Minggu, 02 November 2014

[FF] Loving You


Title: Loving You
Author: Han Rae Hwa
Rating: T PG: 15+
Genre: Romance
Main Cast:
- Yoon Bora 'SISTAR'
- Shim Hyunseong 'Boyfriend'

Hyunseong POV

Yoon Bora.
Aku mengajak Bora pergi ke taman yang penuh dengan hamparan bunga. Bora berlarian mengitari hamparan bunga yang penuh dengan warna, lalu ia merebahkan dirinya disana. Aku menghampirinya lalu memberikannya sebotol balon cair. Ia bangun lalu meraihnya dan membuka tutup botolnya. Kami meniup balon cair secara bersamaan. Bora tersenyum sangat manis. Aku pun ikut tersenyum lalu terus meniup balon cair itu hingga habis.
            Kami merebahkan tubuh kami ke hamparan bunga. Bora sempat tertawa kecil. Ia terlihat sangat bahagia. Aku pun merasakan hal yang sama.
            "Bora-ya.."
            "Hmm.."
            "Coba pejamkan matamu." Pintaku
            "Mmhh.. Baiklah.." Bora mulai memejamkan matanya
            "Apa yang kau rasakan?"
            "Gelap."
            "Seperti itulah yang aku rasakan jika hidupku tanpa kau Bora-ya.." Aku bangkit lalu berlalu meninggalkan Bora.
            Bora terkejut lalu membuka matanya. Ia berlari menghampiriku yang sudah mulai menjauh dari pandangannya.
            "Kenapa kau berbicara seperti itu Hyunseong-ah?"
            Aku menghentikan langkahku sejenak.
            "Suatu saat, kau pasti akan mengetahuinya." Jawabku tanpa menoleh, lalu kembali melanjutkan langkahku menjauh dari taman.


            Kubuka mataku yang mulai terasa basah. Aku selalu mengenang semua tentangnya. Yeoja yang selama ini sudah membuat hari-hariku menjadi lebih berwarna. Yeoja yang sudah mencuri hatiku.
            Satu tahun aku menyimpan perasaan padanya. Dari awal aku bertemu dengannya hingga sampai saat ini. Aku masih belum bisa untuk mengatakan perasaanku yang sesungguhnya kepada Bora. Jujur, aku tidak ingin merusak persahabatan kami. Tapi jauh didalam hati kecilku, aku ingin Bora mengetahui semuanya. Mengetahui semua tentang perasaanku.

***

            Aku menyuruh Bora untuk datang ke taman kota pukul 19:00 malam. Aku menunggunya didepan taman. Ia datang dengan menggunakan baju berwarna hitam lengan panjang yang dipadukan dengan celana jeans pendek. Dengan sepatu bots yang sangat modis, membuatku makin menyukainya.
            Semilir angin memaksaku untuk masuk kedalam perasaannya. Seorang yeoja yang kini berdiri dihadapanku terdiam terpaku. Bahkan ia tak mampu menatap mataku walau hanya beberapa detik. Ku beranikan diri untuk mengungkapkan semuanya padanya.
            "Aku menyukaimu sejak pertama kali bertemu denganmu. Dan aku mulai mencintaimu."
            "M-mwo?”
            "Aku mencintaimu Yoon Bora. Dengan semua yang pernah kita lakukan bersama-sama. Kau telah mencairkan rasa yang telah lama membeku dihatiku. Kau mampu menyusuri pikiranku setiap saat. Dan kau mulai masuk ke dalam hatiku yang paling dalam.”
            “Kenapa kau harus menyukaiku? Kenapa kau tidak menyukai yeoja lain selain aku? Kau ini sahabatku Hyunseong!”
            “Aku tau kalau kita bersahabat. Tapi perasaan itu muncul seiring berjalannya waktu. Kita sering melakukan banyak hal bersama. Dan aku merasakan kenyamanan setiap kali berada dekat denganmu. Tidak kah kau merasakan hal yang sama, eoh? Aku ingin kau menjadi cintaku seutuhnya. Karena aku tidak ingin kehilanganmu! Aku ingin terus bersama-sama denganmu. Hanya denganmu Bora!” Tuturku sambil menatap matanya.
            Bora mengalihkan pandangannya dariku. Kurasakan ia menghela napas.
            “Mianhaeyo. Aku tidak bisa.” Tatap bora
            Mataku terbelalak. Sementara mulutku agak menganga. Bora mengatakan kalau ia tidak bisa. Apa maksudnya? Apa ia tidak bisa menerima cintaku? Kenapa ia tidak bisa menerimanya? Tidak kah ia tau tentang cintaku yang sangat tulus ini padanya? Aku berharap Bora menarik kembali perkataannya barusan.
            "Aku.. Aku sudah memiliki tunangan."
            “M-mworago? G-geotjimal!”
            Dadaku seketika terasa sangat sesak. Hingga aku kesulitan untuk bernapas dengan baik. Sungguh, kata-kata Bora baru saja terasa sudah membakar hatiku.
            “Mianhaeyo..” Bora berbalik lalu berjalan menjauh dariku
            "Tunggu.." Kuraih tangannya dan menahannya agar ia tidak pergi. “Jawab pertanyaanku! Kau pasti bohong kan!?”
            "Aku tidak bohong!” Tatap Bora lagi. Dengan mata yang mulai berbinar. Ia berusaha melepaskan genggaman tanganku, “Mianhae.. Aku harus pergi.." Ia pergi begitu saja tanpa menoleh sedikit pun ke arahku.
            Aku kecewa. Sangat kecewa.

