Sabtu, 08 November 2014

[FF] Sayonara Part 7



[FF] Sayonara Part 7




             Aku membuka mataku yang masih mengantuk. Kuambil jam dimeja sebelah tempat tidur. Mataku terbelalak.
             “Mwoya? Aaaaaaa, aku telaaaat!!”
             Karena panik, aku melempar jam itu ke atas tempat tidurku. Aku berlari menuju kamar mandi dan mendahului Appa yang hendak memasuki kamar mandi.
             “Kwangmin-ah!!” Gerutu Appa
             “Mianhae Appa. Aku sudah telat!”
             “Aiisshh kau ini!”

             Setelah mandi, aku segera menyeruput susu putih yang sudah disediakan Eomma dimeja makan. Tidak sampai habis aku meminumnya, mengingat waktu yang sudah tidak memungkinkan untuk aku bertele-tele. Aku melirik ke arah sekitarku. Hanya ada Eomma yang sedang memakan roti. Sepertinya Youngmin dan Hyunmin sudah berangkat duluan.
             “Aku berangkat.”
             “Hati-hati.” Kata Eomma agak berteriak.

             Aku mengayuh sepedaku dengan kecepatan penuh. Tetap mengingat kata-kata Eomma tadi pagi.

             Gerbang sekolah hampir tertutup.
             “Tunggu…..” Aku berteriak kepada satpam penjaga sekolah. Ia memperhatikanku dengan terkejut. “Minggiiiiirrr…” Teriakku lagi.
             Aku berhasil memasuki kawasan sekolahku sebelum pintu gerbang sempat ditutup. Aku segere mengerem sepedaku agar tidak menabrak yang ada dihadapanku. Aku mengelus dadaku lalu tersenyum sembari melambaikan tangan ke arah satpam yang hanya geleng-geleng kepala. Ku bawa sepedaku menuju tempat parkir disisi kiri sekolah.
             Setelah menaruh sepedaku, aku segera berlari ke dalam kelas. Untung saja Songsaengnim belum masuk ke kelas.
             “Kwangmin-ah.. Ku kira kau sedang tidak enak badan. Habis kau tdak bisa kubangunkan tadi pagi. Makanya aku membiarkanmu untuk istirahat. Mianhae, karenaku kau jadi telat berangkat ke sekolah.”
             “Ah, ani Hyung. Nan gwaenchana. Sudahlah, jangan merasa bersalah seperti itu.”
             “Mmhh, apa nanti kau akan ke atap lagi?”
             “Mmhh, sepertinya iya. Waeyo?”
             “Gwaenchana. Kalau begitu aku mau ke toilet dulu.”
             Aku mengangguk.


             Seperti yang kukatakan pada Youngmin Hyung, aku mengunjungi atap. Kebetulan hari ini pelajaran ditiadakan. Hanya saja semua murid diwajibkan untuk tetap berada disekolah hingga jam pelajaran selesai. Semilir angin membuat udara diatap sangat sejuk. Aku mendekati pagar pembatas. Kubaca kembali formulir pendaftaran yang kutemukan di atap kemarin sore. Senyumku merekah. Sura sangat baik padaku. Ia memberiku sebuah formulir pendaftaran audisi untuk trainee di Starship Entertainment. Aku harus berterimakasih kepada Sura. Karenanya juga, sekarang aku lebih banyak dikenal karena kemampuan dance ku. Bukan karena menumpang nama dengan Youngmin. Dengan aku mengikuti pentas seni itu. Dan semua itu karena Sura. Kuputuskan untuk menunggu Sura diatap. Aku berpikir kalau Sura akan datang ke atap.
             Satu setengah jam aku menunggunya. Tapi Sura tidak kunjung datang. Kulirik jam tanganku. Sudah menunjukkan pukul 11:00. Aku memutuskan untuk mencari Sura. Walaupun sebenarnya aku tidak tau Sura ada dikelas apa. Bahkan aku juga tidak tau berapa nomor teleponnya. Aku menepuk keningku.
             “Pabo! Lantas aku harus mencarinya kemana?”
             Aku berpikir sejenak. Selintas sebuah ide muncul dalam pikiranku. Aku bergegas turun menuju gedung B.

