[FF] Sayonara Part 7
Aku membuka mataku
yang masih mengantuk. Kuambil jam dimeja sebelah tempat tidur. Mataku
terbelalak.
“Mwoya? Aaaaaaa, aku
telaaaat!!”
Karena panik, aku
melempar jam itu ke atas tempat tidurku. Aku berlari menuju kamar mandi dan mendahului
Appa yang hendak memasuki kamar mandi.
“Kwangmin-ah!!” Gerutu
Appa
“Mianhae Appa. Aku
sudah telat!”
“Aiisshh kau ini!”
Setelah mandi, aku
segera menyeruput susu putih yang sudah disediakan Eomma dimeja makan. Tidak
sampai habis aku meminumnya, mengingat waktu yang sudah tidak memungkinkan
untuk aku bertele-tele. Aku melirik ke arah sekitarku. Hanya ada Eomma yang
sedang memakan roti. Sepertinya Youngmin dan Hyunmin sudah berangkat duluan.
“Aku berangkat.”
“Hati-hati.” Kata
Eomma agak berteriak.
Aku mengayuh sepedaku
dengan kecepatan penuh. Tetap mengingat kata-kata Eomma tadi pagi.
Gerbang sekolah hampir
tertutup.
“Tunggu…..” Aku
berteriak kepada satpam penjaga sekolah. Ia memperhatikanku dengan terkejut.
“Minggiiiiirrr…” Teriakku lagi.
Aku berhasil memasuki
kawasan sekolahku sebelum pintu gerbang sempat ditutup. Aku segere mengerem
sepedaku agar tidak menabrak yang ada dihadapanku. Aku mengelus dadaku lalu
tersenyum sembari melambaikan tangan ke arah satpam yang hanya geleng-geleng
kepala. Ku bawa sepedaku menuju tempat parkir disisi kiri sekolah.
Setelah menaruh
sepedaku, aku segera berlari ke dalam kelas. Untung saja Songsaengnim belum
masuk ke kelas.
“Kwangmin-ah.. Ku kira
kau sedang tidak enak badan. Habis kau tdak bisa kubangunkan tadi pagi. Makanya
aku membiarkanmu untuk istirahat. Mianhae, karenaku kau jadi telat berangkat ke
sekolah.”
“Ah, ani Hyung. Nan
gwaenchana. Sudahlah, jangan merasa bersalah seperti itu.”
“Mmhh, apa nanti kau
akan ke atap lagi?”
“Mmhh, sepertinya iya.
Waeyo?”
“Gwaenchana. Kalau
begitu aku mau ke toilet dulu.”
Aku mengangguk.
Seperti yang kukatakan
pada Youngmin Hyung, aku mengunjungi atap. Kebetulan hari ini pelajaran
ditiadakan. Hanya saja semua murid diwajibkan untuk tetap berada disekolah
hingga jam pelajaran selesai. Semilir angin membuat udara diatap sangat sejuk.
Aku mendekati pagar pembatas. Kubaca kembali formulir pendaftaran yang
kutemukan di atap kemarin sore. Senyumku merekah. Sura sangat baik padaku. Ia
memberiku sebuah formulir pendaftaran audisi untuk trainee di Starship
Entertainment. Aku harus berterimakasih kepada Sura. Karenanya juga, sekarang
aku lebih banyak dikenal karena kemampuan dance ku. Bukan karena menumpang nama
dengan Youngmin. Dengan aku mengikuti pentas seni itu. Dan semua itu karena
Sura. Kuputuskan untuk menunggu Sura diatap. Aku berpikir kalau Sura akan
datang ke atap.
Satu setengah jam aku
menunggunya. Tapi Sura tidak kunjung datang. Kulirik jam tanganku. Sudah
menunjukkan pukul 11:00. Aku memutuskan untuk mencari Sura. Walaupun sebenarnya
aku tidak tau Sura ada dikelas apa. Bahkan aku juga tidak tau berapa nomor
teleponnya. Aku menepuk keningku.
“Pabo! Lantas aku
harus mencarinya kemana?”
Aku berpikir sejenak.
