Rabu, 23 September 2015

[FF] Touch Love Trough a Dream part 5

Title: Touch Love Trough a Dream (part 5)
Author: Han Rae Hwa

N: tanda kurung [ ] di awal dan di akhir kalimat / dialog menandakan kalau Yae Weon tengah bermimpi. Sengaja aku buat seperti itu agar tidak membingungkan.

Happy reading ^^

Touch Love Trough a Dream part 5

   Gawat! Hari ini aku telat. Mimpi itu membangunkanku tepat dimana aku seharusnya sudah berangkat sekolah. Lagi-lagi aku memimpikan kejadian beberapa tahun silam saat bersama Youngie itu.
   Pandanganku terpaku pada dua lift yang sama-sama menununjukkan anak panah ke atas. Pasti akan lama jika aku menunggunya. Akhirnya aku memilih untuk naik tangga.
   Langkahku terus melaju dengan kencang menuju kelas. Namun kedua kakiku saling terselingkat dan akhirnya aku terjatuh. Tubuhku terguling dari anak tangga paling atas hingga anak tangga paling bawah. Mungkin ada sepuluh anak tangga yang terhitung. Dengan spontan aku berteriak karena terkejut.
Uugghh, tulang punggungku rasanya seakan hampir patah. Kepalaku beberapa kali membentur anak tangga tanpa henti. Dan kakiku mati rasa. Tidak hanya itu, lenganku sepertinya memar. Aku tidak tau luka apalagi yang ada di tubuhku. Intinya seluruh tubuhku terasa sangat sakit dan nyeri.
“Ugghh, sakit sekali,” lirihku sambil berusaha bangkit. Namun rasa nyeri di seluruh tubuhku makin menjadi. Aku hanya bisa menunggu seseorang yang bisa membantuku.

“Yae Weon-ah,” gumam seseorang dari belakang.
Aku menoleh, “Kwangmin-ssi…”
Ah, ia datang di saat yang benar-benar tepat. Padangannya lurus padaku menampakkan kekhawatiran yang luar biasa.
“Kau baik-baik saja? Apa yang terluka eoh?” Tanya Kwangmin yang benar-benar menunjukkan kecemasannya padaku. Aku mengulum senyum senang sambil menahan rasa sakit.
“Seluruh tubuhku sakit,” lirihku padanya dengan wajah yang sendu. Entah kenapa air mata langsung menetes dari sudut mataku. Rasanya hangat.
Kwangmin membungkuk dan mengangkat tubuhku dan membawaku mejauh dari tempat dimana aku terjatuh. Sudah bisa kutebak Kwangmin akan membawaku ke klinik sekolah. Ya! Itu sudah pasti.
   Sesampainya di klinik sekolah, ia membaringkanku di tempat tidur. Aku masih saja meringis kesakitan. Bahkan air mata yang menetespun kini membanjiri kedua pipiku. Tapi sejujurnya aku menyimpan rasa senang karena Kwangmin menolongku disaat yang tepat. Entah apa jadinya aku jika Kwangmin tidak segera datang dan membawaku kesini. Ia terus memandangku ketika perawat sedang memeriksa keadaanku.
“Aku akan segera kembali,” ujarnya kemudian beranjak pergi. Aku memandang kepergiannya. Rasa ketidakrelaan hinggap di hatiku. Akhirnya aku kembali memikirkan keadaanku.

