Sabtu, 09 Mei 2015

[FF] Love Blossom part 3





[FF] Love Blossom part 3




      Hyunseong mendrible bola di lapangan bakset outdoor sekolahnya sepulang sekolah seorang diri. Hye Sang yang tak sengaja lewat menghampirinya. Namja dengan badan atletis itu menoleh sebentar ke arah Hye Sang lalu kembali fokus dengan permainan basketnya.
      “Ku dengar kau menerima cinta seorang Lee Jeongmin!?”
      Hye Sang tersenyum malu sambil mengangguk pelan. Sementara Hyunseong membuang bola basket itu ke tengah lapangan seakan diburu oleh amarahnya. Ia mengatur napasnya yang terengah-engah dengan keringat yang bercucuran membasahi wajah tampannya. Kemudian ia membaringkan tubuhnya di lapangan yang cukup besar. Kebetulan udara sore ini tidak begitu panas, bahkan angin pun kerap kali berhembus membuat udara menjadi sejuk. Yeoja bermata sipit itu melangkah mendekati Hyunseong.
      “Kau sudah tau ya!? Pasti Jeongmin yang memberi tahumu.” Ujar Hye Sang sembari duduk di sisi kanan Hyunseong.
      “Tentu saja. Sahabat yang baik akan selalu menceritakan tentang apapun yang memang semestinya di ceritakan.” Hyunseong menghela napas panjang. “Tapi sahabat yang baik tak seharusnya mencuri kesempatan sahabatnya untuk mengutarakan perasaan pada yeoja yang di sukainya.” Lanjutnya.
      “Heh?” Hye Sang mengerutkan keningnya, heran.
      Hyunseong menatap Hye Sang sebentar. Lalu kedua tangannya menepuk dadanya beberapa kali, “Ah.. Dadaku terasa sangat sesak. Sakit sekali.. Aaaaaa.. Rasanya aku mau…” Perlahan kedua matanya pun terpejam.
      Hye Sang kaget, saat melihat namja di hadapannya tak sadarkan diri.
      “Hyunseong-ah.. K-kau kenapa? Hyunseong-ah..” Hye Sang menggoyangkan tubuh Hyunseong, berusaha membuatnya bangun. Ia mulai panik sekaligus khawatir dengan keadaan Hyunseong. Hye Sang pun mendekatkan kepalanya ke dada Hyunseong. Memastikan detak jantungnya masih terdengar atau bahkan sudah tak berdetak lagi. Namun..
      Hap!
      Hyunseong mendekap Hye Sang menggunakan kedua tangannya dengan erat. Hye Sang tersentak kaget. Ia berusaha berontak. Namun dekapan Hyunseong lebih kencang dari tenaganya. Akhirnya ia pun berusaha untuk pasrah. Lebih tepatnya mengalah.
      “Kau tau? Aku menginginkan dirimu jauh sebelum Jeongmin menginginkanmu. Tapi Jeongmin mendahului start-ku. Dia mendapatkanmu saat aku sedang tidak ada disini. Apa Jeongmin melakukan sebuah kecurangan?”
      “Mworago? Kau.. Menginginkanku?” Hye Sang tak percaya pada perkataan Hyunseong.
      Hyunseong tak menjawab. Ia justru menjauhkan tubuh Hye Sang dari tubuhnya, lalu ia bangkit dan berjalan meninggalkan Hye Sang yang masih terduduk di lapangan memperhatikan Hyunseong.
      Hye Sang menunduk saat Hyunseong sudah tak telihat lagi dari pandangannya.
      “Apa.. Apa yang ia katakan barusan? Apa dia menyukaiku, sama seperti Jeongmin!? Omo..” Ujar Hye Sang merendahkan nada suaranya. Hatinya kini bingung dengan apa yang baru saja terjadi. Kini logikanya pun tak bisa berjalan.
      Tiba-tiba hujan turun mengguyur tubuh Hye Sang. Ia nampak terkejut dan bingung. Selang beberapa menit, Hye Sang pun beranjak pergi dari lapangan menuju koridor sekolahnya sambil memeluk dirinya sendiri yang merasa kedinginan.
      “Kenapa tidak langsung pergi saat hujannya turun? Pabo.” Ujar seorang namja sembari memakaikan mantel yang tidak terlalu tebal ke tubuh Hye Sang.
      Hye Sang menoleh, mendapati Hyunseong yang tengah berdiri menatap butiran hujan yang perdetiknya jatuh membasahi kota Seoul sore ini.
      “Aku tidak membawa mobil. Jadi tidak bisa langsung mengantarmu pulang. Paling tidak harus menunggu hujannya reda.” Ujar Hyunseong datar tanpa menoleh.
      Hye Sang hanya terdiam memperhatikan Hyunseong. Seperti ada rasa bersalah yang merasuk ke dalam hati kecilnya. Ia merogoh saku celananya, mengambil handphone-nya lalu mengirim pesan singkat kepada seseorang. Pandangannya beralih pada Hye Sang.
      “Kenapa menatapku seperti itu?”
      “Ah, eh.. Ng.. Gwaenchana.” Hye Sang menggelengkan kepalanya kemudian menundukkan kepalanya.
      “Sebentar lagi Jeongmin datang menjemputmu. Pergilah menuju lobi utama.”
      “Lalu bagaimana denganmu? Apa kita tidak akan pulang bersama-sama?” Tanya Hye Sang antusias.
      “Jangan khawatirkan aku.” Hyunseong berbalik badan dan pergi meninggalkan Hye Sang yang.