             Perlahan kubuka pintu sebuah ruangan. Aku memperhatikan keseluruh ruangan. Tidak ada orang didalam sini. Aku sempat kecewa saat seseorang yang kucari tidak ada. Seseorang yang bertanggung jawab memegang sebuah berkas yang berisi data-data semua murid disekolah ini. Aku keluar dari ruangan itu. Kusenderkan tubuhku didinding.
             “Lalu aku harus mencarinya kemana lagi!?” Aku mulai pasrah.
             Atau aku harus mencarinya ke setiap kelas? Ani! Jika aku melakukannya, itu akan memakan waktu berjam-jam. Bahkan bisa sampai satu atau dua hari. Mengingat kelas disini yang cukup banyak disetiap angkatannya.
             Tapi aku teringat sesuatu. Sepertinya di perpustakaan ada sebuah berkas yang sama dengan yang dipegang oleh penanggung jawab itu. Aku berlari menuju perpustakaan. Masih digedung yang sama. Hanya saja berada dilantai dua.
             “Annyeonghaseyo. Bisakah aku meminta daftar murid yang ada di sekolah ini? Aku ingin mencari seseorang, tapi aku tidak mengetahui ia ada dikelas mana.”
             “Annyeonghaseyo. Kau pergi saja ke rak buku yang paling ujung sebelah kiri. Kau langsung bisa menemukannya disana. Bukunya tebal dengan warna biru tua.”
             “Ah, gomawo.”
             Aku bergegas menuju rak buku yang dibilang oleh penjaga perpustakaan. Saat kutelusuri, bukunya ada banyak. Karena ternyata buku-buku ini sudah termasuk dari angkatan-angkatan terlebih dahulu. Aku bingung harus mulai dari mana dulu. Untung saja disetiap buku terdapat tahun angkatannya. Jadi aku hanya perlu mencari buku angkatan 2013 saja. Senyumku merekah setelah menemukannya. Aku membawa buku itu ke salah satu meja yang masih kosong.
             Kubuka dengan perlahan cover buku itu. Setelah beberapa kali kubalik lemaar demi lembar dalam buku itu, aku sama sekali belum menemukan nama Sura.  Sampai pada lembar terakhir, nama Sura tidak ada. Mungkin ia tidak satu angkatan denganku. Akhirnya aku mengambil buku angkatan 2012 dan 2014. Mungkin Sura adalah kakak kelasku, atau bahkan adik kelasku. Hah, aku tidak bisa membayangkan jika ternyata Sura adalah adik kelasku. Tidak sepadan dengan pemikirannya yang dewasa. Dari cara bicaranya pun berbeda dengan murid kelas satu lainnya.
             Kuulangi lagi seperti tadi dibuku yang berbeda. Daftar siswa angkatan 2014. Setelah kubaca hingga lembar terakhir, nama Sura belum kutemukan. Kucoba lagi yang ketiga kalinya. Aku yakin ia ada didaftar siswa dalam buku angkatan 2012. Ya! Sepertinya dia adalah kakak kelasku.
             Dan benar saja. Aku menemukan nama Sura disebuah halaman. Aku memperhatikan fotonya. Jauh lebih cantik jika kulihat aslinya dari pada di foto ini. Aku mencari nama kelasnya. Kelas 3-1, jurusan Musik. Ku kembalikan ketiga buku itu ditempat yang sama. Aku bergegas pergi mencari dimana kelas 3-1 dengan jurusan Musik berada.