Sebenarnya berada di sebuah klinik seperti ini tidak terlalu menyenangkan. Bau obat sangat menusuk indera penciumanku. Tapi setidaknya aku bisa beristirahat dan tidak harus masuk di mata pelajaran Songsaengnim Lee.
Samar-samar telingaku mendengar suara pintu yang dibuka oleh seseorang kemudian ditutup kembali. Youngmin datang dengan buku yang ada dalam satu genggamannya. Matanya terpaku pada tulisan-tulisan yang ada di buku itu. Salah satu tangannya yang lain diselipkan di saku celana. Kemudian ia duduk di kursi yang ada di dekatku tanpa menoleh sedikitpun padaku. Ia menyilangkan kedua kakinya.
“Ya! Bahkan kau datang kesini tanpa menyapaku. Tidak sopan!” desisku padanya.
Ia mendelik ke arahku dengan malas lalu kembali terpaku dengan bukunya.
“Ya! Dimana Kwangmin?”
“Ulangan.”
Aku mengernyit. Hanya begitu jawabannya? Tidakkah dia bersikap baik pada seorang perempuan sepertiku? Ah iya. Aku baru ingat kalau Youngmin memang seperti itu orangnya. Tapi tunggu sebentar… Aigoo, entah kenapa hari ini aku mulai mengenali dua namja kembar ini. Aih, rasanya senang.
“A-“
“Aku tidak mau kau merepotkanku. Jadi urus saja dirimu sendiri. Dan jangan menggangguku ketika aku sedang membaca buku kalau kau tidak ingin aku mengusirmu dari kursi YooA. Tapi baguslah.. Dengan Kwangmin menyuruhku untuk menjagamu disini, setidaknya aku bisa melanjutkan membaca buku ini tanpa harus mengikuti jam mata pelajaran Songsaengnim Lee yang membosankan itu,” tukasnya memotong ucapanku yang bahkan satu katapun belum keluar dari mulutku. Ya, aku baru saja membuka mulut tapi namja ini langsung menggerutu.
   "Bahkan semua mata pelajaranpun kau bilang membosankan," desisku.
   Ia hanya mendelik tajam ke arahku kemudiam melanjutkan membaca.
Setelah kupandangi cukup lama, namja ini sangat tenang dengan bukunya. Seperti itukah sosok Youngmin jika sedang membaca sebuah buku? Sedikit menarik.
“Kau sungguh berbeda dengan saudara kembarmu,” gumamku.
“Memang…”
   Aish, tidak kusangka ia mendengar gumamanku. Aku hanya mengulum senyum dan kembali memandanginya.
~
Bel pulang berbunyi, membuat hampir seluruh murid tersenyum sumringah. Aku sendiri justru tengah kebingungan bagaimana caranya aku pulang dengan keadaan kakiku ini. Kupandang Youngmin yang sedang memasukkan buku-buku dan alat tulis ke dalam tasnya lalu hendak pergi meninggalkanku begitu saja. Ia melongos pergi tanpa mengatakan apapun padaku. ‘Dasar namja tak punya perasaan!’ Geramku dalam hati.
Aku berusaha bangkit dari tempat duduk. Tapi apa daya, nyeri di seluruh tubuhku belum kunjung tersembuhkan. Aku hanya menggeram kesal.
Tak lama namja itu kembali dan berdiri tepat di hadapanku sambil memandangku malas. Ya, aku mengenali namja itu. Dia adalah Youngmin. Kuulas senyum mengembang di wajahku.
“Aku tau kau tidak akan meninggalkanku sendirian disini,” ujarku ceria sambil merapihkan rambutku yang agak berantakan.
“Kubilang kan aku tidak ingin kau merepotkanku. Tapi aku bukan namja yang tega meninggalkan seorang yeoja sendirian dengan keadaan seperti ini,” tukasnya. Ia berballik badan dengan kedua tangan yang mengadah di belakang punggungnya, “Naiklah..”
“Heh!?”
“Cepatlah! Sebelum aku berubah pikiran,” ketusnya.
Meskipun Youngmin melakukannya dengan kasar dan tidak selembut seperti Kwangmin, tapi kuakui ia masih memiliki perasaan. Tanpa berpikir panjang, aku langsung naik ke punggung Youngmin sambil melingkarkan kedua tangan pada lehernya.
“Boleh tidak aku bersandar di bahumu?”
“Tidak!”
Aku memanyunkan bibir. Tapi bukankah seseorang jika dilarang justru semakin ingin melakukan larangan itu!? Termasuk aku. Sambil tersenyum sumringah, aku menyandarkan dagu di bahunya. Ia menggeram kesal tapi tak kugubris sama sekali.

“Dimana mobil jemputanmu?” tanyanya saat kami sampai di gerbang sekolah.
“Supirku tidak bisa menjemput hari ini.”
“Kalau begitu biar kupanggilkan taksi.”
Aku mengernyit dan langsung menepuk pundaknya, “Ya! Bukankah tidak seharusnya kau meninggalkanku di taksi seorang diri eoh!? Bagaimana jika supir taksi itu tau kalau aku ini adalah anak dari pengusaha terkenal yang kaya raya lalu berniat untuk menculikku kemudian meminta tebusan dengan jumlah banyak?” cercaku dengan satu kali tarikan napas.
“Aish jinjja! Kau ini benar-benar menyusahkanku eoh!?” gerutunya dengan wajah yang masam.
Aku tersenyum puas dan merasa menang. Lalu kembali menyandarkan dagu di bahunya. Youngmin terus menggendongku hingga tak terasa kami sampai di parkiran, tepat di depan mobilnya. Ia menurunkanku dengan perlahan.
“Mohon bantuannya,” seruku dengan sumringah sambil membungkuk.
Youngmin tersenyum paksa lalu membuka pintu mobil dan menyuruhku untuk masuk ke dalam. Tentu saja aku tidak akan menolaknya. Tak lama Youngmin mengendarai mobilnya, beranjak pergi dari parkiran sekolah.