      Seperti yang di katakan oleh Hyunseong, Hye Sang berjalan menuju lobi utama. Tak sampai lima belas menit, Jeongmin datang dengan mobilnya yang berwarna silver. Jeongmin turun dari mobil dan menarik lengan Hye Sang penuh kelembutan lalu menyuruhnya masuk ke dalam mobil. Setelah naik, pandangan Hye Sang justru tertuju ke lobi utama sekolahnya yang tidak ada siapa-siapa. Namun bola matanya mendelik seakan mencari sesuatu atau seseorang.
      “Ada apa?” Tanya Jeongmin yang di buat penasaran.
      Hye Sang terkekeh. Ia menoleh ke arah Jeongmin sambil memaksakan senyumnya, “Tidak ada apa-apa. Ayo pulang.”
      Jeongmin tersenyum sambil mengangguk. Lalu ia melajukan mobilnya, pergi meninggalkan halaman sekolah.

      Di balik dinding yang berdiri kokoh, Hyunseong menoleh atau lebih tepatnya mengintip keadaan di luar. Kedua orang yang sangat familiar di matanya itu sudah hilang dari pandangan. Kini hanya tinggal dirinya sendiri.
      Ia menyenderkan punggungnya di dinding, menghela napas panjang sambil memejamkan kedua matanya.
      “Bahkan kau sama sekali tidak mengerti tentang perasaanku.” Ia kembali menepuk dadanya bebeapa kali, “Sakit rasanya…”
*
      Pagi ini tak seperti pagi-pagi pada hari biasanya. Hye Sang nampak tak bersemangat jika kembali mengingat kejadian kemarin sore bersama Hyunseong di lapangan basket. Tapi saat berada di depan Jeongmin, ia berusaha untuk menutupi perasaannya itu.

      Sepulang sekolah, Hye Sang hedak menemui Hyunseong. Ia ingin Hyunseong kembali menjelaskan tentang bagaimana perasaan Hyunseong yang sebenarnya pada dirinya. Hye Sang beranggapan kalau Hyunseong sedang berada di lapangan basket seperti biasanya. Langkahnya terhenti saat lapangan basket outdoor terguyur air hujan deras yang turun lebih cepat dari dugaannya. Ia menghela napas panjang. Ada rasa kecewa yang menyelimutinya. Namun kekecewaan itu berubah menjadi sebuah harapan. Hye Sang kembali melangkahkan kakinya lebih cepat menuju gedung olahraga indoor yang berada di sisi paling kanan sekolahnya.
      Dengan perlahan ia hendak membuka pintu masuk menuju gedung olahraga indoor itu. Namun ia mengurungkan niatnya saat samar-samar telinganya mendengar percakapan dua orang dari dalam gedung. Ia mendekatkan telinganya pada pintu.


      Hyunseong terus memainkan bola basketnya di tengah lapangan yang tak kalah luas dengan lapangan basket outdoor. Ia terus memasukkan bola ke dalam ring, mengambilnya lalu mendriblle lagi dan memasukkannya lagi ke dalam ring. Begitu seterusnya hingga ia kehilangan tenaganya, kemudian membaringkan tubuhnya di tengah lapangan.
      Sahabatnya, Jeongmin hanya memperhatikan Hyunseong dari tempat duduknya. Ia tersenyum puas saat melihat sahabatnya itu terkapar di lapangan.
      “Sudah.. Mengakulah kalau kau memang kalah dariku atas pertaruhan itu. Dan terimalah aku sebagai pemenangnya. Hahaha...” Jeongmin tertawa puas.
      Hyunseong mengubah posisinya, sehingga ia terduduk di lapangan dengan kedua telapak tangan yang menahan, “Tak usah kau ucapkan pun aku sudah tau. Kau yang lebih dulu mendapatkan hati Hye Sang dengan mudahnya. Jangan senang dulu. Kau menang karena Hye Sang pun menyukaimu. Jika ia menyukaiku, tentu saja ia pasti akan memilihku. Dan akulah yang menjadi pemenangnya.”
      “Hahaha.. Jangan berharap lebih. Pada kenyataannya akulah yang memenangkan taruhan yang kita lakukan.”