Selintas sebuah ide muncul dalam pikiranku. Aku bergegas turun menuju gedung B.
Perlahan kubuka pintu
sebuah ruangan. Aku memperhatikan keseluruh ruangan. Tidak ada orang didalam
sini. Aku sempat kecewa saat seseorang yang kucari tidak ada. Seseorang yang
bertanggung jawab memegang sebuah berkas yang berisi data-data semua murid
disekolah ini. Aku keluar dari ruangan itu. Kusenderkan tubuhku didinding.
“Lalu aku harus
mencarinya kemana lagi!?” Aku mulai pasrah.
Atau aku harus mencarinya
ke setiap kelas? Ani! Jika aku melakukannya, itu akan memakan waktu berjam-jam.
Bahkan bisa sampai satu atau dua hari. Mengingat kelas disini yang cukup banyak
disetiap angkatannya.
Tapi aku teringat
sesuatu. Sepertinya di perpustakaan ada sebuah berkas yang sama dengan yang
dipegang oleh penanggung jawab itu. Aku berlari menuju perpustakaan. Masih
digedung yang sama. Hanya saja berada dilantai dua.
“Annyeonghaseyo.
Bisakah aku meminta daftar murid yang ada di sekolah ini? Aku ingin mencari
seseorang, tapi aku tidak mengetahui ia ada dikelas mana.”
“Annyeonghaseyo. Kau
pergi saja ke rak buku yang paling ujung sebelah kiri. Kau langsung bisa
menemukannya disana. Bukunya tebal dengan warna biru tua.”
“Ah, gomawo.”
Aku bergegas menuju
rak buku yang dibilang oleh penjaga perpustakaan. Saat kutelusuri, bukunya ada
banyak. Karena ternyata buku-buku ini sudah termasuk dari angkatan-angkatan
terlebih dahulu. Aku bingung harus mulai dari mana dulu. Untung saja disetiap
buku terdapat tahun angkatannya. Jadi aku hanya perlu mencari buku angkatan
2013 saja. Senyumku merekah setelah menemukannya. Aku membawa buku itu ke salah
satu meja yang masih kosong.
Kubuka dengan perlahan
cover buku itu. Setelah beberapa kali kubalik lemaar demi lembar dalam buku
itu, aku sama sekali belum menemukan nama Sura.
Sampai pada lembar terakhir, nama Sura tidak ada. Mungkin ia tidak satu
angkatan denganku. Akhirnya aku mengambil buku angkatan 2012 dan 2014. Mungkin
Sura adalah kakak kelasku, atau bahkan adik kelasku. Hah, aku tidak bisa
membayangkan jika ternyata Sura adalah adik kelasku. Tidak sepadan dengan
pemikirannya yang dewasa. Dari cara bicaranya pun berbeda dengan murid kelas
satu lainnya.
Kuulangi lagi seperti
tadi dibuku yang berbeda. Daftar siswa angkatan 2014. Setelah kubaca hingga
lembar terakhir, nama Sura belum kutemukan. Kucoba lagi yang ketiga kalinya.
Aku yakin ia ada didaftar siswa dalam buku angkatan 2012. Ya! Sepertinya dia
adalah kakak kelasku.
Dan benar saja. Aku
menemukan nama Sura disebuah halaman. Aku memperhatikan fotonya. Jauh lebih
cantik jika kulihat aslinya dari pada di foto ini. Aku mencari nama kelasnya.
Kelas 3-1, jurusan Musik. Ku kembalikan ketiga buku itu ditempat yang sama. Aku
bergegas pergi mencari dimana kelas 3-1 dengan jurusan Musik berada.
Ternyata kelas 3-1
jurusan Musik ada di gedung E. Tepat disamping gedung aula. Aku menaiki lantai
tiga. Berdasarkan info yang kudapat dari denah sekolah yang kutemukan di lobi
lantai satu, kelas 3-1 jurusan Musik ada di lantai tiga gedung E. Kuperhatikan
setiap papan yang tergantung di bagian atas sisi pintu. Senyumku merekah saat
kelas yang kucari akhirnya berhasil kutemukan.