            Kubiarkan hujan deras yang tiba-tiba mulai turun menerjang tubuhku hingga basah kuyup. Aku membasuh wajahku yang basah dengan kedua tanganku.
            "Aaaarrrrggghhh....."
            Aku menjatuhkan diriku. Dengan lutut yang sediit membentur aspal. Beberapa kali tanganku mncoba memukul aspal. Hingga kurasakan memar dengan sedikit darah yang mulai menetes. Tangisanku makin menjadi. Aku tidak peduli dengan keadaan sekitarku. Hatiku kini hancur. Aku sudah berusaha untuk mengatakan perasaanku padanya. Tapi kenyataan justru hendak membangunkanku dari mimpiku. Aku benar-benar putus asa. Entah apa yang harus aku lakukan setelah ini. Setelah semuanya mulai berakhir.

            “Aku tidak bisa seperti ini Bora. Tidak bisa.”

***

            Kuseruput cappucino hangat buatanku. Kuraih foto berbingkai dimeja. Aku menyunggingkan senyumku saat melihat dua orang yang tengah tersenyum bahagia difoto itu. Kuperhatikan beberapa menit senyuman manisnya yang sudah lama tak pernah ku lihat lagi. Setelah puas melihatnya, aku menaruhnya kembali ditempat yang sama.
            Sudah satu bulan lebih aku tidak pernah bertemu dengannya lagi setelah kami sempat bertengkar kecil malam itu ditaman kota. Aku berpikir jika Bora marah padaku. Aku sudah berkali-kali menghubunginya. Tapi ia sama sekali tidak pernah mengangkat telponku. Sudah berpuluh-puluh kali atau bahkan sudah beratus-ratus kali aku mengiriminya email, hanya untuk sekedar meminta maaf padanya. Tapi Bora sama sekali tidak pernah menanggapinya. Ku kira aku pecundang. Aku hanya berani meminta maaf padanya lewat email. Seharusnya aku bisa meminta maaf secara langsung padanya. Bahkan seharusnya aku menyelesaikan masalah ini secara baik-baik. Tidak seperti ini.
            Hati kecilku mengatakan aku harus bertemu Bora saat ini juga. Entah kenapa aku merasakan perasaan yang mengganjal dihatiku. Dan entah kenapa rasanya aku ingin sekali bertemu dengannya saat ini juga.
            “Aku harus menemuinya saat ini juga.” Gumamku.


