Sabtu, 16 Agustus 2014

[FF] TWINS part 8




 [FF] TWINS part 8

Note: Maaf kalo ada typo yang bertebaran dan mungkin jalan ceritanya membingungkan atau mungkin agak tijel mohon dimaklumi ;;)
Happy reading Chingu-deul ^^

   Kwangmin mengikuti langkah beberapa perawat yang mendorong bangsal dengan Youngmin yang terbaring lemah di atasnya. Peluh Kwangmin menetes dari keningnya. Jantungnya berdegup sangat kencang, dengan tangan yang gemeteran ikut mendorong bangsal.
   “Mianhae, kau harus menunggu diluar.” Perintah salah satu perawat saat Kwangmin hendak ikut masuk ke ruang UGD
   “Tapi aku ingin berada disisinya! Aku ingin tau keadaannya!”
   “Mianhae, Eobseoyo. Kami akan segera memeriksanya. Jika sudah selesai, kami akan segera menemuimu. Tolong menjauhlah dari pintu.”
   Kwangmin mundur beberapa langkah hingga pintu itu tertutup rapat. Ia menyenderkan tubuhnya ke dinding. Ia  mengusap wajah dengan kedua tangannya. Pikirannya terus tertuju ke Youngmin. Betapa jelasnya ia melihat saudara kembarnya sendiri yang ditabrak oleh sebuah mobil yang sedang lewat. Ia terus membayangkan darah yang mengucur dari kepala Youngmin.
   “Kuharap keadaanmu baik-baik saja Hyung..”

   Kwangmin merogoh kantung celananya. Ia memencet beberapa nomor lalu menghubunginya.
   “Yeoboseyo..” Ucap Kwangmin pelan
   “Yeoboseyo..” Jawab seseorang diseberang telepon
   “Hyunmin-ah.. Aku di RS. Youngmin kecelakaan.. Aku tidak tau bagaimana keadaannya. Ia masih dalam pemeriksaan, dan aku tidak berani untuk bilang ke Eomma dan Appa tentang hal ini.”


Dirumah..
   Hyunmin sontak kaget saat mendengar ucapan Kwangmin baru saja lewat telepon. Ia tak sengaja menjatuhkan handphone yang ada digenggamannya. Eomma yang sedang lewat tak sengaja melihat Hyunmin dengan heran.
   “Hyunmin-ah, waeyo..”
   “Eomma..” Gumam Hyunmin pelan, saat ia menyadari kedatangan Eomma nya.
   Eomma melihat handphone yang tak sengaja dijatuhkan Hyunmin dilantai. Ia meraih handphone itu dan melihat ke layarnya.
   “Kwangmin? Yeoboseyo?”

Di RS..
   Kwangin berdiri dengan rasa terkejut saat mendengar suara Eomma nya di telepon. Jantungnya berdegup lebih kencang dari sebelumnya. Ia mulai panik.
   “Y-yeoboseyo Eomma..”
   “Aku tidak sengaja melihat Hyunmin menjatuhkan hadphone nya saat menerima telepon darimu. Waeyo?”
   Kwangmin menundukkan kepalanya. Ia makin merasa takut untuk membeitahu kepada Eomma nya tentang kecelakaan yang di alami Youngmin.
   “Yeoboseyo.. Kwangmin-ah, kenapa kau tidak menjawab pertanyaanku? Ada apa sebenarnya?” Tanya Eomma yang merasa cemas
   “Mianhae.. Aku tidak bisa menjaga Youngmin dengan baik.”
   “Mworago? Aku tidak mengerti dengan perkataanmu. Tolong jelaskan Kwangmin-ah! Jangan membuatku semakin cemas dengan keadaan kalian!”
   “Y-youngmin.. Kecelakaan..”
   “M-mwoya? Bagaimana bisa ia kecelakaan? Lalu, bagaimana keadaannya?”
   “Kuharap kalian cepat datang ke RS dekat taman kota.”
   Tuuuuut… Tuuuut..
   Kwangmin segera menutup teleponnya. Ia menjatuhkan dirinya lagi sembari menyenderkan tubuhnya di dinding. Semua yang tidak ingin ia ungkapkan kepada Eomma nya justru harus ia ungkapkan. Kwangmin hanya tidak ingin membuat Eomma dan Appa nya khawatir. Tapi justru pemikirannya salah. Eomma dan Appa nya akan lebih khawatir jika Kwangmin tidak memberitahukan yang sebenarnya.
   “Mianhae.. Ini salahku..”