Kulirik kedalam kelas
itu lewat jendela. Kelasnya sedang ramai. Aku tidak berani masuk ke dalam
kelasnya. Terlebih mengingat kelas ini adalah kelas 3. Tapi saat kuperhatikan
kedalam kelas, tidak nampak ada Sura. Apa dia tidak masuk? Atau dia sedang ke
toilet? Atau sedang ke kantin? Atau jangan-jangan Sura justru pergi ke atap?
Aigoo, pertanyaan-pertanyaan itu semakin bersarang dipikiranku. Tapi jika dia
benar-benar ada di atap, sia-sia aku mencari kelasnya seperti ini. Tapi jika
aku kembali ke atap, aku juga tidak yakin Sura benar-benar ada disana. Akhirnya
kuputuskan untuk menunggu salah seorang teman Sura yang keluar dari ruang
kelasnya.
Kulirik jam tanganku.
Sekitar lima belas menit aku menunggu. Satupun tidak ada yang keluar dari ruang
kelasnya. Aku mulai bosan. Akhirnya kuputuskan untu kembali ke kelasku.
Setidaknya kan aku sudah mengetahui Sura ada dikelas ini. Tapi sebelum kakiku
melangkah, seorang namja keluar dari dalam ruang kelasnya.
“Ah, mianhae..”
Kuberanikan diri untuk menyapanya.
Namja itu menoleh ke
arahku. “Ne, waeyo?”
“Aku sedang mencari
salah satu temanku. Namanya Kim Sura. Apa benar dia ada dikelas ini?”
Seketika raut wajah
namja itu berubah. Senyumnya memudar. Ia mengusap lehernya dan mengalihkan
pandangannya dariku.
“Mianhae..”
“Ah, ne. Memangnya ada
apa kau mencarinya?”
“Aku ingin mengucapkan
terimakasih padanya. Selama ini dia sudah banyak membantuku.”
“Jinjja?” Namja itu
menatapku.
Aku mengangguk. “Apa
hari ini dia masuk? Saat kulihat lewat jendela, aku sama sekali tidak
melihatnya.”
“Kaja. Ikut aku.”
Namja itu melangkah
mendahuluiku. Tapi ia menyuruhku untuk mengikutinya. Aku merasakan ada yang
aneh. Rasa penasaranku semakin tinggi. Akhirnya aku mengikutinya.
Namja itu membawaku ke
taman dibelakang gedung aula. Kami duduk disalah satu kursi yang kosong.
“Joneun Donghyun
imnida. Namamu siapa?”
“Kwangmin imnida.
Jadi, apa tujuanmu membawaku kesini? Padahalkan aku menanyakan Sura, dan aku ingin
bertemu dengannya.”
“Itulah tujuanku
mengapa aku membawamu kesini. Saat kau bilang kau sedang mencari temanmu yang
bernama Sura, aku terkejut. Bahkan aku sangat tidak percaya. Terlebih saat kau
bilang bahwa Sura telah banyak membantumu. Itu yang semakin membuatku
tercengang.”
“Mworago?”
“Nama Sura memang ada
dikelasku. Dia sahabatku. Semenjak kami duduk dibangku kelas satu SMP. Dan
selama lima tahun kami berada didalam kelas yang sama. Seharusnya enam tahun.
Tapi..”
Dengan seksama aku
mendengarkan setiap penjelasannya.
“Satu tahun yang lalu
menjadi kejadian yang paling buruk dalam hidupku. Sebuah kejadian yang sangat
kelam. Saat itu, orang tua Sura bertengkar hebat. Orang tuanya memang sering
bertengkar. Tapi pertengkaran itu adalah pertengkaran terakhir hingga membuat
seseorang harus berkorban. Dan hal itu membuatku semakin terpuruk.”
Perasaanku mulai tidak
enak.
“Sura tidak sanggup
jika harus terus-menerus melihat orang tuanya yang selalu bertengkar. Saat
pertengkaran itu terjadi, ia pergi dari rumah. Tapi Sura mengalami kecelakaan.
Ia tertabrak mobil dengan luka yang sangat parah.”
