Sabtu, 06 Januari 2018

[FF] My Criteria



My Criteria

Han Rae Hwa

Rating T | Fluff | Jeon Jungkook ‘BTS’ and Jung Eun Bi a.k.a Eunha ‘GFriend’


WARNING!!

Kriteria Yeoja yang Ideal bagi Jungkook:
Yeoja dengan tingginya 168 cm tapi lebih kecil dari dirinya
Bisa menjadi istri yang baik
Pandai memasak
Pintar
Memiliki kaki yang cantik dan bagus

“Apa kau termasuk ke dalam salah satu kriterianya?”



“Kookie-ya!!” Seru Eunha dengan langkah yang tak beraturan, berlari mengejar Jungkook di lorong sekolah yang sudah sepi dari penduduk berseragam kemeja putih berdasi merah marun polos serta celana dan rok berwarna senada. 

Merasa namanya dipanggil, Jungkook pun menghentikan langkahnya lalu menoleh ke belakang. Matanya mendelik memperhatikan Eunha dengan rambut dan tas ransel di punggung yang bergoyang-goyang mengikuti pergerakan si pemilik tubuh. 

“Eunha, wae?” tanya Jungkook ketika yeoja -dengan rambut panjang bersurai hitam legam dan belahan tengah yang membuat keningnya terlihat sempurna- itu sudah berada di hadapannya. Yeoja itu membungkukkan penuh badannya dengan menautkan kedua telapak tangan di lutut sambil mengatur napasnya yang tersengal-sengal. Dalam satu genggaman, terdapat secarik kertas yang penuh dengan tulisan serta sebuah foto Jungkook berukuran kecil di bagian sudut atasnya.

“Apa benar, kau akan mencantumkan profilmu ini di majalah kelas?” Eunha menegakkan badannya sambil mengangkat kertas itu di hadapan Jungkook setelah napasnya mulai teratur. Namja itu lantas mengambil alih kertas itu dari tangan Eunha. Matanya dengan lincah membaca tulisan-tulisan di kertas itu sekilas tanpa melafalkannya.

“Iya, memangnya kenapa?”

“Eung… Tidak apa-apa sih. Sebenarnya…” Eunha mengulum bibir bawahnya sambil melirik ke arah yang lain. Ingin mengatakan sesuatu yang tersendat di tenggorokannya. Sesaat, pandangan Eunha kembali ke arah Jungkook, “Apa benar, kriteria yang kau sukai dari seorang yeoja seperti yang kau tuliskan di kertas itu?” tanya Eunha sedikit ragu. Matanya menyipit kikuk. Sementara raut wajahnya menyembunyikan seberkas rasa penasaran. 

“Ne. Memangnya ada apa sih? Apa aku tidak boleh menuliskan kriteria yeoja yang aku sukai di sini?” Jungkook menggaruk pelipisnya.

“Ah, aniyo! Bukan seperti itu!” Eunha berkilah. Kedua tangannya melambai cepat di hadapan Jungkook, “A-aku hanya ingin memastikan saja. Eung… Ternyata seleramu tinggi juga yaa. Seperti yang sudah tertulis jelas di kertas itu.” Eunha mengakhiri kalimatnya dengan senyum kikuk.

Jungkook mengangguk samar sambil terus mendengarkan Eunha. Tak ingin menggubris, Jungkook pun justru menunggu Eunha kembali berbicara. Selain tak mengerti arah pembicaraan Eunha yang sebenarnya, Jungkook pun tak terlalu ingin mengetahuinya.

“Mmhh… Baiklah, nanti akan aku masukkan ke dalam majalah kelas seperti yang sudah tertera dalam kertas ini. Kalau begitu, aku pulang dulu ya?! Sampai jumpa.” Ia mengangkat satu tangannya, melambaikan salam perpisahan pada hari itu. Jungkook mengangguk lalu membalas lambaian tangan Eunha. 

Setelah langkah Eunha semakin jauh terlihat, Jungkook masih saja senantiasa memandangi punggung yeoja yang tertutupi tas ransel berwarna hitam itu. Diam-diam senyum kecil menghiasi wajahnya. Menyadari kertas yang dibawa Eunha masih berada di dalam genggamannya, ia pun memutuskan untuk beranjak pergi menyusul Eunha yang ternyata semakin lama semakin menjauh dan akhirnya hilang dari pandangannya.

-oOo-

Eunha menghela napas panjang lalu menghembuskannya seiring dengan satu kakinya yang menendang batu kerikil di depannya. Langkahnya begitu gontai seakan malas sekali melangkahkan kaki untuk pulang ke rumah. Kedua tangannya menggenggam tali tas ranselnya yang menggantung di punggung.