Selama di perjalanan, kami tak banyak berbicara. Youngmin tetap dalam diamnya. Aku juga bingung apa yang harus kukatakan padanya. Akhirnya aku berusaha untuk tetap diam. Lagipula aku merasa kalau Youngmin masih kesal denganku.

“Gomawo,” ujarku pada Youngmin begitu aku sampai di depan halaman rumahku dengan seorang pelayan perempuan yang memapahku. Ia hanya mengangguk pelan lalu mengendarai mobilnya menjauh dari depan rumahku.

Entah kenapa perlakuan baik Kwangmin terhadapku tadi menumbuhkan rasa penasaran terhadap sosok namja itu. Apa jangan-jangan aku mulai menyukainya? Ya! Tidak mungkin. Ah, tapi mungkin saja. Ya! Bahkan aku belum lama mengenalnya. Tapi dibandingkan dengan Youngmin, meskipun ia sering menunjukkan sikapnya yang cuek, sepertinya Kwangmin jauh lebih sering menunjukkan sisi baiknya terhadap orang lain. Tidak seperti Youngmin yang benar-benar memiliki sikap yang begitu dingin. Hingga terkadang ia sangat tidak peduli dengan orang-orang yang ada di sekitarnya.
***
Jam dinding menunjukkan pukul tujuh malam. Aku memutuskan untuk kembali ke sekolah karena aku baru teringat kalau handphone-ku tertinggal di laci meja. Meskipun dengan rasa nyeri yang kerap kali menyerang tubuhku, aku masih tetap pada pendirianku untuk mengambil handphone miliku malam ini juga. Sebenarnya agak takut juga sih kembali ke sekolah pada malam seperti ini. Semoga saja para hantu yang ada dalam mimpiku tidak benar-benar kutemukan di dunia nyata.
Dengan bermodalkan senter dan keberanian, aku terus melangkah masuk ke dalam gedung sekolah. Karena lift-nya mati, aku harus naik tangga ke lantai itu. Aku jadi teringat kejadian tadi pagi saat terjatuh di tangga.
“Ya! Kali ini, aku tidak akan membiarkan kau membuatku terjatuh lagi!” tukasku sambil menunjuk ke seluruh anak tangga yang membuatku terjatuh itu secara bergantian, dengan tangan kiri yang bertolak pinggang. Kemudian aku melanjutkan langkahku. Hhfftt, seharusnya aku tidak meninggalkan handphone-ku di kelas seperti ini. Aku bersumpah untuk tidak melakukannya lagi.

