, sedih, kecewa, amarah.. semuanya, padaku. Tolong jangan pendam sendiri.. Aku ada disini Hye Sang.. Ada disini untukmu.” Ujarku dengan suara yang parau. Dadaku terasa sesak saat mengucapkan seluruh kalimat itu.
      “Mianhae.. Aku hanya dapat menyusahkanmu. Aku berhutang banyak padamu ya!?” Ujarnya dengan suara yang lembut. Perlahan kedua tangannya mendekap lenganku dengan erat. Bisa kurasakan air mata yang hangat itu jatuh lagi.
      “Aniya.. Nan gwaenchana! Menangislah sepuasnya Hye Sang.. Menangislah.. Tapi janji untuk tetap tegar setelah ini. Dan jangan menangis di depan Jeongmin. Aku mohon..”
      Hye Sang mengangguk pelan.
Hyunseong POV end
*
Hye Sang POV
      Seminggu berlalu dengan cepat dan begitu sangat terasa. Jeongmin sudah boleh pulang dari rumah sakit, dan sudah menjalani seluruh aktviitasnya seperti biasa. Seperti sekolah. Ya, Jeongmin sudah diizinkan sekolah karena keadaannya yang kian membaik. Meskipun ia masih kehilangan seluruh ingatannya. Tapi aku bersyukur, setidaknya dengan adanya kejadian ini, Jeongmin bisa dipertemukan kembali dengan eomma kandungnya yang selama ini berpisah cukup lama. Dan mengeratkan tali kekeluargaan yang sempat terputus. Yang awalnya Jeongmin sangat membenci eomma tirinya juga appa nya, kini ia menaruh rasa sayangnya sedikit demi sedikit. Dan appa nya tak lagi melarang Jeongmin untuk bertemu dengan eomma kandungnya. Ya, aku yakin ada hikmah di balik semua kejadian ini.
      Tapi.. rasanya hatiku masih tetap terasa sakit. Ada ruang yang kini kembali kosong, kembali terasa hampa. Apalagi saat tak sengaja berpapasan dengannya. Atau sekedar melihatnya dari kejauhan. Dan bahkan hingga memperhatikannya secara diam-diam. Disitulah rasa sakit itu kian merasuk ke dalam jiwaku. Hyunseong sering kali memperlihatkan senyumnya di hadapanku. Senyum yang seakan menyuruhku untuk selalu tetap bersabar. Bahkan tanpa disuruh pun aku sudah melakukannya. Bagiku tidak masalah seberapa besar kesabaran yang sudah kulakukan selama ini. Tapi yang tidak bisa kulakukan adalah menahan rasa sakit yang semakin mendalam. Aku bingung harus bagaimana lagi untuk menyembuhkan rasa sakit ini. Dan pada akhirnya aku menyerahkan seluruhnya pada Tuhan.

      Aku berjalan mengitari taman. Dari kejauhan, pandanganku menyapu ke seluruh sisi taman. Dan seketika langkahku berhenti. Pandanganku terpaku pada dua orang namja yang tengah berbincang di bawah pohon Cherry Blossom yang tengah bermekaran. Terlihat kedua namja itu tengah bercanda tawa dengan riang gembira. Salah satu dari namja itu merekahkan senyum manisnya.
      ‘Aku akan selalu merindukan senyuman itu Jeongmin.. Aku akan selalu merindukanmu..’
      Aku tersenyum getir seraya kembali melangkahkan kakiku, menjauh dari taman.