“Kriteria yeoja idamanmu sungguh begitu berat Kookie… Kau menyukai seorang yeoja dengan tinggi 168 cm, pandai memasak, pintar, memiliki kaki yang cantik dan bagus. Serta kelak kau ingin memiliki istri yang baik. Hhfftt…"

Tiba-tiba langkahnya terhenti, “Sedangkan aku? Apa yang bisa kubanggakan dari diriku sendiri dibandingkan dengan kriteria yeoja idaman Jungkook? Bisa memasak saja tidak.” Umpatnya. 

“Apalagi pintar?! Pintar memarahi teman-teman namjaku yang sangat menyebalkan?!” Ia hendak melanjutkan langkahnya. Namun Kicauan burung yang berterbangan di langit mengalihkan perhatiannya, membuat kedua kakinya seakan terhipnotis untuk tetap berdiam di tempat. Langit nampak indah dengan seberkas warna jingga hasil pembiasan cahaya matahari yang sebentar lagi akan merayap turun menuju tempatnya berpulang. 

“Waahh… Indah sekali ya?! Bahkan langit saja terlihat jauh lebih indah dari pada aku.” Umpatnya lagi.

Eunha mendengus kecewa atas dirinya. 

“Seharusnya aku bisa menjadi—”

“Bisa menjadi apa?”

Tubuh Eunha melonjak kaget saat seorang namja yang tiba-tiba datang. 

“J-Jungkook!? K-kau sudah lama berada di—”

“Kau selalu pulang sendirian seperti ini ya?” sela Jungkook.

Eunha mengangguk kaku.

“Aku tidak sengaja mendengar umpatanmu dari tadi. Aku minta maaf ya?!” namja itu menggaruk samar kepalanya sambil nyengir kuda.

“Heh?!”

Jungkook melanjutkan langkahnya diikuti Eunha di samping kanannya.

“Tidak ada orang yang tidak berguna bagi orang lain. Yaaa… Paling tidak dia bisa berguna bagi dirinya sendiri. Aku mempercayai itu.”

Awalnya Eunha fokus mendengarkan perkataan Jungkook, namun kelamaan Eunha seakan terhipnotis dengan wajah Jungkook yang tampan namun masih terlihat baby face itu. Matahari yang hendak berpulang itu memaparkan cahayanya ke sebagian wajah Jungkook, membuatnya semakin terlihat tampan. Membuat Eunha jadi tidak fokus lagi dengan setiap kalimat yang terucap dari bibir Jungkook. 

“Kau tidak perlu menjadi siapa-siapa. Cukup menjadi dirimu sendiri saja. Lagi pula, semua orang pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Kau juga memiliki kelebihan.”
Eunha terkekeh.

Jungkook menghentikan langkahnya, diikuti Eunha. “Kau bisa menjadi seorang pemimpin di dalam kelas selama tiga tahun berturut-turut. Kupikir itu adalah hal yang sangat keren di mataku. Bayangkan saja, seorang yeoja menjadi seorang pemimpin bagi teman-temanya. Mengurus, mengatur dan bahkan memimpin teman-temanmu yang setiap kepala memiliki pemikiran dan karakter yang berbeda-beda. Meski baru menjadi seorang pemimpin di ruang lingkup yang kecil seperti di kelas, tapi tetap saja kan kau adalah seorang pemimpin?!” Jungkook menaikkan salah satu alis matanya.

“Jika aku jadi kau, aku pasti sudah bangga akan hal itu. Tapi sepertinya kau tidak menyadarinya. Yaa, kuakui memang tidak sedikit orang yang bahkan tak pernah tau apa kelebihan dari dirinya sendiri. Yang ada hanya terus merutuk kelemahan akan dirinya sendiri.” Jelasnya membuat Eunha tertegun.

“Yaa, meski kau tidak bisa memasak. Setidaknya kau kan bisa belajar memasak dari sekarang. Agar saat kupinang nanti, kau sudah pandai memasak untuk anak-anak kita. Kau juga bisa belajar menjadi pacar yang baik agar kelak kau bisa menjadi seorang istri yang baik.” Ujar Jungkook malu-malu sambil memelankan volume suaranya. Pandangannya mulai berkeliaran ke langit, berusaha menjauhi tatapan Eunha.

“Mwo?” Bola mata Eunha membulat. Tentu ia tidak percaya pada perkataan Jungkook barusan. Semua petuah yang diberikan jungkook pun seakan hanya masuk ke telinga kanan dan keluar dari telinga kirinya. Terlupakan begitu saja dengan kalimat terakhir yang Jungkook ujarkan.

“Aku memang menyukai yeoja dengan tinggi badan seukuran 168 cm. Tapi di kertas ini,” Jungkook mengangkat kertas yang diberikan Eunha sewaktu mereka masih di sekolah. “Kan di sini aku menuliskan kalau aku menyukai yeoja dengan tinggi badan 168 cm, tapi lebih kecil dariku.” Pandangannya kembali pada Eunha.

Namja bermarga Jeon itu menyilangkan kedua tangan di dada sambil mengamati Eunha dengan tatapan yang lucu. Hal itu sontak membuat Eunha jadi gugup. Yeoja berusia 17 tahun itu mengusap tengkuknya.

“Ya!” Jungkook mengulurkan salah satu tangannya dan melingkar di pundak Eunha. Semburat merah merona mewarnai pipi Eunha.

“Kau tahu? Sebenarnya sudah sejak lama aku menyukaimu. Hanya saja… Kau tidak peka.” Ibu jari dan jari telunjuk tangan kirinya mencubit hidung Eunha lembut. Tak ayal membuat Eunha semakin tak bisa mengontrol dirinya sendiri.

Rongga dadanya seakan kehabisan stok oksigen. Sementara oksigen yang ia hirup tak membuat dadanya berhenti mengembang kempis.

Eunha yang seakan baru saja terbangun dari mimpi indahnya sontak melepas rangkulan tangan Jungkook dan melangkahkan kaki ke hadapan Jungkook. Kini tubuh mereka saling berhadapan. Tubuh Jungkook yang lebih tinggi darinya beberapa cm membuatnya sedikit mendongak agar tatapannya bisa pas dengan tatapan Jungkook. 

“Ya! Kau bercanda ya?!” Eunha mengacungkan jari telunjuk tepat beberapa cm di depan hidung Jungkook yang mancung. “Jangan bermain-main dengan pemimpin kelasmu ini ya, Jeon Jungkook!!”

“Untuk apa aku bercanda?” tatap Jungkook, “Aku tidak pernah bercanda soal perasaan. Aku tidak bisa bermain dengan perasaanku sendiri, apalagi dengan perasaan orang lain. Dan perasaan itu memang tidak boleh dipermainkan kan?!” jelas Jungkook.

“Jadi…” Gumam Eunha samar.

“Jadi apa? Jadi, kita jadian? Begitu?” jelas Jungkook.

“Ya! Aku kan belum memutuskan apa-apa!” tukas Eunha.

Jungkook yang geregetan dengan tingkah Eunha yang seolah munafik, lantas menarik sudut bibirnya ke atas hingga terlihat senyumannya yang lebar dan terlihat manis. Setelah itu, kedua tangannya terulur ke depan dan menggapai tubuh Eunha lalu mendekapnya. Kertas itu masih setia berada dalam genggamannya. Sementara dagunya terpaut di ujung pangkal kepala Eunha.

“Tanpa kau mengatakan keputusanmu, aku juga sudah tahu apa keputusanmu." Kedua matanya kini terpejam. "Aku mencintaimu, Jung Eunha.” 

Diam-diam Eunha ikut menarik sudut bibirnya ke atas. Senyum malu-malu mulai menghiasi wajahnya yang cantik namun sedikit tersembunyi di balik tubuh Jungkook. Perlahan kedua tangannya mulai terulur, merangkak naik ke punggung Jungkook lalu mendarat di pundak namja itu. 

“Aku minta maaf…”

Tiga kata itu sontak membuat Jungkook terkejut. Kedua matanya yang terpejam kini terbuka lebar, memperlihatkan bola matanya yang membulat hebat. Sementara senyumnya mendadak menghilang begitu saja. Hampir pelukannya ia lepas, namun Eunha tetap mendekap Jungkook.

“Aku minta maaf karena aku memang tidak bisa membohongi perasaanku. Kalau aku… Aku juga mencintaimu Kookie. Entah kenapa aku selalu merasa nyaman saat berada di sampingmu. Meskipun kau nampak tak pernah terlihat akrab denganku.”

Perlahan senyum mulai kembali menghiasi wajah Jungkook.

“Cinta memang seperti itu. Tak pernah terduga.”

Langit yang tadinya berwarna jingga berubah menjadi biru tua. Matahari sudah sepenuhnya tenggelam dalam peraduannya, terganti dengan bulan sabit yang perlahan merayap di antara awan-awan yang mulai terlihat sedikit gelap.

Perasaan aneh mulai menyergap di hati keduanya. Perasaan aneh yang membuat keduanya sama-sama merasakan kebahagiaan yang luar biasa, yang biasa disebut dengan cinta.

Finish. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

My Strength

My Strength