             Ternyata kelas 3-1 jurusan Musik ada di gedung E. Tepat disamping gedung aula. Aku menaiki lantai tiga. Berdasarkan info yang kudapat dari denah sekolah yang kutemukan di lobi lantai satu, kelas 3-1 jurusan Musik ada di lantai tiga gedung E. Kuperhatikan setiap papan yang tergantung di bagian atas sisi pintu. Senyumku merekah saat kelas yang kucari akhirnya berhasil kutemukan.
             Kulirik kedalam kelas itu lewat jendela. Kelasnya sedang ramai. Aku tidak berani masuk ke dalam kelasnya. Terlebih mengingat kelas ini adalah kelas 3. Tapi saat kuperhatikan kedalam kelas, tidak nampak ada Sura. Apa dia tidak masuk? Atau dia sedang ke toilet? Atau sedang ke kantin? Atau jangan-jangan Sura justru pergi ke atap? Aigoo, pertanyaan-pertanyaan itu semakin bersarang dipikiranku. Tapi jika dia benar-benar ada di atap, sia-sia aku mencari kelasnya seperti ini. Tapi jika aku kembali ke atap, aku juga tidak yakin Sura benar-benar ada disana. Akhirnya kuputuskan untuk menunggu salah seorang teman Sura yang keluar dari ruang kelasnya.
             Kulirik jam tanganku. Sekitar lima belas menit aku menunggu. Satupun tidak ada yang keluar dari ruang kelasnya. Aku mulai bosan. Akhirnya kuputuskan untu kembali ke kelasku. Setidaknya kan aku sudah mengetahui Sura ada dikelas ini. Tapi sebelum kakiku melangkah, seorang namja keluar dari dalam ruang kelasnya.
             “Ah, mianhae..” Kuberanikan diri untuk menyapanya.
             Namja itu menoleh ke arahku. “Ne, waeyo?”
             “Aku sedang mencari salah satu temanku. Namanya Kim Sura. Apa benar dia ada dikelas ini?”
             Seketika raut wajah namja itu berubah. Senyumnya memudar. Ia mengusap lehernya dan mengalihkan pandangannya dariku.
             “Mianhae..”
             “Ah, ne. Memangnya ada apa kau mencarinya?”
             “Aku ingin mengucapkan terimakasih padanya. Selama ini dia sudah banyak membantuku.”
             “Jinjja?” Namja itu menatapku.
             Aku mengangguk. “Apa hari ini dia masuk? Saat kulihat lewat jendela, aku sama sekali tidak melihatnya.”
             “Kaja. Ikut aku.”
             Namja itu melangkah mendahuluiku. Tapi ia menyuruhku untuk mengikutinya. Aku merasakan ada yang aneh. Rasa penasaranku semakin tinggi. Akhirnya aku mengikutinya.