Jantungku seakan
berhenti berdetak saat mendengar penjelasan dari Donghyung baru saja.
“Padahal satu hari
sebelumnya, Sura sempat tampil di acara pentas seni sekolah. Ia bernyanyi
dengan alunan piano yang ia mainkan sendiri. Semua murid terpana dengan
penampilannya. Hampir semua murid disini mengenalnya, karena kemampuan bermain
piano dan bernyanyinya yang sangat indah. Sosok Sura sangat dikenal seantero
sekolah.”
“Lalu?” Tanyaku tak
mampu menyembunyikan rasa penasaranku
“Sura pergi.”
Jantungku seakan
benar-benar berhenti berdetak. Dadaku terasa sangat sesak. Hingga napasku terengah-engah.
“Semua murid merasa
sangat kehilangan akan sosoknya. Sura anak yang baik dan rendah hati. Karena
itulah banyak yang ingin mejadi temannya. Dan semenjak Sura pergi, orang tuanya
tidak pernah lagi bertengkar. Mereka menyesal karena pada akhirnya mereka harus
kehilangan anak satu-satunya. Dan akhirnya mereka menjadi hidup rukun setelah
membaca surat yang Sura tulis sebelum ia pergi.”
“Sura pergi?
M-maksudmu apa?”
Donghyun menoleh
padaku.
“Sura pergi ke tempat
terindah yang belum pernah ia temukan sebelumnya di dunia.”
“J-jadi m-maksudmu,
S-sura meninggal!?” Kataku terbata-bata, “Kau pasti bohong kan! Katakan
padaku!” Aku bangkit dan menatap Donghyun
“Kau tidak percaya kan
padaku? Aku juga sempat tidak percaya saat kau bilang, kau ingin bertemu
dengannya dan ingin mengucapkan terimakasih padanya. Jika kau tidak percaya
padaku, aku bisa mengantarmu ke makam Sura.”
Beberapa kali aku
menggelengkan kepalaku, tanda tidak percaya. Sungguh, ini semua benar-benar
diluar dugaanku. Kepalaku terasa sangat sakit. Aku berusaha untuk menahannya
tapi tidak bisa.
“Ani…” Gumamku pelan
sebelum mataku terpejam.
Gelap. Itu yang
terakhir kurasakan. Kepalaku terasa sakit, sebelum akhirnya kupaksakan kedua
mataku untuk terbuka. Kulihat Youngmin dan Donghyun sedang memperhatikanku
dengan wajah yang penuh kekhawatiran.
“Kwangmin-ah.. Neo
gwaenchanayo?”
Aku menatapnya
dalam-dalam. Mataku terasa perih. Perlahan air mata mulai menetes ke pipiku.
Kupeluk Youngmin dengan erat. Tidak peduli ada Donghyun diruangan ini. Kulihat
ia hanya menunduk. Mungkin ia menyesal karena sudah menceritakan kebenaran yang
baru kuketahui. Atau mungkin ada alasan lain. Entahlah.
Youngmin mengelus
pundakku. Aku belum mau melepaskan pelukkanku. Bagiku, hal ini bisa membuatku
menumpahkan semua rasa sedihku. Aku tau Youngmin sangat mengerti terhadap
keadaanku dan terutama terhadap perasaanku.
“Donghyun sudah
menceritakan semuanya padaku. Sudahlah.. Uljjima Dongsaeng..” Ucap Youngmin
pelan
“Mianhae,
Kwangmin-ah..” Donghyun mulai bersuara.
Kulepaskan pelukkanku
dari tubuh Youngmin. Aku memperhatikan Donghyun.
“Gomawo, Donghyun
Hyung.”
Donghyun mengalihkan
pandangannya ke arahku.
“Kau sudah
memberitahuku tentang semua yang belum ku ketahui. Kalau saja kau tidak
menceritakannya padaku, mungkin selamanya aku tidak akan pernah tau. Bahkan
mungkin saja aku bisa berpacaran dengan seseorang yang ternyata sudah
meninggal.”