Sesampainya di lantai tiga, lampu mulai berkedap-kedip. Nyala-mati nyala-mati. Aku menggenggam senterku dengan begitu erat. Dan akhirnya lampu itupun benar-benar padam dengan sekejap. Kupercepat langkahku menjauh dari tempat itu.
   Kuedarkan terus pandangan ke sekelilingku. Sekelebat bayangan lewat tak jauh dariku memasuki sebuah ruang kelas.
   "S-s-siapa disana?" Tanyaku memberanikan diri walau dengan gugup dan kedua tangan yang gemeteran.
   Tak lama sekelebat bayangan kembali lewat menuju ke ujung koridor. Aku menelan ludah. Dan untuk yang ketiga kalinya sebuah bayangan melesat dengan cepat di belakangku. Seperti sebuah hembusan angin yang lewat. Dengan sekejap seluruh tubuhku merinding hebat. Aku bergidik ketakutan dengan detak jantung yang tak beraturan.
   Kupercepat lagi langkahku. Hingga melewati toilet, indera pendengaranku samar-samar mendengar suara tetesan air yang jatuh dari keran ke wastafel. Semakin lama tetesan air itu semakin terdengar begitu jelas. Spontan langkahku terhenti.
   Nyiiiitttt... Brakkk... Suara itu yang berasal dari tempat yang sama. Itu suara pintu toilet yang seakan tengah dibuka lalu ditutup dengan kencang oleh seseorang. Tapi tidak mungkin ada orang lain selain aku kan disini!? Tidak mungkin ada orang lain yang menggunakan toilet sekolah malam-malam seperti ini kan!? Aku kembali mengeratkan genggamanku pada senter dan kembali melangkahkan kaki.
   "Yae Weon-ah.. Yae Weon-ah.."
Aku terbelalak dengan langkah yang terhenti secara tiba-tiba saat seseorang membisikkan namaku. Suaranya berasal dari belakangku.
   "Yae Weon-ah.. Yae Weon-ah.."
   Dan bisikkan yang menyerukan namaku itu semakin jelas terdengar. Aku kembali menelan ludah dengan memejamkan kedua mata.
   "S-s-siapa kau eoh?" Tanyaku lagi dengan terbata-bata disertai ketakutan yang luar biasa kurasakan.
   "Berbaliklah dan lihat aku.. Yae Weon.."
   Dan aku langsung tersentak ketika seseorang yanag kuyakini adalah si empunya suara itu menepuk pundakku dari belakang. Jantungku kembali berdetak sangat kencang. Seluruh tubuhku menegang kaku tak bisa bergerak.
   "K-kumohon.. J-jangan ganggu aku.." lirihku.
   Ia mencengkram pundakku kuat-kuat. Seakan mengisyaratkanku untuk melihatnya.
   Meskipun aku ketakutan setengah mati, tapi hatiku berkata kalau aku harus menoleh. Menangkap seseorang atau ‘sesuatu’ yang menepuk pundakku.
   Aku berbalik badan dengan perlahan dan memberanikan diri melihat sosok itu. Dan,
  “Aaaaaahhh,” jeritku saat mendapati seorang namja dengan wajah yang bercahaya tersenyum menyeringai padaku. Spontan aku terjatuh ke lantai dan membuang senter ke sembarang arah. Uugghh, rasa nyeri pun kembali dapat kurasakan di sekujur tubuhku.
“Hahahahaha.... Payah…”
Aku menegaskan lagi pandanganku ke wajah namja itu, yang menurunkan senter dari wajahnya. Ia menyilangkan kedua tangan di dada.
“Kau!? Jo Youngmin? Atau Jo Kwangmin?”
“Ya! Kau harus sudah mengenali diri kami masing-masing. Mau sampai kapan kau tidak mengenali kami eoh?” cercanya.
“Ya! Itu karena lampu pencahayaan disini sangat kurang. Jadi aku tidak bisa mengenalimu,” jawabku dengan ketus.
“Alasan,” desisnya.
Aku hanya memanyunkan bibir. Kemudian ia mengulurkan salah satu tangannya ke hadapanku. Aku memandangnya dengan lekat lalu meraih tangannya kemudian berusaha berdiri dengan bantuannya. Kupungut senter milikku yang mati.
“Yah, pasti karena tadi tak sengaja kubanting,” ujarku menyesal.
“Kau sedang apa disini? Ini kan sudah malam.”
“Handphone-ku tertinggal di laci meja. Aku tidak mungkin meninggalkannya disana.”
Youngmin tersenyum remeh lalu berjalan mendahuluiku menuju kelas.
“Kau sendiri sedang apa disini?” aku berbalik tanya sambil berlari kecil mengejarnya. Sungguh, langkahnya cepat sekali.
“Gelangku juga tak sengaja tertinggal di laci meja. Aku juga tidak mungkin meninggalkannya disana,” jawabnya sambil memasuki ruang kelas yang gelap dan dingin. Ia menyalakan lampu dan berjalan menuju meja kami. Aku mengikutinya dari belakang.
Aku tersenyum sumringah saat menemukan handphone-ku yang sudah berada dalam genggaman. Youngmin pun tersenyum lega saat gelang itu masih tersimpan di dalam laci mejanya. Kemudian ia duduk di kursinya sementara aku duduk di atas mejaku.
“Sebenarnya, YooA itu siapa? Adikmu? Kakakmu? Teman dekatmu? Atau jangan-jangan dia yeoja-chingumu!? Dan kau bilang kursi ini adalah kursi keramat. Apa YooA adalah si pemilik kursi ini sebelum aku memilikinya?” tebakku sambil memicingkan kedua mata.
Youngmin tersenyum kecil sambil memandangi gelangnya itu.
“Hanya seseorang yang special dalam hidupku,” jawabnya dengan tenang.
“Dia pasti yeoja-chingumu. Mengakulah…”
“Apa kau memimpikannya lagi?” tanya Youngmin, mengalihkan pembicaraan.
Aku menggeleng. Ada sesuatu hal yang ingin sekali kutanyakan padanya. Yang terus bersarang dalam benakku.
   "Apa.. YooA benar-benar sudah meninggal? Lantas apa yang membuatnya sampai meninggal?" Pertanyaan itu pun terlontar dari bibirku dengan suara yang pelan. Takut menyinggung perasaannya.