             Namja itu membawaku ke taman dibelakang gedung aula. Kami duduk disalah satu kursi yang kosong.
             “Joneun Donghyun imnida. Namamu siapa?”
             “Kwangmin imnida. Jadi, apa tujuanmu membawaku kesini? Padahalkan aku menanyakan Sura, dan aku ingin bertemu dengannya.”
             “Itulah tujuanku mengapa aku membawamu kesini. Saat kau bilang kau sedang mencari temanmu yang bernama Sura, aku terkejut. Bahkan aku sangat tidak percaya. Terlebih saat kau bilang bahwa Sura telah banyak membantumu. Itu yang semakin membuatku tercengang.”
             “Mworago?”
             “Nama Sura memang ada dikelasku. Dia sahabatku. Semenjak kami duduk dibangku kelas satu SMP. Dan selama lima tahun kami berada didalam kelas yang sama. Seharusnya enam tahun. Tapi..”
             Dengan seksama aku mendengarkan setiap penjelasannya.
             “Satu tahun yang lalu menjadi kejadian yang paling buruk dalam hidupku. Sebuah kejadian yang sangat kelam. Saat itu, orang tua Sura bertengkar hebat. Orang tuanya memang sering bertengkar. Tapi pertengkaran itu adalah pertengkaran terakhir hingga membuat seseorang harus berkorban. Dan hal itu membuatku semakin terpuruk.”
             Perasaanku mulai tidak enak.
             “Sura tidak sanggup jika harus terus-menerus melihat orang tuanya yang selalu bertengkar. Saat pertengkaran itu terjadi, ia pergi dari rumah. Tapi Sura mengalami kecelakaan. Ia tertabrak mobil dengan luka yang sangat parah.”
             Jantungku seakan berhenti berdetak saat mendengar penjelasan dari Donghyung baru saja.
             “Padahal satu hari sebelumnya, Sura sempat tampil di acara pentas seni sekolah. Ia bernyanyi dengan alunan piano yang ia mainkan sendiri. Semua murid terpana dengan penampilannya. Hampir semua murid disini mengenalnya, karena kemampuan bermain piano dan bernyanyinya yang sangat indah. Sosok Sura sangat dikenal seantero sekolah.”
             “Lalu?” Tanyaku tak mampu menyembunyikan rasa penasaranku
             “Sura pergi.”
             Jantungku seakan benar-benar berhenti berdetak. Dadaku terasa sangat sesak. Hingga napasku terengah-engah.
             “Semua murid merasa sangat kehilangan akan sosoknya. Sura anak yang baik dan rendah hati. Karena itulah banyak yang ingin mejadi temannya. Dan semenjak Sura pergi, orang tuanya tidak pernah lagi bertengkar. Mereka menyesal karena pada akhirnya mereka harus kehilangan anak satu-satunya. Dan akhirnya mereka menjadi hidup rukun setelah membaca surat yang Sura tulis sebelum ia pergi.”
             “Sura pergi? M-maksudmu apa?”
             Donghyun menoleh padaku.
             “Sura pergi ke tempat terindah yang belum pernah ia temukan sebelumnya di dunia.”
             “J-jadi m-maksudmu, S-sura meninggal!?” Kataku terbata-bata, “Kau pasti bohong kan! Katakan padaku!” Aku bangkit dan menatap Donghyun
             “Kau tidak percaya kan padaku? Aku juga sempat tidak percaya saat kau bilang, kau ingin bertemu dengannya dan ingin mengucapkan terimakasih padanya. Jika kau tidak percaya padaku, aku bisa mengantarmu ke makam Sura.”
             Beberapa kali aku menggelengkan kepalaku, tanda tidak percaya. Sungguh, ini semua benar-benar diluar dugaanku. Kepalaku terasa sangat sakit. Aku berusaha untuk menahannya tapi tidak bisa.
             “Ani…” Gumamku pelan sebelum mataku terpejam.


             Gelap. Itu yang terakhir kurasakan. Kepalaku terasa sakit, sebelum akhirnya kupaksakan kedua mataku untuk terbuka. Kulihat Youngmin dan Donghyun sedang memperhatikanku dengan wajah yang penuh kekhawatiran.
             “Kwangmin-ah.. Neo gwaenchanayo?”
             Aku menatapnya dalam-dalam. Mataku terasa perih. Perlahan air mata mulai menetes ke pipiku. Kupeluk Youngmin dengan erat. Tidak peduli ada Donghyun diruangan ini. Kulihat ia hanya menunduk. Mungkin ia menyesal karena sudah menceritakan kebenaran yang baru kuketahui. Atau mungkin ada alasan lain. Entahlah.
             Youngmin mengelus pundakku. Aku belum mau melepaskan pelukkanku. Bagiku, hal ini bisa membuatku menumpahkan semua rasa sedihku. Aku tau Youngmin sangat mengerti terhadap keadaanku dan terutama terhadap perasaanku.
             “Donghyun sudah menceritakan semuanya padaku. Sudahlah.. Uljjima Dongsaeng..” Ucap Youngmin pelan
             “Mianhae, Kwangmin-ah..” Donghyun mulai bersuara.
             Kulepaskan pelukkanku dari tubuh Youngmin. Aku memperhatikan Donghyun.
             “Gomawo, Donghyun Hyung.”
             Donghyun mengalihkan pandangannya ke arahku.
             “Kau sudah memberitahuku tentang semua yang belum ku ketahui. Kalau saja kau tidak menceritakannya padaku, mungkin selamanya aku tidak akan pernah tau. Bahkan mungkin saja aku bisa berpacaran dengan seseorang yang ternyata sudah meninggal.”
             “Apa kau akan tetap mencintai Sura?” Tatap Donghyun
             “Entahlah.. Apa kau sendiri mencintainya? Kau bilang, saat Sura mengalami kecelakaan dan pada akhirnya meninggal, itu adalah kejadian yang paling buruk dan sangat kelam dihidupmu. Bahkan kau sempat terpuruk, kan!?”
             “Ah, ani. Kau hanya salah paham. Aku sudah menganggapnya sebagai adik kandungku sendiri. Jadi saat itu aku sangat terpukul saat mendengar kabar kalau ia meninggal.”
             “Hhhh..”
             Rasanya aku masih tidak percaya. Aku masih belum bisa menerima kenyataan kelam ini.
             “Hyung.. Aku ingin pulang.”
             Youngmin mengangguk dan membantuku berdiri. Ia juga membantu menopang tubuhku.
             “Donghyun Hyung.. Maukah kau menjadi temanku? Menjadi teman Youngmin juga.” Pintaku.
             Donghyun tersenyum lalu mengangguk.
             “Tentu saja. Aku mau menjadi teman kalian.”
             “Baiklah, kalau begitu kami pulang dulu. Sampai jumpa.”
             Aku melambaikan salah satu tanganku ke arah Donghyun. Ia pun melakukan hal yang sama. Masih dengan senyumannya.