      Sorenya, aku kedatangan tamu saat sedang membereskan seluruh barang-barangku. Bel rumah berbunyi meraung-raung memenuhi ruangan di setiap sudut rumahku. Menyuruhku untuk cepat membukakan pintu.
      Seorang namja tengah berdiri di depan pintu sembari menyunggingkan senyumnya. “Hyunseong.. Ayo masuk.” Hyunseong berjalan masuk ke dalam. Kubiarkan pintu rumah terbuka lebar, agar udara segar bisa masuk.
      “Duduklah.. Aku akan mengambil minum untukmu.” Ujarku yang langsung melesat pergi ke dapur, membuatkan minum untuknya.
      Tak lama, aku kembali ke ruang tamu dengan segelas minuman segar yang kubawa menggunakan sebuah nampan kecil. Aku menaruhnya di meja kemudian duduk di sebelah Hyunseong.
      “Aku senang kau datang kesini. Ada apa?”
      “Bagaimana keadaanmu?”
      Aku mengernyitkan dahi, agak bingung dengan pertanyaannya. Tapi aku mencoba untuk menganalisanya. Mungkin yang ia maksud adalah menanyakan bagaimana keadaan hatiku saat ini.
      “Mungkin setelah pindah aku akan merasa lebih baik.”
      “Mwo? Pindah? Kenapa kau memutuskan untuk pindah?” Hyunseong terbelalak.
      Aku tersenyum getir, “Aku butuh waktu untuk sendiri. Aku hanya tidak ingin memperburuk keadaannya. Jika sewaktu-waktu Jeongmin melihatku lalu mencoba untuk mengingat peristiwa yang sudah kami alami bersama. Dan aku ingin kalian hidup tenang tanpaku. Terlebih, aku juga ingin Jeongmin bahagia tanpa kehadiranku di kehidupannya.”
      “Kau hanya akan pindah rumah saja kan!? Kau masih tetap bersekolah di sekolah kita kan!?”
      Aku menggeleng pelan, “Aniya.. Untuk apa aku pindah rumah tapi masih bersekolah di sekolah itu!? Itu sama saja bohong.. Aku akan pindah ke Paris. Disana ada ahjumma dan ahjussi. Aku akan tinggal bersama mereka.”
      Kukembangkan senyumku di hadapannya, “Aku harap kau bisa mengerti dengan perasaanku. Entah kenapa aku merasa kasihan dengan hatiku sendiri. Terlalu banyak luka mendalam yang masih terus mengusikku. Yang membuatku menjadi sangat tidak nyaman untuk melanjutkan hidupku sendiri. Bahkan melihatnya pun membuatku sakit. Setidaknya aku bisa menyegarkan pikiranku jika berada jauh darinya.”
      Kugenggam kedua tangannya dengan erat seraya menatapnya dengan lekat, “Tolong jaga Jeongmin untukku, Hyunseong.. Aku mempercayakan hal itu padamu. Aku mohon..”
      Kudengar Hyunseong menghela napas panjang, kemudian ia membalas tatapanku.
      “Aku tidak bisa mencegahmu agar tidak pergi ya? Jika memang itu pilihan terbaik untukmu, aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Aku berjanji akan selalu menjaganya untukmu.”
      Ia mendekatkan tubuhnya lalu memelukku dengan erat.
      “Kita masih bisa menjadi teman kan!?” Ujarnya
      “Tentu saja. Kau adalah sahabat terbaikku.”
      “Bagaimana aku bisa menjadi sahabat terbaikmu jika aku melakukan hal bodoh itu dan membuatmu menjadi seperti ini! Aigoo, aku benar-benar menyesal atas kejadian itu. Seandainya...”
      Aku melepas pelukkannya, “Menyesal pun sudah tidak ada artinya lagi untuk saat ini.” Aku meyela perkataan Hyunseong, “Yang sekarang harus kau lakukan adalah menebus semua rasa penyesalanmu itu. Ubahlah keadaan saat ini mejadi lebih baik lagi. Dan berusahalah untuk melupakan semua kejadian buruk yang pernah terjadi.”
      Pernlahan Hyunseong mengembangkan senyumnya.
      “Apa kau butuh bantuan untuk mengemas barang-barangmu?”
      “Tidak usah.. Lagi pula semuanya sudah kukemas dengan rapih.”
      “Kalau aku yang mengemas jadi tidak rapih ya!?”
      Kami tertawa bersama.
      ‘Terimakasih Hyunseong, atas semua yang pernah kau lakukan untukku saat ini. Terimakasih banyak.’
*
      Empat tahun lamanya aku tinggal di Paris bersama ahjumma dan ahjussi yang sangat baik sekali padaku. Mereka membiayai pendidikanku hingga aku bisa menamatkan kuliahku. Karena tak ingin mengecewakan mereka, aku terus belajar dengan giat. Hingga aku menjadi mahasiswi berprestasi di universitasku. Aku bisa membuat mereka bangga dan tak menyisakan kesia-siaan karena telah membiayai pendidikan dan menanggung seluruh biaya kehidupanku. Tak hanya membanggakan mereka, aku juga bisa membuat bangga kedua orang tuaku di surga. Aku sangat bahagia. Eomma, appa, aku akan mewujudkan cita-citaku menjadi seorang desainer terkemuka.
      ‘Kalian tentu bahagia kan!?’

      Kemarin aku kembali ke Korea. Berlama-lama di negara orang membuatku tak cukup nyaman. Meskipun tinggal bersama ahjumma dan ahussi. Tapi tetap tak senyaman tinggal di negara tempatku dilahirkan. Semuanya berbeda. Dan aku sangat merindukan negara Korea, merindukan kota Seoul yang sudah kutinggalkan selama lima tahun lamanya demi pendidikanku.