            Ku ketuk pintu rumahnya beberapa kali hingga seorang namja membukakan pintu rumahnya.
            "Annyeonhaseyo. Apa aku bisa bertemu dengan Bora?"
            "Annyeonghaseyo. Apa kau temannya Bora?"
            Aku mengangguk.
            “Ada perlu apa kau mencarinya? Bora sedang tidak berada di rumah.”
            “Ada sesuatu hal yang harus kubicarakan padanya. Jika aku boleh tau, kemana Bora pergi?”
            Raut wajah namja itu seketika berubah. Ia langsung mengalihkan pandangannya dariku.
            “Mianhae!?”
            “Ah, mianhae. Kau datang saja ke Rumah Sakit didekat sini. Kau akan menemukan jawabannya disana.”
            “Rumah Sakit?” Aku mengerutkan keningku, “Ah, baiklah. Gamsahamnida.”
            Aku segera meninggalkan rumah Bora dan pergi menuju Rumah Sakit seperti yang dikatakan namja tadi. Aku semakin gelisah. Bahkan aku sangat mengkhawatirka keadaan Bora, setelah namja itu meyuruhku untuk datang ke Rumah Sakit. Aku bertanya-tanya dalam hati. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa hal ini ada sangkut pautnya dengan keadaan Bora? Tuhan, tolong jaga Bora untukku.

            Aku berlari menuju ke pusat informasi dilobi utama. Aku menanyakan apa Bora dirawat disini atau tidak. Ternyata benar. Seorang yeoja yang kutanyakan itu mengatakan kalau Bora tengah dirawat di RS ini. Jantungku berdetak sangat kencang. Setelah mendapatkan infromasi tentang Bora, aku segera bergegas pergi ke kamar rawat Bora yang beraa dilantai tiga, seperi yang dikatakan yeoja yang kutanya itu.

            Setelah lift nya terbuka, aku menemukan Eomma Bora yang tengah duduk didepan sebuah kamar rawat. Aku berlari kecil menghampirinya.
            “Ahjumma, apa benar Bora dirawat disini? Apa yang terjadi dengannya Ahjumma? Apa dia baik-baik saja?” Tanyaku dengan napas yang terengah-engah.
            Ahjumma tersenyum padaku. Ia menyentuh lenganku lalu mengisyaratkanku untuk duduk disebelahnya.
            “Sebelumnya aku minta maaf padamu. Aku tidak memberitahumu kalau Bora dirawat di Rumah Sakkit. Aku hanya tidka ingin mengingkari janjiku pada Bora. Ia memintaku untuk tidak memberitahumu tentang hal ini.”
            “Mwo? Kenapa dia tidak mengizinkanmu untuk memberitahuku Ahjumma? Lalu, memangnya Bora kenapa, hingga ia harus dirawat di RS?”
            “Bora hanya tidak ingin kau terlalu mengkhawatirkannya. Hyungseong-ah, Bora mengidap penyakit leukemia semenjak ia menginjak usia 19 tahun.”
            Mataku terbelakak. Aku sangat terkejut dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Ahjumma. Aku tidak menyangka jika yeoja yang sangat ku kenal ini mengidap penyakit itu. Padahal yang ku tau, Bora adalah yeoja yang sangat ceria dan pemberani. Ia juga yeoja yang sangat kuat.
            “Selama ini Bora selalu berjuang keras untuk melawan penyakitnya. Ia yeoja yang sangat kuat Hyunseong. Ia selalu bisa menahan rasa sakitnya saat melakukan ceomoteraphy. Dan ia selalu merekahkan senyumannya untukku. Ia mampu menutupi rasa sakitnya didepanku. Karena ia pernah bilang, kalau ia tidak ingin melihat air mataku yang terjatuh untuknya.” Ahjumma menetskan air matanya.
            Aku tidak tau harus bagaimana. Kupeluk Ahjumma. Ia merespon pelukkanku.
            “Masuklah kedalam. Aku tau kau ingin sekali melihat keadaannya.”
            Aku  mengangguk.