   Tak sampai lima belas menit, seorang pria paruh baya yang menggunakan pakaian serba putih keluar dari ruang UGD, dan menghampiri Kwangmin.
   “Shillye hamnida..” Sapanya.
   Kwangmin menoleh dan segera bangkit.
   “Bagaimana dengan keadaan Youngmin? Apa dia baik-baik saja? Cepat katakan padaku!”
   “Kau saudara kembarnya ya? Wajahmu mirip dengannya.”
   “Nde. Cepat katakan padaku, bagaimana keadaannya!?”
   “Ah, mianhae.. Keadaannya kritis. Luka dikepalanya cukup parah. Dan ia sempat kehilangan banyak darah. Kami sudah mentransfusikan darah kepadanya. Tapi ternyata itu tidak menolongnya untuk melewati masa kritisnya.”
   Kwangmin menatap dengan lekat pria paruh baya itu yang ternyata adalah dokter.

   “Mworago?”
   Eomma, Appa dan Hyunmin tiba-tiba datang membuat Kwangmin terkejut. Mereka menghampiri Kwangmin dan dokter.
   “Katakan sekali lagi tentang keadaan anakku! Katakan padaku!” Perintah Eomma dengan agak berteriak dihadapan dokter
   Appa menyentuh lengan Eomma dan membawa kesisinya, menjauh dari dokter itu.
   “Eomma, sabarlah..”
   “Bagaimana aku bisa sabar!? Aku baru saja mendengar tentang keadaan anakku yang kritis. Hatiku hancur Appa!”
   “Mianhae, kami sudah berusaha agar anak anda tidak masuk kedalam masa kritis. Tapi ternyata tidak bisa.”
   Tubuh Eomma tiba-tiba terhuyung dipelukkan Appa.
  “Eomma..” Teriak Hyunmin dengan kaget
   “Aku akan membawa Eomma kalian. Sebaiknya kalian tunggu disini.” Perintah Appa.
   Appa dibantu dokter membawa Eomma ke sebuah ruang perawatan yang kosong tak jauh dari ruang UGD. Sementara Kwangmin dan Hyunmin tetap berada ditempatnya sekarang.

   “Ini semua salahku..”
   “Kenapa kau berbicara seperti itu?”
   “Jika aku tidak mengajaknya ke taman, semuanya tidak akan seperti ini Dongsaeng!”
   “Memangnya apa yang sudah terjadi sebelum ia kecelakaan? Hingga Youngmin bisa seperti ini!?”
   Kwangmin menceritakan semua yang sudah terjadi hari ini. Semuanya tanpa terkecuali.
   “Pabo!”
   Hyunmin menyentuh pundak Kwangmin. Ia tersenyum.
   “Sudahlah..”
   Kwangmin menatap Hyunmin.
   “Jangan menyalahkan dirimu seperti itu. Semua ini bukan salahmu. Memang sudah jalannya seperti ini. Namanya juga kecelakaan. Siapapun bisa mengalaminya, bukan!? Yang terpenting sekarang, kita doakan saja agar keadaan Youngmin bisa cepat membaik. Agar ia bisa menghabiskan waktu lagi bersama kita. Agar kita bisa selalu melihat senyuman manisnya lagi.”
Author POV end

Kwangmin POV
   Aku heran. Sungguh, sangat heran. Ia bisa tersenyum dengan sangat tulus dalam keadaan seperti ini. Tapi aku mengerti apa maksud dari senyumannya itu. Ia mencoba menghiburku. Mencoba agar aku melupakan semua rasa bersalah yang sedang kurasakan saat ini. Bodoh sekali aku ini. Hyunmin saja bisa berpikiran dewasa seperti itu. Sedangkan aku!? Aku terus dirundung rasa takut dan kecemasan luar biasa. Terlebih saat Eomma mengetahui kalau Youngmin kecelakaan. Hhh, aku terlihat seperti orang bodoh.
   “Mianhae Hyunmin.. Hhh, aku hanya tidak bisa mencerna semua kejadian hari ini. Niatnya hanya ingin bersantai dengannya ditaman setelah aku bertemu dengan anggota basket lainnya di sebuah rumah makan. Tapi justru semuanya bertolak belakang.”
   Hyunmin tiba-tiba memelukku.
   “Keluhkan saja semuanya padaku, jika itu memang harus. Anggap saja aku adalah buku diary mu yang siap untuk menunggu dan menampung semua ceritamu, Hyung..”
   Mataku terbelalak. Baru kali ini ia bersikap seperti ini padaku. Hyunmin, tidakkah kau merasakan apa yang kurasa saat ini? Aku sungguh menyesal. Tidakkah kau merasa kalau akulah yang menyebabkan Youngmin menjadi kritis? Ah, tentu saja kau tidak merasakannya, ya!? Karena kau tidak mengalaminya. Karena kau tidak berada diposisiku, seperti saat ini. Seandainya aku bisa memutar waktu.. Aku tak akan membiarkan kecelakaan itu menimpa Youngmin. Sungguh, kepalau rasanya ingin meledak. Tangisku makin menjadi ketika kuingat kecelakaan itu terjadi. Bagaimana kecelakaan itu terjadi tepat didepan mataku, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa. Dan aku hanya bisa menyaksikan saudara kembarku sendiri dihantam oleh sebuah besi keras yang besar hingga ia harus mempertaruhkan nyawanya.
   “Mianhae.. Jo Youngmin..”
   Kupejamkan kedua mataku dan membiarkan air mataku tetap menetes.