        Aku keluar dari apartemen yang baru kutinggali selama satu malam. Langkahku terus melaju tak tentu arah. Menyusuri jalan demi jalan kota Seoul di pagi hari, pada hari kedua di musim semi. Namun langkahku berhenti di jalan Yunjunro, yang terletak di belakang gedung Majelis Nasional. Sinar matahari perlahan mulai muncul dari peraduan dan udara menjadi sedikit lebih hangat. Pepohonan dengan dedaunan yang rimbun, bunga-bunga yang bermekaran. Semua terlihat seakan terselimuti oleh warna putih kemerahjambuan. Sangat indah. Aku mengadahkan salah satu tanganku. Bunga Cherry Blossom beterbangan oleh hembusan angin yang sejuk dan salah satunya jatuh di telapak tanganku. Seperti biasa, senyumku mulai merekah. Entah mengapa, setiap melihat bunga yang cantik nan indah ini selalu membawa aura positif bagiku. Tapi hari ini perasaanku tak sebahagia seperti dulu. Ada yang terus mengganjal di hatiku, entah apa. Membuatku sangat tidak nyaman.
        Aku membawa bunga Cherry Blossom itu dalam genggamanku, sambil meneruskan langkahku di tengah pengunjung lainnya yang sedang menikmati pagi ini di sepanjang jalan Yunjunro. Kebahagiaan menyelimutiku saat kerap kali pandanganku mengarah pada sebuah keluarga yang tengah meninkmati keindahan musim semi disini. Banyak anak kecil berlarian kesana kemari dengan pengawasan orang tua mereka, berfoto ria, menyusuri jalan bersama sang kekasih. Bahkan burung-burung kecil pun berkicau, seakan tengah menyemarakkan kebahagiaan mereka. Meskipun aku tidak bisa menikmati musim semi seperti mereka yang melewatkannya dengan orang-orang terkasih, tapi aura kebahagiaan yang mereka pancarkan dapat merasuk ke dalam hatiku yang terasa hampa. Bahagia itu memang sederhana.
        Tadinya Hyunseong ingin menemaniku berjalan-jalan setelah aku sampai di Korea. Tapi aku memilih untuk pergi sendiri. Aku memang sempat mengabarinya satu hari sebelum kepulanganku ke Korea padanya. Jujur, aku sangat ingin bertemu dengannya. Melepas rindu selama lima tahun lamanya yang tak pernah saling bertemu. Juga dengannya. Lee Jeongmin.
        Aku memilih duduk di kursi panjang berwarna putih tepat di bawah salah satu pohon Cherry Blossom. Pandanganku lurus ke depan dengan tatapan yang kosong. Tapi pikiranku dipenuhi oleh seseorang yang juga menyukai Cherry Blossom, sama sepertiku. Semakin berusaha untuk melupakannya, justru aku semakin mengingatnya. Sosok itu memang tak pernah bisa untuk kulupakan.
        “Jeongmin.. Kau dimana? Kau sedang apa? Apa kau masih mengingatku? Apa kau merindukanku?” Gumamku pelan.
        ‘Pasti tidak.’
        Jeongmin hilang ingatan. Jadi bagaimana bisa ia mengingatku atau bahkan merindukanku.
        “Bahkan aku tak dapat mengusirmu dari pikiranku selama lima tahun lamanya.” Kuhela napas panjang kemudian menunduk. Aku memainkan jari-jemariku sedari tadi. Hingga tak terasa air mata yang begitu hangat menetes dan jatuh di telapak tanganku.
        “Aku ada disini. Sedang memandangimu dari tempatku. Bahkan aku sangat mengenalmu. Dan tentu saja aku sangat merindukanmu, Kim Hye Sang..”
        Aku membulatkan kedua mataku, pandanganku kembali lurus kedepan. Jantungku berdegup kencang setelah mendengar suara itu. Suara lembut milik seseorang yang sangat kukenal.
        Tap.. Tap.. Tap..
        Terdengar langkah seseorang dari belakangku. Semakin lama langkah kaki itu semakin terdengar. Kedua tangan yang kokoh memelukku dari belakang. Ia mengeratkan pelukkannya sambil menopang dagu di bahu kiriku. Jantungku semakin berdegup kencang. Apa ia bisa merasakannya? Bahkan aku sama sekali tidak tau siapa orang yang memelukku secara tiba-tiba ini. Tapi aku yakin, orang ini adalah..
        “Lee Jeongmin!?” Gumamku pelan dengan suara yang parau. Tenggorokkanku terasa agak serak.
        “Aku minta maaf.. Telah membiarkanmu pergi dari kehidupanku. Aku minta maaf, telah membuatmu menunggu selama lima tahun lamanya. Dan aku juga benar-benar minta maaf.. Karena aku terlalu lama untuk mengingat semuanya. Aku menyesal telah membuatmu menunggu. Aku mohon maafkan aku..” Ujarnya dengan isak tangis yang tertahan.
        Kuraih lengannya kemudian menggenggamnya dengan erat. Tangisku mulai pecah saat aku benar-benar mengetahui bahwa orang ini adalah Jeongmin. Orang yang selalu ada di dalam hatiku sampai kapanpun. Sampai ia kembali mengingatku.
        ‘Tuhan.. Inikah buah dari kesabaranku selama lima tahun lamanya? Inikah hasilnya?’
        “Aku minta maaf atas kesalahanku hingga membuatmu harus kehilangan seluruh ingatanmu. Aku minta maaf karena aku sudah meninggalkanmu yang jelas-jelas harusnya aku berada disisimu. Aku benar-benar minta maaf karena aku masih berani untuk mencintaimu atas apa yang pernah kulakukan padamu.”
        “Aniya..” Ia menggelengkan kepalanya dengan pelan, “Aku yang seharusnya lebih banyak meminta maaf padamu. Aku yang lebih banyak melakukan kesalahan. Kau mau memaafkanku, kan!?” Sambungnya.
        Aku mengangguk dengan cepat.
        ‘Tentu saja aku akan memaafkanmu Jeongmin.. Tentu saja.’
        ‘Tapi aku bersyukur karena pertaruhan itu membuatmu mampu mencintaiku.’
Hye Sang POV end