             Aku termenung disisi jendela. Tatapanku tertuju ke langit yang terang karena cahaya bulan dengan banyak bintang yang bertebaran. Senyuman manis itu kembali melayang dalam pikiranku. Mungkin peristiwa kecelakaan yang mengakibatkan Sura meninggal, terjadi saat aku dan Youngmin masih duduk dikelas satu SMA. Disekolah kami yang lama. Karena kami baru pindah sekolah saat kami masuk di tahun ajaran baru, saat kami menginjak kelas dua SMA. Disekolah yang sama dengan Sura.
             Aku melirik ke arah Youngmin yang datang menghampiriku. Ia duduk di sofa yang menghadap ke arahku.
             “Hyung..”
             “Hmm?”
             “Kalau Sura sudah meninggal, lantas selama ini aku berteman dengan arwah?”
             “Kurasa seperti itu. Hhh.. Aku juga tidak percaya kalau yeoja yang selama ini kau suka ternyata.. Aigoo.. Aku benar-benar tidak bisa mencerna semuanya!”
             “Kau saja seperti itu. Bagaimana denganku yang mengalaminya sendiri!?”
             “Tapi walau bagaimanapun Sura sudah mampu memotivasimu kan!?”
             Aku tidak menjawab pertanyaannya.
             “Hyung.. Jika Sura memang benar-benar sudah meninggal, lantas yang memberi aku formulir pendaftaran audisi itu, apa benar Sura?”
             “Jika memang benar-benar Sura yang memberikannya padamu, kau mau apa?”
             Aku tidak menjawab pertanyaannya lagi.
             “Sejujurnya masih banyak pertanyaan-pertanyaan yang bersarang dibenakku Hyung.. Tapi aku tidak mau memberatkanmu untuk menjawab semua pertanyaanku. Akan kubiarkan waktu yang menjawab semuanya.”
             “Tidak ada pertanyaan yang tidak bisa untuk dijawab.”
             Aku menatap Youngmin.
             “Jadi, akan kau apakan formulir pendaftaran audisi itu?”
             “Entahlah.. Akan kupikirkan lagi nanti.”
             Youngmin bangkit. “Pikirkan hal itu baik-baik Dongsaeng! Kau pasti tidak ingin mengeceewakan Sura kan!? Aku hanya tidak ingin kau menyesal nantinya. Tapi aku tau, kau pasti akan mengambil keputusan yang tepat Kwangmin-ah..” Ia berlalu dariku.
             Mataku kembali menatap langit. Yang dikatakan Youngmin benar. Aku tidak mungkin mengecewakan Sura yang sudah begitu banyak membantuku dan juga sudah berbaik hati padaku.
             “Aku tidak ingin mengecewakanmu Sura.” Gumamku pelan.
              Tak lama aku bangkit dan kembali ke kamar untuk tidur.

***

TBC~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

My Strength

My Strength