   Youngmin menghela napas panjang. Pandangannya tak lepas dari gelangnya.
   "YooA meninggal karena terjatuh dari tangga di rumahnya. Kepalanya terbentur sesuatu. Dan benturan itu menyebabkan rusaknya jaringan yang terdapat darah, sehingga darah tidak mengalir dan terjadi pembekuan. Pembekuan darah dapat menyebabkan ganguan atau tertutupnya darah kebagian otak sehingga mengakibatkan tidak tersalurkannya oksigen atau zat lain yang dibawa darah kearah otak atau sebaliknya," jelas Youngmin terperinci "Mmhh.. Kau bisa menebak apa yang terjadi pada YooA setelah itu kan!?" Ia menoleh padaku.
   Aku mengangguk pelan. Mengerti atas penjelasannya juga menjawab atas pertanyaan yang ia ajukan.
   "Kau pasti sangat kehilangan akan sosok YooA. Pasti berat ya!? Aku mengerti sekarang kenapa kau masih berinteraksi dengannya meskipun ia sudah meninggal," tuturku dengan lembut.
   Youngmin mengulum senyumnya, "Dia tidak pernah pergi dari tempat duduknya. Sekalipun ia bisa berkeliaran bebas, tapi hanya inilah tempatnya tinggal. Itu sebabnya aku tak pernah mengizinkan siapapun duduk disini."
   Aku terbelalak, "Lalu, bagaimana denganku yang sudah terlanjur duduk disini?" Tanyaku panik.
   Youngmin menggidikkan bahunya, "Mau bagaimana lagi.."
   Kemudian ia menoleh ke samping kirinya sambil tersenyum, “Dia ada di depanmu sekarang."
Kubulatkan kedua mataku sambil memandang kursi di hadapanku dengan lekat. Bisa kurasakan ada aura berbeda setelah Youngmin berkata seperti itu. Jantungku kembali berdetak kencang tak berirama. Aku membayangkan sosok YooA tengah duduk di kurskiku sambil tersenyum memperhatukanku. Namun sosok YooA yang cantik itu berubah menjadi hantu yang sangat menyeramkan. Percis seperti di mimpiku. Spontan kututup wajahku dengan kedua tangan.
“Ya! Kau ini penakut sekali. Padahal kau sama sekali tidak bisa melihatnya,” tukasnya.
Aku menjauhkan kedua tangan dari wajahku, “Meskipun aku tidak bisa melihatnya, tapi membayangkannya saja sudah sangat menakutkan!" Cercaku, "Bahkan kau tidak bisa membayangkan bagaimana menjadi diriku. Setelah melalui malam-malam yang berat selama lima bulan terakhir. Mungkin lingkaran mataku hampir jatuh ke bawah,” tunjukku pada kedua kantung mataku yang mulai membesar.
   Youngmin menaikkan salah satu alis matanya.
   “Hantu-hantu itu selalu berkeliaran di dalam mimpiku. Mereka saja dapat membangunkan tidurku dengan sekejap. Bagaimana jika mereka semua muncul di hadapanku!?” aku menghela napas panjang. Youngmin memandangku dengan lekat.
“Bahkan aku tidak mengerti kenapa aku harus mendapatkan kutukan itu. Aku juga tidak tau kalau aku yang telah membuat namja itu menghilang. Aku benar-benar tidak tau. Tapi kenapa aku harus menanggung semuanya? Kenapa rasa bersalah dan penyesalan itu harus aku yang merasakannya?” cercaku dengan berderai air mata. Kuluapkan seluruh keluh kesahku padanya kemudian kembali menutup wajah dnegan kedua tanganku.
Youngmin tercengang. Mungkin ia tidak menyangka kalau aku akan mengeluarkan seluruh perasaanku yang selama ini terpendam dengan berderai air mata seperti ini padanya. Ia berdiri, menepuk pundakku dengan pelan lalu mendekap tubuhku dengan erat. Kali ini aku yang tercengang. Terkejut dengan perlakuan Youngmin yang mendekap tubuhku. Tangisku seketika berhenti. Hanya menyisakan genangan di pipiku. Lalu aku berusaha mengatur napasku. Meredamkan emosiku yang sempat meluap.
Tapi bagaimana dengan YooA? Tidakkah dia marah padaku atas apa yang dilakukan oleh Youngmin!? Tidakkah dia menjerit, memintaku untuk melepaskan dekapan Youngmin di tubuhku!? Ah, YooA. Jika memang benar kau marah dan memintaku untuk melepaskan dekapan Youngmin, tolong.. Sekali ini saja beri aku kesempatan untuk mendapatkan dekapan yang begitu hangat dan nyaman. Tidak pernah sekalipun aku mendapatkan dekapan sehangat dan senyaman ini sebelumnya. Aku mohon YooA.. Izinkan aku.
“Aku tidak tau kau secengeng itu,” gumamnya.
“Aku tidak pernah menceritakan semuanya pada siapapun. Aku tidak memiliki banyak waktu atas kedua orang tuaku. Mereka terlalu sibuk mengembangkan bisnisnya hingga lupa dengan satu-satunya berlian berharga yang mereka miliki di dunia ini. Aku juga tidak memiliki sahabat. Satupun tidak ada. Atau bahkan sekedar teman dekat. Aku tidak memiliki tempat untuk mencurahkan seluruh isi hatiku. Sama sekali tidak ada. Aku tidak memiliki siapapun di dunia ini. Aku sendiri.. Aku tidak memiliki siapa-siapa,” lirihku dengan parau. Air matapun kembali berlinang.
“Kalau begitu, aku siap menjadi tempatmu mencurahkan seluruh keluh kesahmu. Aku akan menjadi pendengar yang baik untukmu. Datanglah kapanpun engkau mau,” ujarnya dengan tenang. Bahkan kata-katanya membuat hatiku menjadi teduh dan tenang.
   M-mwo? Bagaiamana bisa Youngmin berkata seperti itu? Padahal selama ini sikapnya padaku begitu dingin dan cuek. Bagaimana bisa seorang Youngmin bisa membuat hatiku menjadi tenang dan nyaman?
   'Youngmin.. Tetaplah disiku..' gumamku dalam hati sambil memejamkan kedua mata.