            Kubuka pintu kamar rawat Bora. Ia menoleh ke arahku. Air matanya jatuh lewat sudut matanya.
            "Hyunseong.." Gumamnya pelan
            "Annyeonghaseyo.. Bagaimana keadaanmu?
            "Mian-hae-yo.."
            "Sekarang aku mengerti kenapa kau menolak cintaku."
            "Aku tidak menolaknya. Justru aku hanya tidak ingin mengecewakanmu."
            "Aku hanya ingin bahagia bersamamu Bora.."
            "Waktuku tidak lama lagi. Aku tidak bisa untuk membahagiakanmu."
            Aku mencium kening Bora sembari memejamkan mataku.
            “Percayalah, kau akan tetap bertahan.”
            “Aku ingin ke taman. Kau mau tidak, menemaniku kesana?”
“Tapi kan kau masih sakit? Bagaimana jika keadaanmu semakin parah?”
Bora tersenyum. “Aku hanya ingin menghabiskan sisa hidupku bersamamu. Kau bilang, kau menyayangiku. Jika kau memang benar-benar menyayangiku, seharusnya kau mau melakukan apa saja demi aku.” Seketika senyumnya menghilang. Terganti dengan wajah yang cemberut. Membuat Bora terlihat lucu.
 “Tapi aku harus meminta izin dulu ke orang tuamu dan juga dokter yang menanganimu.”
Bora mengangguk.

Awalnya, mereka bertiga tidak yakin jika Bora harus pergi ke taman dengan keadaan yang seperti ini. Begitu juga dengan aku. Aku sangat mengkhawatirkan keadaannya. Tapi bagaimanapun juga, itu adalah permintaan Bora. Aku tidak ingin membuatnya sedih. Aku hanya ingin membuatnya terus tersenyum dan merasa bahagia. Karena aku sangat menyayanginya.
“Aku yakin dengan bersamamu, Bora akan jauh lebih bahagia. Bawalah pergi. Kau tidak akan boleh kembali jika anakku  tidak merasa bahagia.” Ancam Ahjumma.
Aku tersenyum kecil lalu mengangguk.
“Aku janji akan selalu menjaganya. Aku akan membuatnya bahagia.”


Setelah Bora berganti pakaian, aku membawanya pergi ke taman sesuai yang ia minta. Bora terlihat sangat gembira. Meskipun wajahnya terlihat pucat. Meskipun dengan keadaannya yang seperti ini. Tapi hal itu tidak membuat Bora bisa melupakan kegembiraannya.
            Aku memberikannya balon cair yang biasa kami tiup saat kami mengunjugi taman. Ia sempat menjailiku dengan mengambil balon cair ditanganku, karena balon cair miliknya sudah habis. Aku membiarkan ia meniup balon cair milikku hingga habis. Akan kubiarkan ia merasa senang dan bahagia hari ini. Takkan kubiarkan senyumannya itu sirna.
Ia membaringkan tubuhnya direrumputan. Aku pun mengikutinya.
            “Aku menyayangimu Hyunseong-ah..” Ucap Bora dengan mata yang terpejam.
            Belum sempat aku menjawab, Bora langsung bangkit dan berlari menjauh dariku. Aku yang menyadarinya langsung bangkit.
            “Jangan berlari seperti itu Bora!!” Teriakku
            “Aku akan berhenti berlari jika kau bisa menangkapku. Ayo tangkap aku!!”
            Aku tersenyum. Dengan cepat, aku berlari mengejar Bora yang semakin menjauh dari pandanganku. Aku berhasil menangkapnya ketika ia berdiri ditiang pembatas antara taman dengan danau buatan yang pemandangannya sangat indah.
            “Kena kau..”
            Segurat senyuman menghiasi wajah Bora yang pucat.
            “Tidak ada kebahagiaan lain selain bisa menghabiskan waktu denganmu Hyunseong-ah..” Senyumnya seketika pudar. “Jeongmal mianhaeyo. Aku telah berbohong tentang tunanganku. Aku hanya tidak ingin membuatmu sedih.”
            “Justru jika kau tidak memberitahuku yang sebenarnya, itu akan membuat hatiku semakin sakit Bora.”
            "Berjanjilah padaku kalau kau akan bahagia. Aku akan ikut bahagia jika kau juga bahagia." Tatap Bora. “Terimakasih karena kau sudah membuat hari-hariku menjadi berwarna. aku sangat bahagia bisa mengenalmu.”
            "Aku pasti akan bahagia. Bersamamu.”
            “Pabo! Aku akan pergi. Kau ini..” Bora tertawa kecil sambil mencubit lenganku dengan pelan.
            Mataku terasa perih. Dengan bulir air mata yang mengumpul disudut mataku.
            "Kau harus janji padaku untuk tidak menangis jika aku pergi."
            Kugenggam kedua tangan Bora dengan erat lalu menciumnya.
            “Aku tidak ingin kehilanganmu. Berjanjilah untuk tetap bersamaku."
            "Aku tidak akan kemana-mana. Aku kan akan tetap berada dihatimu. Iya kan?” Bora melebarkan senyumnya.
            Ia menunduk. Rambut panjangnya menutupi wajahnya, hingga aku tidak bisa melihatnya. Aku memperhatikannya. Senyumku mulai getir. Bora semakin menundukkan kepalanya.
            “Neo gwaenchanayo Bora-ya?”
            Aku meraih rahangnya dan menaikkan sedikit hingga aku bisa melihat wajahnya. Aku mendapati hidung Bora yang mimisan.
            “Nan gwaenchana.” Bora tersenyum dan berusaha terlihat baik-baik saja didepanku. Aku tau ia sedang menutupi rasa sakit yang ia rasakan saat ini padaku.
            “Jangan berbohong padaku Bora!!”
            Bora menatapku. “Berjanjilah padaku. Kau harus bahagia. Walau tanpa aku.”
            “Itu tidak akan bisa terjadi! Aku hanya akan bahagia jika aku bersamamu!”