Author POV
        Kebahagiaan sepertinya tengah dirasakan oleh Hye Sang dan Jeongmin. Hye Sang yang kembali dipertemukan dengan cintanya, dan Jeongmin yang kembali dapat mengingat semuanya tentang cintanya. Buah dari kesabaran Hye Sang selama ini mendapatkan hasil yang setimpal. Dan tentu saja terasa tidak sia-sia.
        Seseorang seakan tengah meringis kesakitan dengan memejamkan kedua mata seraya mengepalkan kedua tangannya. Orang itu seakan tengah diburu oleh amarahnya sendiri. Wajahnya mulai merah akibat amara yang tak dapat ia kontrol. Air matanya menetes lewat pelupuk matanya. Hal itu membuat kedua matanya terasa perih. Hingga ia membuka kedua matanya lebar-lebar. Pandangannya kembali  tertuju pada dua pasang kekasih yang sedang merajut kembali kisah cinta mereka. merajut kembali kebahagiaan yang sempat hilang selama bertahun-tahun. Namja berambut cokelat itu menepis air mata yang hendak menetes, kemudian menghapus semua air mata yang membasahi wajahnya. Perlahan, ia berusaha menark kedua sudut bibirnya hingga terbentuk sebuah simpul senyum. Kakinya yang terasa kaku kini luluh lalu berlari menghampiri kedua pasangan itu.
        “Ya!” Namja itu merangkul sahabatnya dari belakang.
        “Ya! Aish.. Hyunseong-ah.. Kau ini.. Selalu saja membuatku kaget.”
        Hye Sang menoleh. “Shim Hyunseong.. Aku sangat merindukanmu.” Ujar Hye Sang dengan aegyeo-nya. Sementara Jeongmin memandangi kekasihnya seakan tak terima.
        “Ya! Seharusnya kau hanya memberikan aegyeo-mu itu untukku saja!” Ketus Jeongmin seraya merangkul kekasihnya yang merekahkan senyumnya.
        Hyunseong ikut tersenyum, “Ya ya! Kalian lupa, eoh, kalau disini ada aku? Aish.. Kalian benar-benar sahabat yang menyebalkan!” Geram Hyunseong dengan raut wajah menggemaskan.
        Jeongmin memandang sahabatnya lalu bangkit dari tempat duduknya dan merangkul sahabatnya itu.
        “Ya! Baiklah.. Kencan kita ditunda karena ada sahabat terbaikku yang masih belum memiliki pasangan, dan ingin bergabung dengan kita. Bagaimana chagi?”
        Hye Sang mengangguk lalu ketiga sahabat itu saling tertawa.
        ‘Aku tidak boleh egois ya!? Hye Sang memang lebih mencintai Jeongmin dari padaku. Tapi walau bagaimanapun, aku tetap merasa bahagia. Sahabat adalah sahabat. Dan sahabat sejati tak akan pernah menusuk sahabatnya dari belakang hanya karena cinta.’ Ujar Hyunseong dalam hati. Ia tersenyum dengan sangat tulus.
        Kebahagiaan benar-benar sedang dirasakan oleh ketiganya.

The end……………………………….

Gimana endingnya? >.< Entah kenapa author seneng banget sama part ini (ending) :D
Sebenarnya sih ff ini lebih panjang dari yang aku posting. Tapi berhubung takut para pembacanya boring dan ceritanya terlalu bertele-tele, ya jadilah seperti ini hasilnya setelah di edit-edit =D
Jangan bosan-bosan baca ff aku yaa >.<
-Rae Hwa-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

My Strength

My Strength