‘Yae Weon.. Yae Weon..’
Aku tersentak saat mendengar seseorang berbisik memanggil namaku. Apa itu suara YooA? Apakah itu YooA? A-apa ia marah dan tidak rela jika Youngmin mendekapku seperti ini?
Kulepaskan pelukan Yougmin dari tubuhku dengan agak kasar. Terlihat jelas dari raut wajahnya yang terkejut atas perbuatanku. Kutatap Youngmin sejenak kemudian beranjak dari meja dan berlari menjauh darinya, keluar dari ruang kelas menuju tangga di sudut koridor lantai tiga. Dengan lincah aku terus menuruni anak tangga. Tak peduli pada rasa nyeri yang masih kerap kali menyerang tubuhku. Namun sampai di anak tangga lantai dua, sesosok yeoja berdiri menghadangku. Langkahku terhenti begitu saja.
   Yeoja itu seperti bayangan yang kulihat ketika memimpikan Youngmin saat itu. Bayangan dengan cahaya berwarna putih terang yang menyelimuti seluruh tubuhnya.
“Y-yooA?”
“Kau harus mati Yae Won!”
Aku terbelalak sambil menelan ludah. Lagi dan lagi jantungku berdetak sangat kencang dan napasku kembali tersengal-sengal. Keringat bercucuran dari pelipisku. YooA berjalan mendekatiku dengan kedua tangan yang terulur ke depan, seakan ingin mencekik leherku. Kugenggam tiang pegangan di sisi tangga dengan erat sambil berjalan mundur, menjauh darinya. Karena panik, kedua kakiku terselingkat hingga aku terjatuh. Kuseret tubuhku mundur ke belakang. Berharap YooA tak lagi mengejarku. Namun yeoja itu terus mendekat, dan semakin dekat denganku. Ia tertawa cekikikkan kemudian memutar kepalanya. Dan wajahnya yang cantik seketika berubah menjadi sesosok hantu yang benar-benar menyeramkan.
  “Aaaaaaaaaaa…” spontan aku langsung menjerit histeris.
~~~
TBC~


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

My Strength

My Strength