***
   Aku membuka kedua mataku. Kepalaku masih terasa pusing. Mungkin karena semalaman aku tidak berhenti menangis. Setelah Youngmin dipindahkan ke ruangan perawatan, aku terus menunggunya. Hingga aku tertidur dikursi disaping ranjang Youngmin.
   Kuperhatikan wajahnya yang tanpa senyuman. Kulirik tangan kirinya yang dipasang selang infus. Sementara hidungnya harus dipakai alat bantu pernapasan. Tubuhku seketika menjadi lemas. Aku tersenyum getir. Kuusap rambutnya dengan perban yang menutupi sebagian kepalanya. Tak terasa air mataku menetes lagi.
   “Tak bisakah aku menggantikan posisimu Hyung?”
   “Tentu saja tidak bisa.”
   Aku menoleh. Hyunmin memperhatikanku. Kualihkan pandanganku darinya.
   “Tak bisakah kau berhenti menangis?”
   “Kenapa kau bericara seperti itu?”
   “Cengeng..”
   Aku mulai geram padanya. Bisa-bisanya ia berbicara seperti itu padaku. Aku tau ia tidak bisa merasakan rasanya menjadi diriku saat ini. Ia tidak bisa merasakan bagaimana besarnya penyesalan didalam diriku ini.
   “Kau tidak bisa seperti ini terus! Jika kau terus menangis, kau tidak akan bisa untuk memberi semangat kepada Youngmin!”
   Aku membalik badanku.
   “Pabo! Bagaiman bisa aku memberinya semangat jika keadaannya saja seperti ini!?” Ujarku agak berteriak
   “Tentu saja bisa. Youngmin kan saudara kembarmu. Kau bisa memberinya semangat. Kau bisa memberinya kekuatan. Lewat jiwa kalian. Lewat hati kalian. Itu kan gunanya saudara kembar!?”
   Hyunmin membalikkan badannya dan pergi keluar. Kutatap kepergiannya. Aku menunduk. Ada benarnya ucapan Hyunmin baru saja. Bodoh sekali aku ini. Tapi jika mengingat hari kemarin, aku jadi teringat akan sesuatu. Sebelum Youngmin kecelakaan, kami sempat bertemu dengan Chorong. Lalu Chorong pergi, dan Youngmin berusaha untuk mengejarnya. Dan aku menyimpulkannya.
   “Jadi semua ini karena Chorong..”
   Pandanganku lurus kedepan. Dengan tatapan kosong namun serius. Aku bangkit dan meninggalkan RS.

   Langkahku berhenti ketika melihat sebuah umah yang aku tuju. Aku memasuki halaman rumah itu dan mengetuk pintunya. Tak lama seseorang membukakan pintu untukku.
   “Kwangmin-ah.. Mau apa kau menemuiku? Belum puas kau dan Youngmin membuatku kecewa?”
   “Karena kau.. Keadaan Youngmin kritis!”
   “Mworago? A-apa yang kau bicarakan? Aku sama sekali tidak mengerti!”
   “Karena kau pergi, dan Youngmin berusaha mengejarmu! Hingga kecelakaan itu tidak dapat dihentikan!” Kataku dengan nada agak kasar
   “M-mworago?”
  “Jika kemarin kau tidak pergi, Youngmin tidak akan mengejarmu. Dan kecelakaan itu tidak akan terjadi. Ia pasti akan baik-baik saja!”
   Chorong terhenyak. Ia menutup mulutnya denga salah satu yelapak tangannya.
   “Kau harus bertanggung jawab atas semua ini!”
   Aku segera pergi meningalkan rumahnya. Kuputuskan untuk kembali ke RS.
Kwangmin POV end

Chorong POV
   Kwangmin tiba-tiba datang ke rumahku. Ia memberikan sebuah kabar buruk. Bahkan sangat buruk. Setelah itu ia langsung pergi. Aku tidak bisa menyembunyikan perasaanku yang sebenarnya. Bahwa hatiku terluka saat mendengar kabar buruk itu. Ternyata saat ditaman kemarin, Youngmin sempat mengejarku saat aku pergi dengan rasa kecewa yang sangat besar. Dan Youngmin mengalami kecelakaan saat berusaha mengejarku. Oh Tuhan, apa itu salahku? Salahku jika Youngmin mengalami kecelakaan hingga keadaannya sekarang kritis? Aku jatuh terduduk dilantai. Kusandarkan kepalaku di pintu yang masih terbuka. Dadaku begitu sangat sesak. Kenapa semua ini bisa terjadi?
   Kuambil handphone ku disaku bajuku. Aku memencet beberapa nomor dan menghubunginya. Tak lama seseorang yang kutelpon mengangkat teleponku. Aku menceritakan semuanya yang baru saja terjadi. Ku utarakan semua yang ada dihatiku, masih dengan tangisan yang membuatku makin merasa sesak dan sakit.
Chorong POV end

Kwangmin POV
   Langkahku berhenti tepat didepan taman tempat dimana Youngmin mengalami kecelakaan. Garis polisi masih bertengker disana. Masih banyak orang berlalu lalang yang memperhatika garis polisi itu. Dadaku agak sesak. Kupejamkan kedua mataku sejenak. Kutarik napas panjang lalu membuangnya dengan perlahan. Setelah merasa lebih baik, aku melanjutkan langkahku menuju RS.

   “Kau habis dari rumah Chorong ya?” Tanya Hyunmin saat aku baru saja memasuki ruang rawat Youngmin.
   Aku menoleh ke arahnya yang tengah duduk dan memperhatikanku. Tatapan matanya begitu tajam. Aku tau jika ia sedang marah padaku. Aku bisa membaca dari tatapan matanya.
   Aku hanya mengangguk dan duduk dikursi, disebelah ranjang Youngmin. Sudah bisa kutebak jika Hyunmin habis menerima telepon dari Chorong. Aku juga tidak tau bagaimana ia bisa mendapatkan nomor handphone Hyunmin.
   Ia bangkit dan menatapku lagi. “Tidak bisakah kau bersikap dewasa? Kemarin kau menyalahkan dirimu sendiri. Sekarang kau justru menyalahkan Chorong dalam kejadian ini. Dan bagaimana bisa kau menyimpulkan jika Chorong yang menjadi penyebab utama dalam kecelakaan yang di alami oleh Youngmin!?” Ujar Hyunmin agak berteriak yang membuatku seketika terhenyak.
   “Kau tidak bisa merasakan apa yang aku rasakan Hyunmin-ah! Aku yang bearda ditempat kejadian, aku yang melihat kecelakaan itu terjadi! Dan aku saudara kembarnya Youngmin!” Aku menegaskan kalimat terakhirku.
   Ia mengepalkan kedua tangannya lalu pergi keluar. Kuusap dadaku beberapa kali sambil menhembuskan napas. Mianhae Hyunmin. Aku tidak bermaksud seperti itu. Tapi kau tidak bisa merasakan seperti apa jika berada diposisiku saat ini.
Kwangmin POV end

Author POV
  Naeun tersenyum sembari memasuki halaman rumah Chorong. Namun senyumnya memudar ketika melihat Chorong yang sedang menangis didepan pintu. Ia bergegas menghampiri Chorong
   “Eonni!? Kau kenapa? Ada apa denganmu? Kenapa kau menangis seperti ini? Katakana padaku!”
   Chorong menoleh ke arah sumber suara. Ternyata Naeun datang. Datang disaat yang tepat. Ia memeluknya hingga sebuah plastik berisi sesuatu yang Naeun bawa terlepas dari genggamannya.
   “Dongsaeng.. Youngmin-ah..”
   “Y-youngmin? Ada apa dengannya?”
   Sebelum Chorong menjawab pertanyaannya, Naeun membawaku masuk ke dalam. Ia membaringkan tubuh Chorong di sofa ruang tengah dan mengambilkanku air minum.
   “Minumlah Eonni..”
   Chorong meminumnya sedikit dan masih terus menangis.
   “Ceritakanlah padaku. Ada apa dengan Youngmin? Apa yang sebenarnya terjadi?”
   Chorong mulai menceritakan semuanya pada Naeun. Terlihat keterkejutannya saat ia bilang kalau Youngmin mengalami kecelakaan dan keadaannya sekarang kritis. Chorong juga mengatakan kalau kekasihnya telah menuduhnya sebagai penyebab utama kecelakaan itu terjadi. Hatinya benar-benar sakit saat Kwangmin mengatakan hal itu padanya. Tapi tak bisa  ia pungkiri kalau perkataan Kwangmin ada benarnya.
   “Aku ingin melihat keadaan Youngmin.”
   Naeun mengangguk.

TBC~

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

My Strength

My Strength