My Criteria
Han Rae Hwa
Rating T | Fluff
| Jeon Jungkook ‘BTS’ and Jung Eun Bi a.k.a Eunha ‘GFriend’
WARNING!!
Kriteria Yeoja yang Ideal bagi
Jungkook:
Yeoja dengan tingginya 168 cm tapi
lebih kecil dari dirinya
Bisa menjadi istri yang baik
Pandai memasak
Pintar
Memiliki kaki yang cantik dan bagus
“Apa kau termasuk ke dalam salah satu
kriterianya?”
“Kookie-ya!!” Seru Eunha dengan langkah yang tak beraturan, berlari mengejar Jungkook di lorong sekolah yang sudah sepi dari penduduk berseragam kemeja putih berdasi merah marun polos serta celana dan rok berwarna senada.
Merasa
namanya dipanggil, Jungkook pun menghentikan langkahnya lalu menoleh ke
belakang. Matanya mendelik memperhatikan Eunha dengan rambut dan tas ransel di
punggung yang bergoyang-goyang mengikuti pergerakan si pemilik tubuh.
“Eunha,
wae?” tanya Jungkook ketika yeoja -dengan rambut panjang bersurai hitam legam
dan belahan tengah yang membuat keningnya terlihat sempurna- itu sudah berada
di hadapannya. Yeoja itu membungkukkan penuh badannya dengan menautkan kedua
telapak tangan di lutut sambil mengatur napasnya yang tersengal-sengal. Dalam
satu genggaman, terdapat secarik kertas yang penuh dengan tulisan serta sebuah
foto Jungkook berukuran kecil di bagian sudut atasnya.
“Apa benar,
kau akan mencantumkan profilmu ini di majalah kelas?” Eunha menegakkan badannya
sambil mengangkat kertas itu di hadapan Jungkook setelah napasnya mulai
teratur. Namja itu lantas mengambil alih kertas itu dari tangan Eunha. Matanya
dengan lincah membaca tulisan-tulisan di kertas itu sekilas tanpa melafalkannya.
“Iya,
memangnya kenapa?”
“Eung… Tidak
apa-apa sih. Sebenarnya…” Eunha mengulum bibir bawahnya sambil melirik ke arah
yang lain. Ingin mengatakan sesuatu yang tersendat di tenggorokannya. Sesaat,
pandangan Eunha kembali ke arah Jungkook, “Apa benar, kriteria yang kau sukai
dari seorang yeoja seperti yang kau tuliskan di kertas itu?” tanya Eunha
sedikit ragu. Matanya menyipit kikuk. Sementara raut wajahnya menyembunyikan
seberkas rasa penasaran.
“Ne.
Memangnya ada apa sih? Apa aku tidak boleh menuliskan kriteria yeoja yang aku
sukai di sini?” Jungkook menggaruk pelipisnya.
“Ah, aniyo!
Bukan seperti itu!” Eunha berkilah. Kedua tangannya melambai cepat di hadapan
Jungkook, “A-aku hanya ingin memastikan saja. Eung… Ternyata seleramu tinggi
juga yaa. Seperti yang sudah tertulis jelas di kertas itu.” Eunha mengakhiri
kalimatnya dengan senyum kikuk.
Jungkook
mengangguk samar sambil terus mendengarkan Eunha. Tak ingin menggubris,
Jungkook pun justru menunggu Eunha kembali berbicara. Selain tak mengerti arah
pembicaraan Eunha yang sebenarnya, Jungkook pun tak terlalu ingin
mengetahuinya.
“Mmhh…
Baiklah, nanti akan aku masukkan ke dalam majalah kelas seperti yang sudah
tertera dalam kertas ini. Kalau begitu, aku pulang dulu ya?! Sampai jumpa.” Ia
mengangkat satu tangannya, melambaikan salam perpisahan pada hari itu. Jungkook
mengangguk lalu membalas lambaian tangan Eunha.
Setelah
langkah Eunha semakin jauh terlihat, Jungkook masih saja senantiasa memandangi
punggung yeoja yang tertutupi tas ransel berwarna hitam itu. Diam-diam senyum
kecil menghiasi wajahnya. Menyadari kertas yang dibawa Eunha masih berada di
dalam genggamannya, ia pun memutuskan untuk beranjak pergi menyusul Eunha yang
ternyata semakin lama semakin menjauh dan akhirnya hilang dari pandangannya.
-oOo-
Eunha
menghela napas panjang lalu menghembuskannya seiring dengan satu kakinya yang
menendang batu kerikil di depannya. Langkahnya begitu gontai seakan malas
sekali melangkahkan kaki untuk pulang ke rumah. Kedua tangannya menggenggam
tali tas ranselnya yang menggantung di punggung.