            Bora memejamkan matanya. Dengan wajah yang sudah semakin pucat. Aku tidak bisa lagi mendengar hembusan nafasnya.

           Kini bulir air mata yang mengumpul disudut mataku akhirnya jatuh membasahi kedua pipiku. Aku tidak menyangka akan kehilangannya secepat yang aku kira.
            "Bora-ya.. Gatjima!! Gatjima!!!" Teriakku tanpa peduli pada orang-orang disekitarku.
            "Aku mohon Bora, ireona!! Kaja ireona!! Jangan tinggalkan aku Bora-ya.. Aku mohon.. Aku mohon!!"
            Teriakkanku tak mampu membangunkan Bora yang sudah terlanjur tertidur untuk selama-lamanya.
            “Aku juga menyayangimu Bora-ya.. Sangat menyayangimu. Naddo saranghaeyo!!"
            Untuk yang terakhir kalinya, aku mencium keningnya. Hingga kening Bora basah karena air mataku.


            Prosesi pemakaman Bora berjalan dengan lancar tanpa ada kendala apapun. Aku sudah berusaha untuk tidak menangis karena Bora sudah memintaku untuk tidak memangisi kepergiannya. Tapi aku tidak bisa.

            Semua pelayat sudah pulang. Termasuk kedua orang tuanya dan Oppa nya. Tinggal aku sendiri disini.

            Kutatap papan nisan berwarna putih yang tertera nama Yoon Bora. Aku mengelusnya beberapa kali.
            "Terimakasih banyak atas waktumu yang sudah kau luangkan untukku Bora-ya.. Terimakasih karena kau sudah mengisi hari-hariku satu tahun terakhir. Berbahagialah disana. Selamat jalan.. Tunggu aku disana, nde!?"
Aku mengecup papan nisannya lalu bangkit dan hendak pulang.

            Aku menyunggingkan senyum ke arah yeoja yang berpakaian serba putih sedang tersenyum ke arahku. Senyuman yang tak akan pernah kulupakan seumur hidupku. Ia melambaikan salah satu tangannya. Seketika bayangan itu hilang.

            Dan aku kembali melangkah pergi dari area pemakaman.

   I Always Loving You.. Yoon Bora..
                                                                                Shim Hyunseong..

The end………………………..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

My Strength

My Strength