Flashback
      “Aku ingin bertaruh padamu.”
      Jeongmin mengernyitkan keningnya, “Maksudmu?”
      Hyunseong mendekati wajahnya ke hadapan Jeongmin kemudian berbisik, “Kita taruhan untuk mendapatkan Hye Sang. Yang lebih dulu mendapatkan cintanya, dia lah pemenangnya. Dan yang kalah harus memberikan apapun yang diinginkan si pemenang. Bagaimana? Seru bukan!?”
      “Mwo? Kau gila, eoh!?” Ketus Jeongmin.
      “Gila? Kurasa tidak. Hanya sedikit permainan kecil saja.” Hyunseong menyeruput sedikit cappuccino hangat miliknya, “Bilang saja kau takut dan tak berani. Iya kan!?” Sambungnya lagi sambil menyilangkan kedua tangan lalu menyenderkan punggungnya di senderan kursi.
      Jeongmin menatap Hyunseong penuh arti sambil berpikir. Kemudian ia tersenyum.
      “Baiklah, aku terima tawaranmu.”
      Hyunseong pun ikut tersenyum. Kemudian mereka saling menukar pandang satu sama lain.
Flashback end
     
      Ya, beberapa waktu yang lalu, saat Jeongmin merayakan ulang tahunnya bersama Hyunseong mereka tengah asik membicarakan sebuah pembicaraan yang cukup serius. Hanya mereka yang tau tentang pembicaraan itu, dan tak satu orang pun yang mengetahuinya.
      Jeongmin dan Hyunseong memiliki sebuah rencana yaitu taruhan atas Hye Sang. Siapa yang lebih dulu dapat menaklukan hati Hye Sang, dialah yang menjadi pemenangnya. Dan yang menang akan mendapatkan apa saja yang ia minta kepada yang kalah. Seperti itulah taruhan yang mereka rencanakan dan ternyata rencana itu masih terus berjalan hingga sekarang. Tapi sekarang, keduanya sama-sama tidak tahu agaimana perasaan yang sesungguhnya terhadap Hye Sang atas pertaruhan itu.

      Dari luar, Hye Sang tertegun. Pipinya basah oleh air mata yang terus mengalir deras tanpa ia sadari. Dadanya begitu terasa sesak hingga membuatnya kesulitan bernapas. Lututnya pun terasa lemas hingga ia jatuh terduduk di hadapan pintu yang masih tertutup.

      “Aku akan pikirkan lagi apa yang ingin aku dapatkan darimu kawan!” Jeongmin beranjak pergi meninggalkan Hyunseong.
      Hyunseong berdiri menghadap Jeongmin yang membelakanginya, “Aku mencintai Hye Sang!” Teriak Hyunseong dari belakang.
      Jeongmin terbelalak. Kata-kata yang ia dengar dari mulut Hyunseong mampu menghentikan langkahnya dengan sekejap, “Apa kau terjebak oleh perasaanmu juga?”
      “Heh?” Hyunseong terkekeh, “Apa kau juga mencintai Hye Sang?” Tanya Hyunseong penuh keraguan, juga kekhawatiran.
      “Nde. Aku sangat mencintai yeoja-chinguku.” Sahut Jeongmin yang kembali melangkahkan kakinya.

      Cklek..
      Pintu terbuka dari dalam. Jeongmin terkekeh, kaget, panik dan entah perasaan apalagi yang kini ia rasakan, ketika kedua matanya melihat jelas kalau yeoja-chingu nya tengah menangis di ambang pintu, tepat di hadapannya.
      “Hye.. Hye Sang-ah.. Kau..” Tanya Jeongmin terbata-bata.
      “Sudah cukup puaskah kau mempermainkan perasaanku?” Suara Hye Sang bergetar, “Sudah cukup puaskah kau mempermainkan cintaku?” Ujarnya lagi dengan pelan.
      “Hye Sang..”
      “Aku sudah mendengar semuanya. Jelas dari kedua mulut kalian.” Sahut Hye Sang dengan suara yang parau. Kemudian ia bangkit. Berusaha menatap kedua bola mata Jeongmin yang sangat indah. “Gomapta.. Telah melukaiku sesakit ini.. Mianhae..” Hye Sang berbalik badan lalu berlari sekencangnya menerjang derasnya hujan yang masih turun.
      “Hye Sang!” Jeongmin mengulurkan salah satu tangannya hendak meraih pundak Hye Sang. Namun Hye Sang lebih dulu pergi meninggalkannya.
      Hyunseong terkejut saat Jeongmin menyerukan nama Hye Sang dengan lantang. Ia berlari menghampiri Jeongmin di ambang pintu yang tengah memperhatikan Hye Sang. Kemudian Jeongmin pun berlari mengejar Hye Sang, di susul Hyunseong dari belakang.

      Sesakit inikah rasanya di permainkan? Oleh namja yang telah kucintai dengan penuh ketulusan. Sebegitu menyakitkankah semua ini? Namja yang selama ini mampu membuatku bahagia, kini justru seakan memanahkan busur panah tajam yang langsung menikam tepat di hatiku. Hancur berkeping-keping tak menyisakan sedikitpun kepingannya.’ Gusar Hye Sang dalam hatinya.
      Hye Sang terus berlari menjauh dari gedung olahraga menuju taman. Entah ada angin apa langkah kakinya langsung mengarah ke taman. Langkahnya berhenti tepat di bawah pohon Cherry yang biasa Jeongmin sambangi saat jam istirahat. Wajahnya basah. Air matanya bercampur dengan air hujan. Seluruh tubuhnya pun basah. Bahkan Hye Sang tidak mempedulikannya sekalipun ia mati kedinginan. Baginya, rasa sakit yang kini tengah ia rasakan jauh lebih menikam. Jauh lebih menyakitkan.
      “Nappeun namja!” Teriakkannya bahkan terkalahkan oleh suara hujan yang sangat deras.

      “Hye Sang-ah.. Bisa kita bicara? Aku mohon, dengarkan aku dulu.” Teriak Jeongmin.
      Telinganya seakan terasa panas saat mendengar suara itu. Bahkan ia tak mampu memandangnya. Menoleh sedikitpun rasanya enggan. Padahal selama ini ia tidak pernah menyia-nyiakan sedikitpun kesempatan untuk melihat sosok namja itu. Tapi tidak untuk sekarang. Melihatnya akan menambah luka di hatinya saat ini.
      “Hye Sang.. Tolong dengarkan aku.. Aku tau aku salah. Aku benar-benar salah telah menerima tawaran taruhan itu. Dan aku menyesal..”
      “Apa penyesalanmu itu bisa membuat hatiku kembali seperti semula? Sebelum terluka seperti ini?” Suara Hye Sang makin parau.

      Jeongmin yang berdiri mematung hanya terdiam dan menundukkan kepalanya. Seluruh perasaannya dipenuhi oleh penyesalan yang teramat dalam. Bahkan Jeongmin pun tak pernah membayangkan peristiwa akan terjadi. Di hatinya pun tersimpan sedikit luka yang terasa sakit. Ia mengangkat kepalanya, memandang yeoja-chingu nya yang sedikitpun tidak mau menoleh ke arahnya. Dengan memberanikan diri, Jeongmin menghampiri Hye Sang. Dengan perlahan, ia mendekap Hye Sang dari belakang.
      “Lepaskan aku!” Geram Hye Sang dengan berusaha melepaskan dekapan Jeongmin. Namun tenaga Jeongmin lebih kuat darinya.
      “Aku tau aku salah.. Aku benar-benar minta maaf. Aku tidak berniat untuk menyakitimu. Awalnya aku memang tidak memiliki perasaan apapun padamu. Tapi setelah kita menghabiskan waktu bersama-sama, perasaan itu mulai tumbuh dan akhirnya berkembang. Aku benar-benar mencintaimu, Hye Sang..”

      Dari kejauhan, Hyunseong tersenyum getir melihat sahabatnya tengah memeluk yeoja yang sangat memikat perhatian juga hatinya. Ia mengepalkan kedua telapak tangannya dengan erat. Tetes demi tetes air hujan jatuh membasahi seluruh tubuhnya.

      Tangis Hye Sang makin menjadi. Matanya kini terasa perih. Ia berusaha untuk melepaskan dekapan Jeongmin, membalikkan badan dan mendorong Jeongmin hingga terjatuh. Jeongmin sedikit terkejut. Baru kali ini ia melihat sikap kasar yeoja-chingu nya yang selama ini selalu terlihat penuh dengan kelembutan. Tapi ia mengerti kalau Hye Sang memang sedang menyimpan amarah padanya.
      “Pergi saja sana! Jangan pernah kembali lagi padaku!” Ketus Hye Sang.
      “K-kau.. Kau tidak bermaksud untuk berbicara seperti itu kan!? Kau masih mencintaiku kan!? Iya kan!? Hye Sang.. Jebal..” Tak terasa Jeongmin menitihkan air matanya. Meski tak terlihat karena air hujan yang juga membasahi pipinya, Hye Sang dapat merasakannya lewat suara parau Jeongmin.

      Krretteekk..
      Jeongmin terbelalak, pandangannya terpaku pada pohon Cherry Blossom yang salah satu bongkahan kayunya akan jatuh, “Hye Sang menjauh!” Teriak jeongmin yang tak dimengerti oleh Hye Sang. Ia berusaha untuk segera bangkit lalu berlari menghampiri Hye Sang dan memeluknya dengan begitu erat.
      Buukk.. Sebongkah kayu besar yang patah dari pohon Cherry Blossom menimpa tubuh Jeongmin hingga ia dan Hye Sang terjatuh.

      “Jeongmin-ah.. Hye Sang..” Teriak Hyunseong. Ia pun berlari menghampiri keduanya.

      “Neo gwaenchanayo, Hye Sang?” Gumam Jeongmin pelan.
      “Jeong.. Jeongmin..” Gusar Hye Sang.
      “Sarang..hae..yo..” Ucap Jeongmin terbata-bata.
      Air mata kembali jatuh dari pelupuk mata Hye Sang saat tangannya menyentuh cairan berwarna merah tepat di kepala Jeongmin. Ia memandang cairan di tangannya itu dengan bergetar.
      “Jeongmin-ah.. Jeongmin-ah.. Ireona.. Ireona!!” Teriak Hye Sang disertai isak tangis yang tertahan.
      Hyunseong datang dan segera mengangkat tubuh Jeongmin dari tubuh Hye Sang. Kemudian membaringkannya di atas pangkuannya. Salah satu tangannya berusaha meraih tangan Hye Sang untuk membantunya berdiri. Hye Sang bangkit lalu menyentuh kedua pipi Jeongmin dan mengusapnya beberapa kali.
      “Jeongmin-ah.. Bilang padaku kalau kau baik-baik saja! Jeongmin-ah.. Ireona!!”
      Hyunseong hanya memandang kedua temannya itu dengan pilu.


Di rumah sakit..
      Hyunseong membawa sebotol air mineral dan memberikannya kepada Hye Sang yang terduduk di lantai rumah sakit dengan pakaian yang basah. Hye Sang tak bergeming. Pandangannya tetap lurus ke depan, sementara kedua tangannya memeluk lutut dengan erat.
      “Minumlah..”
      “Aku tidak haus..” Gumam Hye Sang dengan pelan tanpa mengalihkan pandangannya. Hyunseong hanya memandang Hye Sang penuh arti.

Ddrrtt.. Ddrrrtt..
      Hye Sang meraih handphone di dalam saku bajunya yang bergetar. Ada panggilan masuk dari nomor yang tidak ia kenal. Bahkan tidak terdaftar dalam kontak handphone-nya. Ia segera menjawab panggilan masuk itu. “Yeoboseyo..”
      Seketika matanya terbelalak. Tubuhnya bergetar hebat saat menerima telepon. Handphone yang berada dalam genggamannya pun jatuh ke lantai, membuat Hyunseong terkejut. Ia kembali menangis untuk yang kesekian kalinya.
      “Aniya.. Tidak mungkin.. Ini tidak mungkin terjadi.. Andwaeyo!!” Teriak Hye Sang histeris.
      “Hye Sang-ah.. Ada apa? Apa yang terjadi?” Hyunseong menggenggam lengan Hye Sang.
      “Eomma.. Appa.. Mereka.. Mereka meninggal karena kecelakaan..” Ujar Hye Sang dengan isak tangis yang menjerit.
      Hyunseong terbelalak lalu mendekap Hye Sang dengan erat sambil mengusap punggungnya beberapa kali, berusaha untuk menenangkan Hye Sang.
Author POV end

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

My Strength

My Strength