“Apa kau akan tetap
mencintai Sura?” Tatap Donghyun
“Entahlah.. Apa kau
sendiri mencintainya? Kau bilang, saat Sura mengalami kecelakaan dan pada
akhirnya meninggal, itu adalah kejadian yang paling buruk dan sangat kelam
dihidupmu. Bahkan kau sempat terpuruk, kan!?”
“Ah, ani. Kau hanya
salah paham. Aku sudah menganggapnya sebagai adik kandungku sendiri. Jadi saat
itu aku sangat terpukul saat mendengar kabar kalau ia meninggal.”
“Hhhh..”
Rasanya aku masih
tidak percaya. Aku masih belum bisa menerima kenyataan kelam ini.
“Hyung.. Aku ingin
pulang.”
Youngmin mengangguk
dan membantuku berdiri. Ia juga membantu menopang tubuhku.
“Donghyun Hyung..
Maukah kau menjadi temanku? Menjadi teman Youngmin juga.” Pintaku.
Donghyun tersenyum
lalu mengangguk.
“Tentu saja. Aku mau
menjadi teman kalian.”
“Baiklah, kalau begitu
kami pulang dulu. Sampai jumpa.”
Aku melambaikan salah
satu tanganku ke arah Donghyun. Ia pun melakukan hal yang sama. Masih dengan
senyumannya.
Aku termenung disisi
jendela. Tatapanku tertuju ke langit yang terang karena cahaya bulan dengan
banyak bintang yang bertebaran. Senyuman manis itu kembali melayang dalam
pikiranku. Mungkin peristiwa kecelakaan yang mengakibatkan Sura meninggal,
terjadi saat aku dan Youngmin masih duduk dikelas satu SMA. Disekolah kami yang
lama. Karena kami baru pindah sekolah saat kami masuk di tahun ajaran baru,
saat kami menginjak kelas dua SMA. Disekolah yang sama dengan Sura.
Aku melirik ke arah
Youngmin yang datang menghampiriku. Ia duduk di sofa yang menghadap ke arahku.
“Hyung..”
“Hmm?”
“Kalau Sura sudah
meninggal, lantas selama ini aku berteman dengan arwah?”
“Kurasa seperti itu.
Hhh.. Aku juga tidak percaya kalau yeoja yang selama ini kau suka ternyata..
Aigoo.. Aku benar-benar tidak bisa mencerna semuanya!”
“Kau saja seperti itu.
Bagaimana denganku yang mengalaminya sendiri!?”
“Tapi walau
bagaimanapun Sura sudah mampu memotivasimu kan!?”
Aku tidak menjawab
pertanyaannya.
“Hyung.. Jika Sura
memang benar-benar sudah meninggal, lantas yang memberi aku formulir
pendaftaran audisi itu, apa benar Sura?”
“Jika memang
benar-benar Sura yang memberikannya padamu, kau mau apa?”
Aku tidak menjawab
pertanyaannya lagi.
“Sejujurnya masih
banyak pertanyaan-pertanyaan yang bersarang dibenakku Hyung.. Tapi aku tidak
mau memberatkanmu untuk menjawab semua pertanyaanku. Akan kubiarkan waktu yang
menjawab semuanya.”
“Tidak ada pertanyaan
yang tidak bisa untuk dijawab.”
Aku menatap Youngmin.
“Jadi, akan kau apakan
formulir pendaftaran audisi itu?”
“Entahlah.. Akan
kupikirkan lagi nanti.”
Youngmin bangkit.
“Pikirkan hal itu baik-baik Dongsaeng! Kau pasti tidak ingin mengeceewakan Sura
kan!? Aku hanya tidak ingin kau menyesal nantinya. Tapi aku tau, kau pasti akan
mengambil keputusan yang tepat Kwangmin-ah..” Ia berlalu dariku.
Mataku kembali menatap
langit. Yang dikatakan Youngmin benar. Aku tidak mungkin mengecewakan Sura yang
sudah begitu banyak membantuku dan juga sudah berbaik hati padaku.
“Aku tidak ingin
mengecewakanmu Sura.” Gumamku pelan.
Tak lama aku bangkit dan kembali ke kamar
untuk tidur.
***
TBC~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar