Sabtu, 17 Januari 2015

[FF] TWINS part 10



[FF] TWINS part 10 (ending)

                Hari ini adalah hari kedua dimana hatiku merasakan sakit yang luar biasa. Aku harus melihat seseorang yang sangat kucintai dimasukkan ke dalam peti lalu dikubur berama tanah merah yang lembab. Tak ada penerangan, tak ada fentilasi udara. Yang ada hanyalah kegelapan yang akan ia rasakan.
                Naeun menggandeng tanganku. Ia selalu setia menemaniku sejak kemarin. Hingga ia terpaksa menginap dirumahku. Ia bilang, ia tidak ingin terjadi sesuatu padaku. Dan ia ingin menjagaku juga menemaniku. Langkah kami berhenti saat melihat peti jenazah yang tak lama lagi akan dimasukkan ke sebuah lubang besar yang telah dibuat oleh beberapa orang pagi tadi. Aku terus menatap peti jenazah itu. jika aku bisa, aku ingin membawanya pergi dari sini. Sayangnya aku tidak bisa melakukan hal gila itu. Kubiarkan hatiku terus merasakan sakit yang amat dalam. Sakit yang ku kira akan lama untuk ku menghilangkannya.

                Tak perlu menunggu lama, peti jenazah itu pun dimasukkan dan ditimbun oleh tanah merah hingga benar-benar tertutup dan tidak dapat terlihat lagi.
                Aku benar-benar tidak kuat untuk melihatnya. Tadinya aku ingin tetap berada dirumah. Tapi aku tidak ingin melewatkan hari ini. Hari dimana aku tidak dapat lagi melihatnya. Melihat orang yang benar-benar aku cintai. Seandainya waktu dapat diputar, aku ingin kecelekaan itu bisa dihentikan. Bahkan kalau bisa tidak pernah ada. Agar semua ini tidak pernah terjadi. Tapi pada kenyataannya, inilah yang harus aku terima.

                Naeun terus mendekapku yang tak ada hentinya menangis. Aku menyesal. Sungguh, sangat menyesal. Jika tau hari itu adalah hari terakhir aku bertemu dengannya, aku ingin mengutarakan seluruh perasaanku padanya. Seluruh isi hatiku padanya. Kalau aku benar-benar mencintainya. Tapi justru aku malah memarahinya dan membuatnya seperti ini.
                “Youngmin-ah, jeongmal mianhae..” Gumamku pelan, “Aku yang sudah membuatmu menjadi seperti ini. Karenaku kau harus pergi. Aku memang benar-benar bodoh!”
                “Eonni, kau tidak boleh berbicara seperti itu. Ini adalah takdir. Bukan sepenuhnya kesalahanmu. Kau harus bisa menerima semuanya. Kau harus mengikhlaskannya.”
                Aku tak dapat berkata apa-apa lagi selain hanya menangis dan menangis.


                Acara pemakaman Youngmin sudah selesai. Semua orang sudah pulang kecuali orang-orang terdekat Youngmin. Seperti kedua orang tuanya, kedua saudaranya dan keempat sahabatnya. Juga aku dan Naeun. Mereka nampak sangat sedih. Sama sepertiku. Aku juga merasakan perasaan yang sama dengan yang mereka rasakan. Karena aku pun mengenal sosok Youngmin cukup lama. Karena aku adlah yeoja-chingu nya. Yang mencintainya.
                Kuperhatikan Kwangmin yang masih terpaku dengan papan nisan dihadapannya sambil terus menangis namun tidak bersuara. Tapi tiba-tiba ia mengalihkan pandangannya ke arahku. Ia menatapku begitu sinis. Seakan-akan ingin menerkamku. Aku hanya menunduk, karena aku tak berani untuk menatap tatapan matanya itu. Tapi tak lama ia pergi. Semuanya memperhatikan kepergiannya namun tetap membiarkannya pergi, dan tak ada yang mencegahnya.

                “Ayo Eonni, kita pulang..” Ajak Naeun saat kedua orang tua Youngmin, Hyunmin dan juga keempat sahabatnya pulang terlebih dahulu.
                “Kau duluan saja. Aku masih ingin disini..”
                Naeun mengusap pundakku beberapa kali.
                “Aku akan menunggumu didepan.” Ia bangkit dan pergi berlalu dariku. Membiarkanku sendiri disini.

                Kutatap papan nisan berwarna putih yang bernama Jo Youngmin itu. Aku mengelusnya.
                “Annyeonghaseyo.. Mianhaeyo, Jo Youngmin. Seandainya aku bisa menebus kesalahanku, sekalipun aku mati, aku akan melakukannya. Asalkan kau bisa kembali lagi ke dunia ini. Tapi tidak bisa ya? Aku hanya ingin kau tau, kalau aku sangat mencintaimu, sangat menyayangimu. Aku yakin kau pasti sudah mengetahuinya kan, sekalipun aku tidak memberitahumu?” Aku menghela nafas panjang, “Youngmin-ah.. Tak seharusnya kau pergi secepat ini. Tak bisakah kau bertahan? Kami semua masih sangat membutuhkannmu. Karena kami menyayangimu. Kami tidak ingin kehilangan sosokmu Youngmin.. Tapi aku yakin, kau pasti akan bahagia disana. Ditempatmu sekarang. Disurga. Saranghaeyo Jo Youngmin.. Aku tidak akan melupakanmu.”
                Aku mengecup papan nisan Youngmin lalu pergi.

                Tak ada lagi senyuman itu. Tak ada lagi tawanya. Tak ada lagi tatapan sinisnya yang membuat jantungku selalu berdegup kencang. Tak ada lagi yang selalu memarahiku jika aku melakukan hal yang menurutnya menyebalkan. Tak ada ciuman yang disengaja maupun tidak disengaja yang membuatku selalu berdebar-debar. Tak ada lagi seseorang yang mencintaiku apa adanya. Yang mencintaiku dengan tulus. Kini cinta pertamaku sudah pergi. Tidak ada lagi orang yang kupikir adalah Kwangmin, orang yang selama ini aku cintai. Yang ternyata adalah Youngmin.
                Selamat tinggal Jo Youngmin. Aku akan tetap mencintaimu hingga ajal menjemputku. Tak ada yang mampu mengganntikanmu dihatiku. Siapapun itu orangnya. Karena kau adalah satu-satunya orang yang aku cintai. Terima kasih banyak atas semuanya yang pernah kau berikan padaku. Aku bahagia pernah memilikimu. Aku bahagia pernah dicintai olehmu. Dan aku bahagia, karena akulah yeoja yang terakhir kali kau cintai. Terima kasih banyak.

                Kutatap langit yang mulai gelap. Sedikit demi sedikit air hujan turun membasahi permukaan tanah. Aku menoleh ke arah makan Youngmin yang mulai basah. Kutatap sebentar lalu aku kembali melangkahkan kakiku. Hingga langkahku terhenti. Kuangkat kepalaku ke atas sembari memejamkan kedua mataku. Membiarkan air hujan membasahi wajahku.

“Nan utgoman sipeunde Da ijeundeusi
(Ku sudah berpikir tentang membiarkan kamu pergi)
Amuil aneun deut geuroke
(Tanpa meninggalkan memori samar seperti tidak ada yang terjadi)
Useumyo salgopeunde
(Senyuman menghidupkan hari-hariku)
Oneuldo
(Bahkan saat ini)
Nan bonenjur-aratjyo da namgim-obsi
(Aku sudah berpikir tentang membiarkanmu pergi)
Anijyo anijyo nan ajik geudereul motbonetjyo
(Tidak tidak, aku masih tidak bisa membiarkanmu pergi)
Saranghe sarangheyo
Cinta, aku cinta kamu
Geudereul sarangheyo
(Benar-benar cinta kamu)
Maljocha mot-hagoso geudereul geuroke bonenneyo
(Pengakuanku sudah terlambat, apakah kamu sudah mendengar)” - Chorong

                “Eonni….”

                Aku menoleh saat Naeun memanggilku. Tapi tiba-tiba ada sesuatu yang menghantam tubuhku dengan keras hingga aku terpental.
Chorong POV end

Author POV
                Chorong membiarkan air hujan menerpa wajahnya dengan kedua mata yang terpejam. Seketika ia menoleh karena seseorang memanggilnya. Namun tubuhnya tiba-tiba dihantam oleh benda keras hingga tubuhnya terpental.
                Mobil yang menabrak Chorong berhenti sejenak lalu kembali meneruskan perjanalannya tanpa memikirkan seseorang yang telah ditabraknya.
                Naeun berteriak histeris. Ia berlari ditengah hujan menghampiri Chorong yang tergeletak tak jauh dari pintu masuk area pemakaman. Darah mulai bercucuran dari beberapa bagian tubuhnya. Ia mendekap tubuh Chorong yang sudah tak bernyawa. Sementara banyak orang-orang berdatangan untuk mencoba menolongnya dan membawanya dari tempat kecelakaan menuju Rumah Sakit. Meskipun mereka sudah tau kalau nyawanya tidak dapat tertolong lagi. karena ia langsung meninggal saat kecelakaan itu. Setidaknya Chorong mendapatkan perlakuan yang layak.


                Mobil itu berhenti ditengah jalan yang sepi. Masih terguyur oleh hujan deras disore hari. Sang pemilik mobil tersenyum puas. Ia mengambil foto seseorang dari dalam dompetnya. Foto dua anak kembar dengan memakai seragam SMA sambil tersenyum sangat manis.
                “Hyung.. Dia sudah membayar atas semua yang pernah ia lakukan. Kupastikan ia sudah mati Hyung.. Ia sudah membayar nyawamu dengan nyawanya. Aku puas. Setidaknya kau bisa bertemu dengannya disana. Kuharap kau bahagia Hyung.. Saranghaeyo..”


The end…………………………


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

My Strength

My Strength