“Kriteria
yeoja idamanmu sungguh begitu berat Kookie… Kau menyukai seorang yeoja dengan
tinggi 168 cm, pandai memasak, pintar, memiliki kaki yang cantik dan bagus.
Serta kelak kau ingin memiliki istri yang baik. Hhfftt…"
Tiba-tiba
langkahnya terhenti, “Sedangkan aku? Apa yang bisa kubanggakan dari diriku
sendiri dibandingkan dengan kriteria yeoja idaman Jungkook? Bisa memasak saja
tidak.” Umpatnya.
“Apalagi
pintar?! Pintar memarahi teman-teman namjaku yang sangat menyebalkan?!” Ia
hendak melanjutkan langkahnya. Namun Kicauan burung yang berterbangan di langit
mengalihkan perhatiannya, membuat kedua kakinya seakan terhipnotis untuk tetap
berdiam di tempat. Langit nampak indah dengan seberkas warna jingga hasil
pembiasan cahaya matahari yang sebentar lagi akan merayap turun menuju
tempatnya berpulang.
“Waahh…
Indah sekali ya?! Bahkan langit saja terlihat jauh lebih indah dari pada aku.”
Umpatnya lagi.
Eunha
mendengus kecewa atas dirinya.
“Seharusnya
aku bisa menjadi—”
“Bisa
menjadi apa?”
Tubuh Eunha
melonjak kaget saat seorang namja yang tiba-tiba datang.
“J-Jungkook!?
K-kau sudah lama berada di—”
“Kau selalu
pulang sendirian seperti ini ya?” sela Jungkook.
Eunha
mengangguk kaku.
“Aku tidak
sengaja mendengar umpatanmu dari tadi. Aku minta maaf ya?!” namja itu menggaruk
samar kepalanya sambil nyengir kuda.
“Heh?!”
Jungkook
melanjutkan langkahnya diikuti Eunha di samping kanannya.
“Tidak ada
orang yang tidak berguna bagi orang lain. Yaaa… Paling tidak dia bisa berguna
bagi dirinya sendiri. Aku mempercayai itu.”
Awalnya
Eunha fokus mendengarkan perkataan Jungkook, namun kelamaan Eunha seakan
terhipnotis dengan wajah Jungkook yang tampan namun masih terlihat baby face
itu. Matahari yang hendak berpulang itu memaparkan cahayanya ke sebagian wajah
Jungkook, membuatnya semakin terlihat tampan. Membuat Eunha jadi tidak fokus
lagi dengan setiap kalimat yang terucap dari bibir Jungkook.
“Kau tidak
perlu menjadi siapa-siapa. Cukup menjadi dirimu sendiri saja. Lagi pula, semua
orang pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Kau juga
memiliki kelebihan.”
Eunha terkekeh.
Eunha terkekeh.
Jungkook
menghentikan langkahnya, diikuti Eunha. “Kau bisa menjadi seorang pemimpin di
dalam kelas selama tiga tahun berturut-turut. Kupikir itu adalah hal yang
sangat keren di mataku. Bayangkan saja, seorang yeoja menjadi seorang pemimpin
bagi teman-temanya. Mengurus, mengatur dan bahkan memimpin teman-temanmu yang
setiap kepala memiliki pemikiran dan karakter yang berbeda-beda. Meski baru
menjadi seorang pemimpin di ruang lingkup yang kecil seperti di kelas, tapi
tetap saja kan kau adalah seorang pemimpin?!” Jungkook menaikkan salah satu
alis matanya.
“Jika aku
jadi kau, aku pasti sudah bangga akan hal itu. Tapi sepertinya kau tidak
menyadarinya. Yaa, kuakui memang tidak sedikit orang yang bahkan tak pernah tau
apa kelebihan dari dirinya sendiri. Yang ada hanya terus merutuk kelemahan akan
dirinya sendiri.” Jelasnya membuat Eunha tertegun.
“Yaa, meski
kau tidak bisa memasak. Setidaknya kau kan bisa belajar memasak dari sekarang.
Agar saat kupinang nanti, kau sudah pandai memasak untuk anak-anak kita. Kau
juga bisa belajar menjadi pacar yang baik agar kelak kau bisa menjadi seorang
istri yang baik.” Ujar Jungkook malu-malu sambil memelankan volume suaranya.
Pandangannya mulai berkeliaran ke langit, berusaha menjauhi tatapan Eunha.
“Mwo?” Bola
mata Eunha membulat. Tentu ia tidak percaya pada perkataan Jungkook barusan.
Semua petuah yang diberikan jungkook pun seakan hanya masuk ke telinga kanan
dan keluar dari telinga kirinya. Terlupakan begitu saja dengan kalimat terakhir
yang Jungkook ujarkan.
“Aku memang
menyukai yeoja dengan tinggi badan seukuran 168 cm. Tapi di kertas ini,”
Jungkook mengangkat kertas yang diberikan Eunha sewaktu mereka masih di
sekolah. “Kan di sini aku menuliskan kalau aku menyukai yeoja dengan tinggi
badan 168 cm, tapi lebih kecil dariku.” Pandangannya kembali pada Eunha.
Namja
bermarga Jeon itu menyilangkan kedua tangan di dada sambil mengamati Eunha
dengan tatapan yang lucu. Hal itu sontak membuat Eunha jadi gugup. Yeoja
berusia 17 tahun itu mengusap tengkuknya.
“Ya!”
Jungkook mengulurkan salah satu tangannya dan melingkar di pundak Eunha.
Semburat merah merona mewarnai pipi Eunha.
“Kau tahu?
Sebenarnya sudah sejak lama aku menyukaimu. Hanya saja… Kau tidak peka.” Ibu
jari dan jari telunjuk tangan kirinya mencubit hidung Eunha lembut. Tak ayal
membuat Eunha semakin tak bisa mengontrol dirinya sendiri.
Rongga
dadanya seakan kehabisan stok oksigen. Sementara oksigen yang ia hirup tak
membuat dadanya berhenti mengembang kempis.
Eunha yang
seakan baru saja terbangun dari mimpi indahnya sontak melepas rangkulan tangan
Jungkook dan melangkahkan kaki ke hadapan Jungkook. Kini tubuh mereka saling
berhadapan. Tubuh Jungkook yang lebih tinggi darinya beberapa cm membuatnya
sedikit mendongak agar tatapannya bisa pas dengan tatapan Jungkook.
“Ya! Kau
bercanda ya?!” Eunha mengacungkan jari telunjuk tepat beberapa cm di depan
hidung Jungkook yang mancung. “Jangan bermain-main dengan pemimpin kelasmu ini
ya, Jeon Jungkook!!”
“Untuk apa
aku bercanda?” tatap Jungkook, “Aku tidak pernah bercanda soal perasaan. Aku
tidak bisa bermain dengan perasaanku sendiri, apalagi dengan perasaan orang
lain. Dan perasaan itu memang tidak boleh dipermainkan kan?!” jelas Jungkook.
“Jadi…”
Gumam Eunha samar.
“Jadi apa?
Jadi, kita jadian? Begitu?” jelas Jungkook.
“Ya! Aku kan
belum memutuskan apa-apa!” tukas Eunha.
Jungkook
yang geregetan dengan tingkah Eunha yang seolah munafik, lantas menarik sudut
bibirnya ke atas hingga terlihat senyumannya yang lebar dan terlihat manis.
Setelah itu, kedua tangannya terulur ke depan dan menggapai tubuh Eunha lalu
mendekapnya. Kertas itu masih setia berada dalam genggamannya. Sementara
dagunya terpaut di ujung pangkal kepala Eunha.
“Tanpa kau
mengatakan keputusanmu, aku juga sudah tahu apa keputusanmu." Kedua
matanya kini terpejam. "Aku mencintaimu, Jung Eunha.”
Diam-diam
Eunha ikut menarik sudut bibirnya ke atas. Senyum malu-malu mulai menghiasi
wajahnya yang cantik namun sedikit tersembunyi di balik tubuh Jungkook.
Perlahan kedua tangannya mulai terulur, merangkak naik ke punggung Jungkook
lalu mendarat di pundak namja itu.
“Aku minta
maaf…”
Tiga kata
itu sontak membuat Jungkook terkejut. Kedua matanya yang terpejam kini terbuka
lebar, memperlihatkan bola matanya yang membulat hebat. Sementara senyumnya
mendadak menghilang begitu saja. Hampir pelukannya ia lepas, namun Eunha tetap
mendekap Jungkook.
“Aku minta
maaf karena aku memang tidak bisa membohongi perasaanku. Kalau aku… Aku juga
mencintaimu Kookie. Entah kenapa aku selalu merasa nyaman saat berada di
sampingmu. Meskipun kau nampak tak pernah terlihat akrab denganku.”
Perlahan
senyum mulai kembali menghiasi wajah Jungkook.
“Cinta
memang seperti itu. Tak pernah terduga.”
Langit yang tadinya berwarna jingga berubah menjadi biru tua. Matahari sudah sepenuhnya tenggelam dalam peraduannya, terganti dengan bulan sabit yang perlahan merayap di antara awan-awan yang mulai terlihat sedikit gelap.
Perasaan
aneh mulai menyergap di hati keduanya. Perasaan aneh yang membuat keduanya
sama-sama merasakan kebahagiaan yang luar biasa, yang biasa disebut dengan
cinta.
Finish.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar